Khamr merupakan salah satu jenis makanam/minuman yang diharamkan oleh
Islam. Padahala, khamr sudah dianggap sebagai “kebutuhan primer” bagi
sebagian kelompok dan golongan (tidak terkecuali kaum Quraisy di Mekah).
Mereka biasa menggandengkan perbuatan tersebut dengan berjudi dan main
perempuan. Ini merupakan salah satu penyebab rusaknya moral masyarakat
dan secara tidak langsung berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia.
Dari berbagai penelitian kedokteran di era-era sekarang, khamr (dengan
segala jenisnya) dapat merusak sisitem kerja beberapa organ tubuh yang
juga bisa menyebabkan kefatalan.
Etimologi
Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamar” (خَمَرَ) yang
bermakna satara (سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara
(خَمَّرَ)berarti memberi ragi. Adapun al-khamr diartikan arak, segala
yang memabukkan.
Adapun menurut tafsir al-Lubāb terdapat empat sebab mengapa disebut
khamr. Pertamakarena menutupi akal, kedua dari kata “khimār” yang
bermakna menutupi wanita, ketiga dari “al-khamaru” yang berarti sesuatu
yang bisa dipakai bersembunyi dari pohon dan tumbuhan atau dengan kata
lain semak-semak, dan yang keempatdari “Khāmir” yang bermakna orang yang
menyembunyikan janjinya.
Terminologi
Terdapat berbagai qaul ulama mengenai pengertian khamr. Di dalam tafsir
al-Alūsī, disebutkan bahwa makna khamr ialah zat yang memabukkan dan
terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi
dan menghilangkan akal (وهو المسكر المتخذ من عصير العنب أو كل ما يخامر
العقل ويغطيه من الأشربة).
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, yang dimaksud khamr adalah nama
jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah dimasak hingga
mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi bersih kembali.
Sari dari buih itulah yang memabukkan. Dengan definisi ini kita dapat
menarik kesimpulan bahwa menurut Abu Hanifah jenis minuman yang tidak
terbuat dari anggur tidak disebut khamr melainkan masuk kategori nabīdz
(نبيذ). Ini juga merupakan pendapat ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i,
al-Tsauri dan Abi Laila. Namun menurut penulis sendiri, baik itu khamr
maupun nabīdz ketika mengandung zat yang dapat memabukkan dan
menghilangkan akal, maka hukumnya sama saja, yaitu haram.
Sebagaimana sabda Rasulullah ketika ditanya Aisyah tentang hal tersebut:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ
أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِتْعِ وَهُوَ نَبِيذُ الْعَسَلِ وَكَانَ
أَهْلُ الْيَمَنِ يَشْرَبُونَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, pernah ditanyakan kepada
Rasulullah saw. tentang bit'u (minuman keras yang terbuat dari madu dan
biasa dikonsumsi penduduk Yaman)." Lantas Rasulullah saw. bersabda,
"Semua minuman yang memabukkan hukumnya haram,"
Yang menjadi illat pada hadits tersebut adalah “memabukkan”. Oleh karena
itu, minum nabīdz selagi tidak memabukkan itu dipebolehkan. Adapun
hadits yang memperbolehkan meminum nabīdz adalah sabda Rasulullah yang
diriwayatkan dari al-Bukhari :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى
قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي
سِنَانٍ و قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ضِرَارِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ
مُحَارِبٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ
حَدَّثَنَا ضِرَارُ بْنُ مُرَّةَ أَبُو سِنَانٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ
دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ
النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا
وَلَا تَشْرَبُوا مُسْكِرًا
Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya, al-khamr ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal
كل شراب خمّر العقل فستره و غطى عليه
Adapun menurut jumhur ulama’ (Maliki, Syafi’i dan Hanbali), yang
dimaksud dengan khamr ialah semua zat/barang yang memabukkan baik
sedikit maupun banyak. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw dari
Ibn Umar:
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَا
حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنَا
نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ
خَمْرٍ حَرَامٌ
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram. (H.R. Muslim)
Setidaknya ada 26 sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut dengan berbagai macam lafadznya.
Khamr dalam Islam, adalah dzat yang tidak diragukan lagi keharamannya, berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’.
Allah ta’ala berfirman :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ
وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : ‘Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” [QS. Al-Baqarah :
219].
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
قوله تعالى: {قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ} ،لم يبين هنا ما هذا الإثم
الكبير ؟ ولكنه بين في آية أخرى أنه إيقاع العداوة والبغضاء بينهم، والصد
عن ذكر الله، وعن الصلاة، وهي قوله: {إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ
يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ
أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ} [5/91]
“Firman-Nya : ‘Katakanlah : Pada keduanya itu terdapat dosa besar’ ;
tidak dijelaskan apa maksud dosa besar itu ? Akan tetapi, dalam ayat
yang lain dijelaskan bahwa dosa besar itu adalah menyebabkan permusuhan
dan kebencian di antara mereka, serta menghalangi untuk berdzikir kepada
Allah dan melakukan shalat. Ayat tersebut adalah firman-Nya
:‘Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)’ (QS. Al-Maaidah : 95)”
[Adlwaaul-Bayaan, 1/91].
حدثنا مسدد ثنا يحيى عن سفيان ثنا عطاء بن السائب عن أبي عبد الرحمن السلمي
عن علي بن أبي طالب عليه السلام : أن رجلا من الأنصار دعاه وعبد الرحمن بن
عوف فسقاهما قبل أن تحرم الخمر فأمهم علي في المغرب فقرأ قل يا أيها
الكافرون فخلط فيها فنزلت لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما
تقولون
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami
Yahyaa, dari Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Athaa’ bin
As-Saaib, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib :
Bahwasannya ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar memanggilnya
(‘Aliy) dan ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, lalu memberi mereka minum khamr
sebelum diharamkannya. Lalu ‘Aliy mengimami mereka shalat Maghrib dan
membaca Qul yaa ayyuhal-kaafiruun, lalu ia pun salah dalam membacanya.
Maka, turunlah ayat : ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan… (QS. An-Nisaa’ : 43)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no.
3671; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/416].
Lebih jelas lagi, perhatikan firman Allah ta’alaberikut beserta sebab turunnya ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ
الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ
الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (91)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan
keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud
hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu)” [QS. Al-Maaidah : 90-91].
حدثنا الحسين بن علي الصدائي قال، حدثنا حجاج بن المنهال قال، حدثنا ربيعة
بن كلثوم عن جبر، عن أبيه، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس قال: نزل تحريم
الخمر في قبيلتين من قبائل الأنصار شرِبوا. حتى إذا ثملوا، عبث بعضهم على
بعض. فلما أن صَحوْا جعل الرجل منهم يرى الأثر بوجهه ولحيته فيقول: فعل بي
هذا أخي فلان! وكانوا إخوة، ليس في قلوبهم ضغائن والله لو كان بي رءوفًا
رحيمًا ما فعل بي هذا! حتى وقعت في قلوبهم ضغائن، فأنزل الله:"إنما الخمر
والميسر" إلى قوله:"فهل أنتم منتهون"! فقال ناس من المتكلِّفين: رجْسٌ في
بطن فلانُ قتل يوم بدر، وقتل فلان يوم أحُدٍ! فأنزل الله:( لَيْسَ عَلَى
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا )
[سورة المائدة: 93]، . الآية.
Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin ‘Aliy Ash-Shadaa’iy, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Al-Minhaal, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Rabii’ah bin Kultsuum, dari
Jabr, dari ayahnya, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbaas, ia
berkata : Pengharaman khamr turun mengenai dua kabilah dari kabilah
Anshaar. Mereka meminumnya hingga apabila mereka telah mabuk, sebagian
mereka bercanda dengan sebagian yang lain. Ketika mereka sadar, salah
seorang mereka melihat bekas di wajahnya dan jenggotnya, dan ia pun
berkata : “Saudaraku si Fulan ini telah melakukannya kepadaku”. Padahal
dulunya mereka saling bersaudara dan tidak ada dendam dalam hati mereka.
(Orang itu berkata) : “Demi Allah, seandainya ia menyayangiku, niscaya
ia tidak akan berbuat demikian terhadapku”. Sehingga terjadilah dendam
di hati mereka. Maka, Allah ta’alamenurunkan ayat : ‘sesungguhnya
(meminum) khamr, berjudi….’ hingga sampai ayat : ‘maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)’ (QS. Al-Maaidah : 90-91). Berkatalah
orang-orang yang memperberat diri mereka (mutakallifiin) : “Ia (meminum
khamr) adalah perbuatan keji, dan khamr itu ada dalam perut Fulan yang
terbunuh dalam perang Badr dan Fulan yang terbunuh dalam perang Uhud”.
Maka Allah menurunkan ayat : “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang
telah mereka makan dahulu…(QS. Al-Maaidah : 93)” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thabariy dalam At-Tafsiir 10/571 no. 12522; dishahihkan oleh Muqbil
Al-Wadi’iy dalam Ash-Shahiihul-Musnad min Asbaabin-Nuzuul, hal. 88-89].
Dalam riwayat di atas tergambar kepada kita bagaimana khamr dapat
menghilangkan akal dan kesadaran hingga kemudian menimbulkan dosa dan
permusuhan. Khamr disebut sebagai biang keburukan sebagaimana perkataan
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
الخمر أم الخبائث و من شربها لم يقبل الله منه صلاة أربعين يوما ، فإن مات وهي في بطنه مات ميتة جاهلية
“Khamr itu induk segala keburukan. Barangsiapa yang meminumnya, maka
Allah tidak akan menerima shalatnya selama empat puluh hari. Dan
barangsiapa yang mati dimana khamr itu ada dalam perutnya, maka ia mati
dalam keadaan jahiliyyah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam
Al-Ausath no. 3810, Al-Waahidiy dalam Al-Wasiith 1/224, dan Al-Qadlaa’iy
6/2 sebagaimana dalam Silsilah Ash-Shahiihah 4/469 no. 1854].
Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Abdurrahmaan Ali Bassaam rahimahullah menjelaskan definisi khamr sebagai berikut :
للخمر- في اللغةَ ثلاثة معان:
1- الستر والتغطية، ومنه: اختمرت المرأة إذا غطت رأسها ووجهها بالخمار.
2- والمخالطة: ومنه قول كثير عزة:
هنيئا مريئا غير داء مخامر....... أي: مخالط.
3- والإدراك، ومنه قولهم: خمرت العجين وهو أن تتركه حتى يبلغ وقت إداكه.
فمن هذه المعانيْ الثلاثة أخذ اسم الخمرة، لأنها تُغطى العقل وتستره، ولأنها تخالط العقل، ولأنها تترك حتى تدرك وتستوى.
وتعريفها- شرعاً: أنها اسم لكل ما خامر العقل وغطَاه من أي نوع من الأشربة لحديث "كل مسكر خمر وكل خمر حرام".
“Khamr secara bahasa mempunyai tiga makna :
1. Tabir dan penutup. Jika dikatakan :‘Ikhtamaratil-mar’ah’, yaitu
jika ia (wanita) menutupi kepalanya dan wajahnya dengankhimaar
(kerudung).
2. Bercampur. Di antaranya seperti perkataan yang banyak beredar :
‘hanii’an marii’an ghaira daain mukhaamirin…’; artinya : bercampur.
3. Matang. Di antaranya seperti perkataan mereka :
‘khamaratal-‘ajiin’; yang artinya : engkau membiarkannya hingga waktu
matang.
Dari ketiga makna ini, diambillah kata al-khamrah, karena ia menutupi
akal, mencampurkannya/mengacaukannya, dan karena dibiarkan baru kemudian
sadar dan normal.
Adapun definisi secara syar’iy, maka ia nama untuk segala macam minuman
yang dapat mengacaukan akal dan menutupinya; berdasarkan hadits :
‘Segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr, dan semua jenis khamr
adalah haram” [Taisirul-‘Allam – yang dicetak bersama Tanbiihul-Afhaam –
2/490].
Ada beberapa bahan khamr yang disebutkan dalam hadits, di antaranya :
حدثنا مسدَّد: حدثنا يحيى، عن أبي حيَّان: حدثنا عامر، عن ابن عمر رضي الله
عنهما : قام عمر على المنبر، فقال: أما بعد، نزل تحريم الخمر وهي من خمسة:
العنب والتمر والعسل والحنطة والشعير، والخمر ما خامر العقل.
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami
Yahyaa, dari Abu Hayyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Aamir, dari
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : ‘Umar pernah berdiri di atas mimbar,
lalu berkhutbah : “Amma ba’du, pengharaman khamr turun, dan ia dapat
berasal dari lima bahan : anggur, tamr, madu,hinthah (jewawut), dan
gandum. Khamr itu segala sesuatu yang dapat mengacaukan akal”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5581].
حدثنا قتيبة بن سعيد. حدثنا عبدالعزيز (يعني الدراوردي) عن عمارة بن غزية،
عن أبي الزبير، عن جابر؛ أن رجلا قدم من جيشان (وجيشان من اليمن) فسأل
النبي صلى الله عليه وسلم عن شراب يشربونه بأرضهم من الذرة يقال له المزر؟
فقال النبي صلى الله عليه وسلم (أو مسكر هو؟) قال: نعم. قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم (كل مسكر حرام. إن على الله، عز وجل عهدا، لمن يشرب المسكر،
أن يسقيه من طينة الخبال) قالوا: يا رسول الله! وما طينة الخبال؟ قال (عرق
أهل النار. أو عصارة أهل النار).
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : telah menceritakan
kepada kami ‘Abdl-‘Aziiz (yaitu Ad-Daraawardiy), dari ‘Ammaarah bin
Ghazyah, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir : Bahwasannya ada seorang
laki-laki yang datang dari Jaisyaan (= Jaisyaan itu nama daerah di
Yaman). Lalu ia bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallamtentang minuman yang diminum orang-orang di negerinya yang terbuat
dari jagung, yang disebut sebagai al-ma’z. Maka Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Apakah ia termasuk minuman yang memabukkan
?”. Ia menjawab : “Ya”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Segala sesuatu yang memabukkan adalah haram. Sesungguhnya
Allah mempunyai perjanjian. Barangsiapa yang meminum minuman yang
memabukkan, Allah akan memberinya minum kelak dengan thiinatul-khabal”.
Mereka berkata : “Wahai Rasulullah, apa itu thiinatul-khabal ?”. Beliau
bersabda : “Keringat penduduk neraka atau kotoran penduduk neraka”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2003].
حدثنا الحسن بن علي ثنا يحيى بن آدم ثنا إسرائيل عن إبراهيم بن مهاجر عن
الشعبي عن النعمان بن بشير قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن من
العنب خمرا وإن من التمر خمرا وإن من العسل خمرا وإن من البر خمرا وإن من
الشعير خمرا
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin ‘Aliy : Telah menceritakan
kepada kami Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Israaiil,
dari Ibraahiim bin Muhaajir, dari Asy-Sya’biy, dari An-Nu’maan bin
Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Sesungguhnya pada anggur, tamr, madu, burr (sejenis gandum),
gandum terdapat khamr” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3676;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/417].
حدثنا مسدد ثنا عبد الواحد بن زياد ثنا منصور بن حيان عن سعيد بن جبير عن
بن عمر وبن عباس قالا : نشهد أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن
الدباء والحنتم والمزفت والنقير
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdul-Waahid bin Ziyaad : Telah menceritakan kepada kami Manshuur bin
Hayyaan, dari Sa’iid bin Jubair, dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbaas,
mereka berdua berkata : “Kami bersaksi bahwasannya Rasulullah
shallalaahu ‘alaihi wa sallam melarang (membuat dan mengkonsumsinabiidz)
dari dubaa’, khantam, muzaffat, dannaqiir” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 3690; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalamShahih Sunan Abi
Daawud 2/421].
حدثني زهير بن حرب. حدثنا إسماعيل بن إبراهيم. أخبرنا الحجاج بن أبي عثمان.
حدثني يحيى بن أبي كثير؛ أن أبا كثير حدثه عن أبي هريرة، قال : قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم (الخمر من هاتين الشجرتين: النخلة والعنبة).
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada
kami Ismaa’iil bin Ibraahiim : Telah mengkhabarkan kepada kami
Al-Hajjaaj bin Abi ‘Utsmaan : telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Abi
Katsiir : Bahwasannya Abu Katsiir menceritakan kepadanya, dari Abu
Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Khamr itu berasal dari dua jenis pohon ini : kurma dan
anggur” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1985].
حدثني إسحق: حدثنا النضر: أخبرنا شُعبة، عن سعيد بن أبي بردة، عن أبيه، عن
جده قال : لما بعثه رسول الله صلى الله عليه وسلم ومعاذ بن جبل قال لهما:
(يسرا ولا تعسرا، وبشرا ولا تنفرا، وتطاوعا). قال أبو موسى: يا رسول الله،
إنا بأرض يصنع فيها شراب من العسل، يقال له البتع، وشراب من الشعير، يقال
له المزر؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (كل مسكر حرام).
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami
An-Nadlr : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’bah, dari Sa’iid bin Abi
Burdah, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : Ketika
Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya dan Mu’aadz bin
Jabal ke Yaman, beliau bersabda kepada keduanya : “Permudahlah dan
jangan kalian persulit. Berikanlah khabar gembira dan jangan membuat
orang lari (dari dakwah). Dan bahu-membahulah kalian”. Abu Muusaa
berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di negeri yang
dibuat padanya minuman dari madu yang disebut al-bit’u dan minuman yang
terbuat dari gandum yang disebut al-mizr”. Maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap yang memabukkan itu haram”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6124].
Beberapa bahan yang disebutkan dalam riwayat-riwayat di atas bukanlah
sebagai pembatas. Al-Baghawiy rahimahullah berkata setelah menyebutkan
hadits ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu di atas :
في هذه الأحاديث دليل واضح على بطلان قول من زعم أن الخمر إنما هي عصير
العنب، أو رطب البيء الشديد منه، وعلى فساد قول من زعم، أن لا خمر إلا من
العنب، أو الزبيب، أو الرطب، أو التمر، بل كل مسكر خمر، وإن الخمر ما يخامر
العقل. وقد روي عن الشعبي، عن النعمان بن بشير قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : ((إن من العنب خمرا، وإن من العسل خمرا، وإن من البر
خمرا، وإن من الشعير خمرا)). فهذا تصريح بأن الخمر قد تكون من غير العنب
والتمر، وتخصيص هذه الأشياء بالذكر ليس لما أن الخمر لا تكون إل من هذه
الخمسة، بل كل ما كان في معناها من ذرة وصلت وعصارة شجر، فحكمه حكمها،
وتخصيصها بالذكر، لكونها معهودة في ذلك الزمان. وقد روي عن أبي هريرة قال :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((الخمر من هاتين الشجرتين : النخلة
والعنبة)). وهذا لا يخالف حديث النعمان بن بشير، وإنما معناه : أن معظم
الخمر يكون منها، وهو الأغلب على عادات الناس فيما يتخذونه من الخمور.
“Pada hadits-hadits ini terdapat dalil yang jelas atas batilnya pendapat
orang yang mengatakan bahwa khamr itu hanya terbatas pada perasan
anggur atau ruthab mentah yang masih keras. Juga menunjukkan rusaknya
pendapat orang yang mengatakan bahwa tidak ada khamr selain yanng
berasal dari anggur, kismis, atau tamr. Bahkan, segala sesuatu yang
memabukkan adalah haram. Dan sesungguhnya khamr adalah apa-apa yang
mencampuri/mengacaukan akal. Telah diriwayatkan dari Asy-Sya’biy, dari
An-Nu’maan bin Basyiir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sesungguhnya pada anggur, madu, burr
(sejenis gandum), dan gandum terdapat khamr’. Maka jelaslah bahwa khamr
dapat juga berasal dari selain anggur dan tamr.
Pengkhususan terhadap hal-hal itu dengan penyebutannya, bukanlah
mengartikan tidak ada khamr kecuali dari lima jenis ini. Bahkan setiap
hal yang tercakup maknanya dari jagung, gandum hitam, dan sari-sari
pohon (nira), maka hukumnya sama dengan hukum khamr (jika ia
memabukkan). Pengkhususan dengan penyebutannya adalah karena
kenyataannya khamr hanya dibuat dari lima jenis pada jaman itu. Telah
diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam :‘Khamr itu berasal dari dua jenis pohon
ini : kurma dan anggur’. Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits
An-Nu’maan bin Basyiir. Hanya saja maknanya adalah : Sesungguhnya
kebanyakan khamr berasal darinya, dan kebanyakan orang memang biasa
membuat khamr darinya[4]” [Syarhus-Sunnah, 11/352-353].
Setelah kita sepakat bahwa minuman bisa disebut sebagai khamr itu
berdasarkan pada sifatnya (yang dapat memabukkan sehingga menutupi akal)
bukan pada bahannya; sekarang kita fokus pada judul di atas : Apakah
semua minuman yang mengandung alkohol itu bisa disebut sebagai khamr
yang mengkonsekuensikan pada haram ? Perhatikan riwayat berikut :
حدثنا عبيدالله بن معاذ العنبري. حدثنا أبي. حدثنا شعبة عن يحيى بن عبيد،
أبي عمر البهراني، قال: سمعت ابن عباس يقول : كان رسول الله صلى الله عليه
وسلم ينتبذ له في أول الليل، فيشربه، إذا أصبح، يومه ذلك، والليلة التي
تجيء، والغد والليلة الأخرى، والغد إلى العصر. فإن بقي شيء، سقاه الخادم؛
أو أمر به فصب.
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy :
Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami
Syu’bah, dari Yahyaa bin ‘Ubaid Abu ‘Umar Al-Bahraaniy, ia berkata : Aku
mendengar Ibnu ‘Abbaas berkata : Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa
salam pernah dibuatkan perasan nabiidz di awal malam, lalu beliau
meminumnya di waktu pagi/shubuh pada hari itu dan malam harinya,
kemudian lusanya dan malam harinya, hingga keesokan harinya sampai
waktu ‘Ashar (yaitu hari ketiga setelah minuman itu dibuat –
Abul-Jauzaa’). Jika minuman itu masih tersisa, maka beliau memberikannya
kepada pembantu beliau atau memerintahkannya untuk dibuang”.
وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب وإسحاق بن إبراهيم - واللفظ لأبي بكر
وأبي كريب - (قال إسحاق: أخبرنا. وقال الآخران: حدثنا) أبو معاوية عن
الأعمش، عن أبي عمر، عن ابن عباس. قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم
ينقع له الزبيب. فيشربه اليوم والغد وبعد الغد إلى مساء الثالثة. ثم يأمر
به فيسقى أو يهراق.
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, Abu Kuraib,
dan Ishaaq bin Ibraahiim – dan lafadh hadits ini adalah milik Abu Bakr
dan Abu Kuraib – Ishaaq berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami, dan
yang lain berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah, dari
Al-A’masy, dari Abu ‘Umar, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah dibuatkan perasan kismis/zabiib.
Maka beliau meminumnya pada hari itu, besoknya, dan lusa hingga waktu
sore di hari ketiga. Kemudian beliau memerintahkan (pembantunya) untuk
meminumnya atau menumpahkannya/membuangnya”.
وحدثني محمد بن أحمد بن أبي خلف. حدثنا زكرياء بن عدي. حدثنا عبيدالله عن زيد، عن يحيى، أبي عمر النخعي. قال:
سأل قوم ابن عباس عن بيع الخمر وشرائها والتجارة فيها؟ فقال: أمسلمون أنتم؟
قالوا: نعم. قال: فإنه لا يصلح بيعها ولا شراؤها ولا التجارة فيها. قال:
فسألوه عن النبيذ؟ فقال: خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر. ثم رجع
وقد نبذ ناس من أصحابه في حناتم ونقير ودباء. فأمر به فأهريق. ثم أمر بسقاء
فجعل فيه زبيب وماء. فجعل من الليل فأصبح. فشرب منه يومه ذلك وليلته
المستقبلة. ومن الغد حتى أمسى. فشرب وسقى. فلما أصبح أمر بما بقي منه
فأهريق
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ahmad bin Abi Khalaf :
Telah menceritakan keada kami Zakariyyaa bin ‘Adiy : Telah menceritakan
kepada kami ‘Ubaidullah, dari Zaid, dari Yahyaa Abu ‘Umar An-Nakha’iy,
ia berkata : Beberapa orang bertanya kepada Ibnu ‘Abbaas tentang
memperdagangkan khamr; membeli dan menjualnya lagi. Maka ia (Ibnu
‘Abbaas) balik bertanya : "Apakah kalian orang-orang muslim?". Mereka
menjawab : "Ya, benar." Ibnu ‘Abbaas berkata :"Sesungguhnya tidak boleh
memperdagangkan khamr; membelinya dan menjualnya". Yahya berkata :
"Kemudian mereka bertanya mengenai nabiidz (minuman yang terbuat dari
perasan buah). Maka Ibnu ‘Abbaas berkata : "Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallampernah keluar kota, kemudian beliau kembali pulang yang
ternyata sebagian shahabat beliau sedang membuat perasan di dalam
khantam,naqiir, dan dubaa’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun
menyuruh untuk menumpahkannya. Setelah itu, beliau membuat perasan dari
buah anggur dan air, lalu membiarkannya hingga malam. Keesokan harinya
beliau meminum perasan tersebut, lalu malam harinya, lalu keesokan
harinya lagi dan lusa hingga waktu sampai sore. Dan apabila di pagi
harinya perasan tersebut masih tersisa, maka beliau memerintahkan untuk
menumpahkannya" [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2004].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
في هذه الأحاديث دلالة على جواز الانتباذ وجواز شرب النبيذ ما دام حلواً لم
يتغير ولم يغل وهذا جائز بإجماع الأمة، وأما سقيه الخادم بعد الثلاث وصبه
فلأنه لا يؤمن بعد الثلاث تغيره وكان النبي صلى الله عليه وسلم يتنزه عنه
بعد الثلاث. وقوله: (سقاه الخادم أو صبه) معناه تارة يسقيه الخادم وتارة
يصبه وذلك الاختلاف لإختلاف حال النبيذ، فإن كان لم يظهر فيه تغير ونحوه من
مبادئ الإسكار سقاه الخادم ولا يريقه لأنه مال تحرم إضاعته ويترك شربه
تنزهاً، وإن كان قد ظهر فيه شيء من مبادئ الإسكار والتغير أراقه لأنه إذا
أسكر صار حراماً ونجساً فيراق ولا يسقيه الخادم لأن المسكر لا يجوز سقيه
الخادم كما لا يجوز شربه، وأما شربه صلى الله عليه وسلم قبل الثلاث فكان
حيث لا تغير ولا مبادئ تغير ولا شك أصلاً والله أعلم
“Dalam hadits-hadits ini terdapat petunjuk diperbolehkannya membuat dan
meminumnabiidz (kurma/kismis yang direndam dan difermentasikan) selama
masih terasa manis, belum berubah, dan belum menggelegak (berbuih). Hal
ini diperbolehkan berdasarkan ijma’ umat. Adapun memberikan minum kepada
pembantu (khadiim) setelah tiga hari dan membuangnya setelah tiga hari,
karena beliau tidak merasa aman setelah tiga hari itu dari berubahnya
nabiidz tadi. Adalah Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam menjauhi
nabiidzsetelah masa tiga hari (dari pembuatan). Dan perkataannya (Ibnu
‘Abbaas) : ‘beliau memberikannya kepada pembantu beliau atau
memerintahkannya untuk dibuang’; maknanya adalah kadang beliau
memberikan kepada pembantunya kadang beliau memerintahkan untuk
membuangnya. Perbedaan perbuatan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tersebut karena perbedaan kondisi nabiidz. Seandainya tidak ada
perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan, maka beliau
memberikannya kepada pembantu beliau dan tidak membuangnya, karena ia
termasuk jenis harta yang diharamkan disia-siakan. Beliaushallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak meminumnya untuk menjaga diri. Namun seandainya
terjadi perubahan yang mengindikasikan minuman tersebut memabukkan dan
berubah (menjadi khamr), beliau membuangnya. Karena jika minuman
tersebut menyebabkan mabuk, jadilah ia haram dan najis. Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuangnya dan tidak memberikannya
kepada pembantunya (untuk diminum). Minuman yang memabukkan yang tidak
boleh diberikan kepada pembantu sebagaimana tidak diperbolehkan
meminumnya sendiri. Mengenai Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam
meminumnya sebelum tiga hari, hal itu dikarenakan belum berubah
karakternya, tidak ada indikasi perubahan, dan tidak ada keraguan (bahwa
ia halal) secara asal. Wallaahu a’lam [Syarh Shahih Muslim, 7/190]
Ada beberapa faedah yang dapat kita ambil terkait dengan bahasan ini.
Minuman yang difermentasikan selama tidak berubah karakternya menjadi
memabukkan, maka ia boleh untuk diminum. Sebagaimana kita tahu, proses
fermentasi itu akan menghasilkan alkohol[5]. Ringkas kata, selama
kandungan alkohol dalam satu minuman tidak mencapai kadar memabukkan,
maka ia halal diminum.
Satu point telah kita dapat, yaitu : tidak selamanya minuman yang mengandung alkohol itu disebut khamr dan haram hukumnya.
Untuk memperjelas maksud tulisan ini, dapat saya ilustrasikan sebagai berikut :
Jika kita mempunyai seember besar air yang kemudian tercampur dengan
setetes alkohol, bukankah artinya air itu mengandung alkohol (meskipun
dengan kadar yang sangat sedikit?. Jawabnya : Benar. Seandainya kita
minum air tersebut sebanyak yang kita mampu, apakah air itu dapat
membuat kita mabuk ? Jawabnya : Tidak. Apakah ia bisa disebut sebagai
khamr ?. Jawabnya : Tidak.
[Jadi, air seember besar yang tercampur setetes alkohol tadi tidak memenuhi definisi khamr di atas].
Nah, di sini akan semakin jelas maksud dari riwayat berikut :
حدثنا قتيبة ثنا إسماعيل يعني بن جعفر عن داود بن بكر بن أبي الفرات عن
محمد بن المنكدر عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
: ما أسكر كثيره فقليله حرام
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami
Ismaa’iil – yaitu Ibnu Ja’far - , dari Daawud bin Bakr bin Abi Furaat,
dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang
banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun hukumnya tetap haram”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3681; dishahihkan oleh Al-Albaaniy
dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 2/419].
أخبرنا حميد بن مخلد قال حدثنا سعيد بن الحكم قال أنبأنا محمد بن جعفر قال
حدثني الضحاك بن عثمان عن بكير بن عبد الله بن الأشج عن عامر بن سعد عن
أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : أنهاكم عن قليل ما أسكر كثير
Telah mengkhbarkan kepada kami Humaid bin Makhlad, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Sa’iid bin Al-Hakam, ia berkata : Telah
memberitakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Adl-Dlahhaak bin ‘Utsmaan, dari Bukair bin
‘Abdillah Al-Asyja’, dari ‘Aamir bin Sa’d, dari ayahnya, dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallami, beliau bersabda : “Aku melarangmu dari
yang sedikit apa-apa yang banyaknya menyebabkan mabuk” [Diriwayatkan
oleh An-Nasaa’iy no. 5608; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih
Sunan An-Nasaa’iy, 3/503].
As-Sindiy rahimahullah berkata :
ما أسكر كثيره أي ما يحصل السكر بشرب كثيره فهو حرام قليله وكثيره وان كان
قليلة غير مسكر وبه أخذ الجمهور وعليه الاعتماد عند علمائنا الحنفية
والاعتماد على القول بأن المحرم هوالشربة المسكرة وماكان قبلها فحلال قد
رده المحققون كما رده المصنف رحمه الله تعالى قوله
“Apa-apa yang banyaknya memabukkan ketika meminumnya, maka ia haram
dalam baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, meskipun minum sedikit
tanpa mabuk. Itulah pendapat yang diambil jumhur ulama dan yang dipegang
ulama kita dari madzhab Hanafiyyah. Adapun orang yang berpegang pada
pendapat haram ketika menyebabkan mabuk, namun sebelumnya adalah halal
(jika diminum sedikit tidak sampai mabuk), maka pendapat ini telah
dibantah oleh para muhaqqiq sebagaimana telah dibantah oleh mushannif
(yaitu An-Nasaa’iy) rahimahullah” [Hasyiyyah As-Sindiy ‘ala Sunan
An-Nasaa’iy, 8/300-301].
Terkait dengan alkohol, berdasarkan uraian di atas, hal yang lebih
menentukan apakah ia termasuk khamr atau tidak, apakah ia memabukkan
atau tidak ketika diminum dalam jumlah banyak (sehingga ketika diminum
dalam jumlah sedikit menjadi haram); adalah prosentase kandungan alkohol
dalam minuman. Jika prosentasenya sangat sedikit – sebagaimana
ilustrasi/contoh yang telah diberikan - , maka itu bukan khamr. Jika
sebaliknya, maka ia bisa masuk dalam katagori khamr. Semakin lama proses
fermentasi, maka akan semakin tinggi kadar (prosentase) alkohol yang
ada.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwanya telah menetapkan
batas maksimalkandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang
digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan yaitu 1 persen.
Secara mudah ketetapan ini dibahasakan : Satu persen adalah batas asumsi
maksimal alkohol yang tidak menyebabkan orang mabuk ketika
mengkonsumsinya dalam jumlah banyak.
Berapa kadar alkohol maksimal yang dapat ditoleransi mungkin akan
berbeda-beda antara satu pihak dengan yang lainnya, karena ia adalah
perkara ijtihadiyyah. Penelitian para ahli dan pengalaman empiris sangat
membantu dalam penentuan ini.
O iya, saya ingat, dulu pernah sempat ribut mengenai fatwa seorang tokoh
timur tengah yang ‘membolehkan’ minuman yang berkadar alkohol maksimal
0,5% dengan syarat bahwa ia merupakan bagian dari proses fermentasi
alami. Beliau dalam fatwa tersebut merujuk pada hadits Ibnu ‘Abbaas yang
disebutkan di atas. Beberapa orang kemudian menganggap fatwa itu
‘kontroversial’, dan bahkan ada sebagian orang menghukumi yang
bersangkutan telah menghalalkan khamr.
Saya tidak akan berperan menjadi wasit atas pro-kontra itu. Artikel di
atas setidaknya – saya harapkan begitu - dapat memberikan gambaran
positioning permasalahan.
Semoga ada manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar