Peringatan Maulid Nabi Muhammad adalah masalah muamalah. Karena
memperingati Maulid Nabi itu masalah muamalah, maka manusia dibolehkan
berinovasi (Arab, bid'ah) selagi tidak ada perbuatan yang melanggar
syariah. Sama dengan bolehnya manusia memakai komputer, browsing
internet, naik mobil dan pesawat terbang walaupun semua ini tidak ada
pada zaman Nabi dan para Sahabat. Dalam kaidah fikih dikatakan bahwa
"hukum asal dari masalah muamalah adalah boleh." Sedangkan kaum Wahabi
menganggap bahwa Maulid Nabi termasuk ibadah yang bersifat tauqifi dan
harus berdasarkan atas Quran dan hadits. Perbedaan dasar inilah yang
membuat kontroversi Maulid Nabi sulit menemukan titik temu antara kaum
Wahabi yang mengharamkan dan kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah yang
membolehkan.
Memperingati atau merayakan maulid Nabi Muhammad s.a.w sudah menjadi
tradisi yang mengakar di kalangan umat Islam Indonesia. Hari kelahiran
Nabi Muhammad yang jatuh pada 12 Rabiul Awal ini bahkan sudah menjadi
salah satu hari besar dan hari libur nasional. Hukum merayakan maulid
Nabi dipertanyakan halal haramnya setelah munculnya kelompok neo
Khawarij yang bernama Wahabi yang mengharamkan peringatan maulid Nabi
dan menganggapnya sebagai bid'ah dhalalah (sesat).
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari
tersebut dijadikan sebagaihari besar dan hari libur nasional. Imam
As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid menerangkan
bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalahMalik
Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang terkenal loyal
dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu
dinar kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil
menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul
At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir.
Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid
Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh
khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan
puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai
akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan
bersenjata.
Sesungguhnya Nabi Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam adalah utusan
Allah dan rahmat bagi sekalian alam.Nabi Muhammad SAW. adalah nikmat
terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta.
Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak
mengenal Rabb pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan
moral yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik.
Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu
kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta
membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi
memancar dari jazirah Arab. Dunia ini melahirkan seorang Rasul yang
ditunggu oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan
membawanya kepada cahaya ilahi.Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu
jagad raya membuat alam tersenyum, gembira dan memancarkan cahaya.
Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi pengarang kitab Maulid
Habsyi (Biasa disebut Simtu Duror atau lengkapnya Simthud-Durar fi
akhbar Mawlid Khairil Basyar min akhlaqi wa awshaafi wa siyar)
menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:
اشرق الكون ابتهاجا بوجود المصطفى احمد و لأهل الكون انس وسرور قد تجدد
“Alam bersinar cemerlang bersukaria demi menyambut kelahiran Ahmad
Al-Musthofa Penghuni alam bersukacita Dengan kegembiraan yang berterusan
selamanya”.
Dengan tuntunan Allah SWT Nabi Muhammad SAW pun berhasil melaksanakan
misi risalah yang diamanahkan kepadanya. Setelah melalui perjalanan
dakwah dan jihad selama kurang lebih 23 tahun dengan berbagai macam
rintangan dan hambatan yang menimpa Rasulullah SAW berhasil mengeluarkan
umat dan mengantarkan bangsa Arab dari penyembahan makhluk menuju
kepada penyembahan Rabbnya makhluk, dari kezaliman jahiliyah menuju
keadilan Islam. Jazakallah ya Rasulallah an ummatika afdhola ma jazallah
nabiyyan an ummatih.
Baiklah sebelum kita membahas masalah memperingati Maulid Nabi SAW serta
membahas dalil-dalil yang menunjukan bolehnya memperingati Maulid yang
mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut,ada beberapa hal yang harus
diperhatikan berkaitan dengan perayaan maulid.
Pertama,kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari
kelahirannya,melainkan selalu dan selamanya,di setiap waktu dan setiap
kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan,terlebih lagi pada bulan
kelahiran beliau,yaitu Rabi’ul Awwal,dan pada hari kelahiran beliau,hari
Senin.
Tidak layak seorang yang berakal bertanya,“Mengapa kalian
memperingatinya? ”Karena, seolah-olah ia bertanya,“Mengapa kalian
bergembira dengan adanya Nabi SAW?” Apakah sah bila pertanyaan ini
timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah
pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun
saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian,
“Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau,
saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya
mencintainya karena saya seorang mukmin”.
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk
mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri
beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir,memuliakan orang-orang
fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati
orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada
malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash
syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang
lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan
ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini,
karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain
yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita,
terutama pada bulan Maulid.
Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana
terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga
yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan
umat tentang Nabi,baik akhlaqnya,hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya,
maupun ibadahnya,di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan
kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah,keburukan,dan
fitnah.
Jika peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah
kehidupan Rasulullah saw., mengingat kepribadian beliau yang agung,
mengingat misinya yang universal dan abadi, misi yang Allah tegaskan
sebagai rahmatan lil ‘alamin. Ketika acara maulid seperti demikian,
alasan apa masih disebut dengan bid’ah? dan setiap bid’ah pasti sesat,
dan setiap yang sesat pasti masuk neraka, tidak semuanya benar.! Sebagai
pembuka dalam pembahasan memperingati Maulid Nabi SAW,ada baiknya kita
kutip perkataan seorang ulama kharismatik dari Universitas Al-Azhar
Mesir Imam Mutawalli Sha`Rawi dalam bukunya al-Fikr Ma’idat al-Islamiyya
” Jika makhluk hidup bahagia atas kelahiran Nabi nya itu dan semua
tanaman senang atas kelahirannya, semua binatang senang atas
kelahirannya semua malaikat senang atas kelahirannya, dan semua jin
senang atas kelahirannya, mengapa engkau mencegah kami dari yang bahagia
atas kelahirannya? “ (untuk menjawab pendapat orang orang yang tidak
memperbolehkan perayaan Maulid Nabi).
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT
kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat
kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Dari latar belakang ini lah umat islam merasakan kebahagian luar biasa
atas kelahiran nabi dan memperingatinya setiap tahunnya, bahkan pada
saat ini di setiap negara muslim, kita pasti menemukan orang-orang yang
merayakan ulang tahun Nabi yang disebut dengan hari Maulid Nabi. Hal ini
berlaku pada mayoritas umat islam di banyak Negara misalnya sebagai
berikut: Mesir, Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Irak, Kuwait, Uni
Emirat, Saudi Arabia (pada sebagian tempat saja) Sudan, Yaman, Libya,
Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki,
Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan,
Turkestan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan sebagian
besar negara- negara Islam lainnya. Di negara-negara tersebut bahkan
kebanyakan diperingati sebagai hari libur nasional. Semua negara-negara
ini, yaitu duwal islamiyah, merayakan hari peringatan peristiwa ini.
Bagaimana bisa pada saat ini ada sebagian minoritas yang berpendapat dan
mempunyai keputusan bahwa memperingati acara maulid Nabi adalah sebuah
keharaman dan bid’ah yang sebaiknya di tinggalkan oleh umat islam. Hukum
perayaan maulid telah menjadi topik perdebatan para ulama sejak lama
dalam sejarah Islam, yaitu antara kalangan yang memperbolehkan dan yang
melarangnya karena dianggap bid’ah.
Hingga saat ini pun masalah hukum maulid, masih menjadi topik hangat
yang diperdebatkan kalangan muslim. Yang ironis, di beberapa lapisan
masyarakat muslim saat ini permasalahan peringatan maulid sering
dijadikan tema untuk berbeda pendapat yang kurang sehat, dijadikan topik
untuk saling menghujat, saling menuduh sesat dan lain sebagainya.
Bahkan yang tragis, masalah peringatan maulid nabi ini juga menimbulkan
kekerasan sektarianisme antar pemeluk Islam di beberapa tempat. Untuk
lebih jelas mengenai duduk persoalan hukum maulid ini, ada baiknya kita
telaah kembali sejarah pemikiran Islam tentang perayaan Maulid ini dari
pendapat para ulama terdahulu dan menelisik lebih jauh awal mula tradisi
perayaan Maulid ini. Tentu saja tulisan ini tidak memuat semua pendapat
ulama Islam, tetapi cukup dapat dijadikan rujukan untuk membuat sebuah
peta pemikiran dalam memahi hakikat Maulid secara komprehensif dan
menyikapinya dengan bijaksana.
SEJARAH MAULID
Memang benar Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan
hari lahirnya. Kita belum pernah menjumpai suatu hadits/nash yang
menerangkan bahwa pada setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli
sejarah mengatakan 9 Rabiul Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara
peringatan hari kelahirannya. Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita
belum pernah mendapati para shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para
tabi`in dan tabi`it tabi`in. Menurut Al-Sakhowi, al-Maqrizi Al-Syafi’i
(854 H) dalam bukunya “Al-Khutath” menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai
diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyah di Mesir.
Dinasti Fathimiyyah mulai menguasai Mesir pada tahun 358 H dengan
rajanya Al-Muiz Lidinillah,
Namun sebenarnya menurut DR.N.J.G. Kaptein peneliti sejarah kebudayaan
Islam dari Leiden University sumber asli yang menyebutkan tentang Maulid
Nabi pada zaman tersebut sudah hilang. Konsekuensinya, perayaan Maulid
pada zaman Fathimiyyah hanya diketahui secara tidak langsung dari
beberapa sumber sejarawan yang hidup belakangan seperti Al-Maqrizi yang
hanya melacak dari kitab yang telah hilang dari ulama zaman Fathimiyyah
yaitu Ibnu Ma’mun ( Nama lengkapnya adalah Jamaluddin ibn Al-Ma’mun Abi
Abdillah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar Al-Bata’ihi dilahirkan sekitar
sebelum tahun 515 H. Ayahnya adalah seorang wazir dinasti Fathimiyyah)
dan Ibnu Tuwayr (Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdus Salam
Al-Murtadho ibn Muhamammad ibn Abdus Salam ibn Al-Tuwayr Al-Fahrani
Al-Qaysarani(525/1130-617/1220) seorang ulama dan sejarawan Mesir di
antara kitabnya adalah Nuzhatul al maqtalaini fi akhbar al duwalataini
al fatimiyyah wa sholahiyyah) Ibnu Al-Ma’mun.
Kitab Sejarah yang paling awal menyebutkan tentang maulid di zaman
Fathimiyyah adalah kitab karangan Ibn Al-Ma’mun. Sebenarnya kitab ini
sudah hilang tetapi ada beberapa penulis yang menggunakan sumber dari
hasil karya beliau di antaranya adalah Ibn Zafir (Wafat 613/1216 )[7],
Kedua Ibn Muyassar(677/1277), ketiga Ibn Abd Al Zahir(w 692/1292).
Tetapi yang paling banyak menggunakan sumber dokumentasi sejarah Ibn
Ma’mun adalah sejarawan Al-Maqrizi Al-Syafi’i.Dalam beberapa bagian
dalam kitab Khutat, Ibn Al-Ma’mun adalah salah satu sumber yang paling
penting tentang deskripsi acara acara yang dilakukan oleh Dinasti
Fathimiyyah seperti perayaan hari besar, festival, upacara dan
sebagainya. Karena Ibn Al-Ma’mun adalah saksi hidup sebagai anak dari
seorang wazir yang biasa menyelenggarakan banyak kegiatan perayaan dan
seremonial kerajaan.Maulid di kenal kala itu dengan kata “Qala”. Ibn
Al-Ma’mun berkata : sejak Afdhal Syahinsyah ibn Amirul Juyusy Badr
al-Jamali menjadi wazir dia menghapus empat perayaan maulid yaitu maulid
Nabi, Ali, Fatimah, dan imam yang saat itu memerintah. Sampai dia wafat
tahun 515H barulah perayaan Maulid Nabi diselenggarakan lagi seperti
dahulu oleh khalifah Al-Amir dan itu diteruskan sampai sekarang.
Sumber kedua dari informasi perayaan Maulid pada zaman Fatimiyah adalah
Ibn Al-Tuwayr. Penulis yang banyak menggunakan tulisan dia sebagai
sumber sejarah adalah di antaranya adalah Ibn Al-Furat (807H), Ibn
Khaldun (808H), Ibn Duqmaq (809H), Al-Qashashandi (821H), Al-Maqrazi
(845H), Ibn Hajar Al-Asqalani (874H), Penulis-penulis tersebut
menggunakan sumber informasi Ibn Tuwayr untuk mengkaji
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada era Dinasti Fathimiyyah.
Beberapa peristiwa sejarah penting tentang sebuah perayaan terdapat di
dalam dokumennya yang disebut mukhlaqat yang kemudian dicatat oleh para
sejarawan selanjutnya seperti Al-Maqrizi yang kitab nya bisa kita baca
pada zaman sekarang.Ibn Al-Tuwayr berkata, perayaan Maulid saat dinasti
Fathimiyyah itu ada enam perayaan dan di antaranya adalah perayaan
Maulid Nabi, Ali Bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein, dan Khalifah
yang saat itu memerintah. Ketika 12 Rabiul Awal datang, di beberapa
tempat diadakan acara besar seperti membaca Al-Qur’an, pengajian di
beberapa masjid dan mushola, dan beberapa majelis juga ikut untuk
merayakannya. Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitab tarikhnya bidayah wa
nihayah, diikuti oleh Alhafiz Imam Suyuthi dalam Husn Al-Maqsid Fi ‘Amal
al-Maulid juga pendapat yang dikuatkan oleh Prof Dr Sayyid Muhammad
Alwi Al maliki dalam kitabnya Haula al Ihtifal bil Maulidi Nabawy As
Syarif, menurut mereka yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah
seorang Raja Irbil (Saat itu gubernur terkadang di sebut malik atau
amir.
Irbil saat itu adalah propinsi masuk dalam Dinasti Ayyubiyyah.Irbil saat
ini masuk dalam wilayah Kurdistan Iraq) yang dikenal keshalehannya dan
kebaikannya dalam sejarah Islam yaitu Malik Muzhaffaruddin Abu Said
Kukburi ibn Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin pada tahun 630 H. Beliau adalah
seorang pembesar dinasti Ayyubiyah yang kemudian dia mendapatkan mandat
untuk memerintah Irbil pada tahun 586 H. Ibn Katsir bercerita
mengatakan: “ Malik Muzhaffaruddin mengadakan peringatan Maulid Nabi
pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran.
Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al- Jauzi bahwa dalam peringatan
tersebut Malik Muzhaffaruddin mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh
para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama fiqh, ulama hadits,
ulama kalam, ulama ushul, para ahli tasawwuf dan lainnya.
Sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan berbagai
persiapan. Ia menyembelih 15.000 ekor Kambing, 10.000 ekor Ayam, 100
Kuda, 100 ribu keju, 30 ribu manisan untuk hidangan para tamu yang akan
hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Setiap tahunnya perayaan ini
menghabiskan 300.000 Dinar. Perayaan ini diisi oleh ulama-ulama serta
tokoh-tokoh sufi dari mulai Dzuhur sampe Subuh dengan ceramah-ceramah
dan tarian-tarian sufi.
Segenap para ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang
dilakukan oleh raja Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua mengapresiasi
dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar besar-besaran itu.
Menurut ibn khalIikan, perayaan tersebut dihadiri oleh ulama dan
sufi-sufi dari tetangga irbil, dari Baghdad, Mosul, Jaziroh, Sinjar,
Nashibin, yang sudah berdatangan sejak Muharram sampai Rabiul Awwal.
Pada awalnya Malik Muzhaffaruddin mendirikan kubah dari kayu sekitar 20
kubah, di mana setiap kubahnya memuat 4-5 kelompok, dan setiap bulan
Safar kubah-kubah tersebut dihiasi dengan berbagai macam hiasan indah,
di setiap kubah terdapat sekelompok paduan suara dan seperangkat alat
musik, pada masa ini semua kegiatan masyarakat terfokus pada pelaksanaan
acara pra-maulid dan mendekorasi kubah-kubah tersebut.
Ibn Khallikan juga menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah
datang dari Maroko menuju Syam untuk selanjutnya menuju Irak, ketika
melintasi daerah Irbil, beliau mendapati Malik Muzhaffaruddin , raja
Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi.
Oleh karenanya al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang
Maulid Nabi yang diberi judul “At-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-
Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Raja Al-Muzhaffar.
Perayaan itu dilaksanakan 2 kali dalam setahun, yaitu pada tanggal 8
Rabiul Awal dan 12 Rabiul Awal, karena perbedaan pendapat ulama dalam
Maulid Nabi.
Di Indonesia, terutama dipesantren, para kyai dulunya hanya membacakan
syi ’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian
ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang
sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran
Islam.
Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada,
demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam
telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan
haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti
bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas
seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.
Sekalipun dalam dua pendapat ini menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi
mulai dilakukan pada permulaan abad ke 4 H dan tidak pernah dilakukan
oleh Rasulullah, para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak
berarti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram.
Karena segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah atau
tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan
dengan ajaran Rasulullah sendiri sebagaimana yang akan kami terangkan
secara detail nanti pada Pembahasan hukum merayakan Maulid Nabi.
HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA AHLUS-SUNNAH
Mayoritas ulama membolehkan peringatan atau perayaan Maulid Nabi
Muhammad selagi tidak ada perbuatan yang melanggar syariat saat
peringatan tersebut. Jalaluddin As Suyuthi berpendapat bahwa sunnah itu
dapat terjadi dengan qiyas (analogi) tidak harus berdasarkan adanya
dalil Quran dan hadits.
FATWA JALALUDDIN AS SUYUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI
1. Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa memperingati maulid Nabi
Muhammad adalah bid'ah hasanah (baik). As-Suyuthi mengatakan:
وبعــــد: فقد وقع السؤال عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول، ما حكمه
من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟.
الجـــــواب:
عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن
ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في
مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو
من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى
الله عليه وسلم وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.
Arti kesimpulan: Perayaan Maulid Nabi yang berupa berkumpulnya manusia
dengan membaca ayat Quran dan sejarah Nabi dan memakan hidangan makanan
termasuk dari bid'ah yang baik (hasanah) yang mendapat pahala karena
bertujuan mengagungkan Nabi Muhammad dan menampakkan kegembiraan
terhadap kelahiran Nabi.
Alasan As-Suyuthi menganggap sunnah merayakan maulid Nabi karena hukum
sunnah itu tidak harus terjadi pada era Nabi, tapi bisa karena qiyas
Istilah bid'ah hasanah (baik) dan qabihah (buruk) yang dipakai
As-Suyuthi berasal dari Imam Nawawi dalam kitab تهذيب الأسماء واللغات
Tahdzibul Asma' wal Lughat.
FATWA ABUL KHATTAB AL DIHYAH TENTANG PERAYAAN MAULID NABI
2. Abul Khattab bin Dihyah pada tahun 604 H menulis kitab At Tanwir fi
Maulidil Basyir an-Nadzir (التنوير في مولد البشير النذير) khusus
membahas tentang bolehnya Maulid Nabi. Bin Dihyah adalah ulama ahli
hadits yang bergelar Al Hafidz asal Maroko yang terkenal pada zamannya.
3. Ismail bin Umar bin Katsir, penulis tafsir Al Quran Ibnu Katsir yang
terkenal termasuk yang membolehkan perayaan Maulid Nabi Muhammad
4. Syed Muhammad Alwi Al Maliki Al Hasnai dalam kitabnya Hawlal Ihtifal bi Dzikral Maulid an-Nabawi
FATWA YUSUF QARDHAWI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI
- Yusuf Qardhawi menganggap perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah baik. Qardhawi menyatakan:
فهناك لون من الاحتفال يمكن أن نقره ونعتبره نافعاً للمسلمين، ونحن نعلم أن
الصحابة رضوان الله عليهم لم يكونوا يحتفلون بمولد الرسول صلى الله عليه
وسلم ولا بالهجرة النبوية ولا بغزوة بدر، لماذا؟
لأن هذه الأشياء عاشوها بالفعل، وكانوا يحيون مع الرسول صلى الله عليه
وسلم، كان الرسول صلى الله عليه وسلم حياً في ضمائرهم، لم يغب عن وعيهم،
كان سعد بن أبي وقاص يقول: كنا نروي أبناءنا مغازي رسول الله صلى الله عليه
وسلم كما نحفِّظهم السورة من القرآن، بأن يحكوا للأولاد ماذا حدث في غزوة
بدر وفي غزوة أحد، وفي غزوة الخندق وفي غزوة خيبر، فكانوا يحكون لهم ماذا
حدث في حياة النبي صلى الله عليه وسلم، فلم يكونوا إذن في حاجة إلى تذكّر
هذه الأشياء.
ثم جاء عصر نسي الناس هذه الأحداث وأصبحت غائبة عن وعيهم، وغائبة عن عقولهم
وضمائرهم، فاحتاج الناس إلى إحياء هذه المعاني التي ماتت والتذكير بهذه
المآثر التي نُسيت، صحيح اتُخِذت بعض البدع في هذه الأشياء ولكنني أقول
إننا نحتفل بأن نذكر الناس بحقائق السيرة النبوية وحقائق الرسالة المحمدية،
فعندما أحتفل بمولد الرسول فأنا أحتفل بمولد الرسالة، فأنا أذكِّر الناس
برسالة رسول الله وبسيرة رسول الله
وفي هذه المناسبة أذكِّر الناس بهذا الحدث العظيم وبما يُستفاد به من دروس،
لأربط الناس بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا) [الأحزاب 21] لنضحي كما
ضحى الصحابة، كما ضحى علِيّ حينما وضع نفسه موضع النبي صلى الله عليه وسلم،
كما ضحت أسماء وهي تصعد إلى جبل ثور، هذا الجبل الشاق كل يوم، لنخطط كما
خطط النبي للهجرة، لنتوكل على الله كما توكل على الله حينما قال له أبو
بكر: والله يا رسول الله لو نظر أحدهم تحت قدميه لرآنا، فقال: "يا أبا بكر
ما ظنك في اثنين الله ثالثهما، لا تحزن إن الله معنا".
نحن في حاجة إلى هذه الدروس فهذا النوع من الاحتفال تذكير الناس بهذه
المعاني، أعتقد أن وراءه ثمرة إيجابية هي ربط المسلمين بالإسلام وربطهم
بسيرة النبي صلى الله عليه وسلم ليأخذوا منه الأسوة والقدوة، أما الأشياء
التي تخرج عن هذا فليست من الاحتفال؛ ولا نقر أحدًا عليها.
Artinya: Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap
bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak
merayakan Maulid Nabi Muhammad, hijrah Nabi dan Perang Badar, kenapa?
Karena kejadian-kejadian di atas mereka lakukan dalam kehidupan nyata.
Mereka hidup bersama Nabi. Dan Nabi hidup dalam hati mereka. Tidak
hilang dari kesadaran mereka. Sa'ad bin Abi Waqqas berkata: Kami
mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi sebagaimana
kami menghafal Surah dari Al-Qur'an dengan bercerita pada anak-anak apa
yang terjadi dalam Perang Badar dan Perang Uhud, Perang Khandaq, Perang
Khaibar. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada
masa hidup Nabi sehingga mereka tidak perlu memperingati
perayaan-perayaan semacam ini.
Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di
atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu
untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat
peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid'ah dalam
perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk
mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya.
Saat kita memperingati Maulid Nabi maka saya memperingati kelahiran
terutusnya Nabi; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya
Rasulullah dan kisah kenabian beliau.
... Kita saat ini sangat perlu untuk mempelajari (kisah Nabi) ini.
Perayaan semacam ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan
makna-makna di atas. Saya yakin bahwa di balik beberapa peringatan ini
terdapat hasil yang positif yaitu mengikat umat dengan Islam dan
mengikat mereka dengan sejarah Nabi untuk dimabil suri tauladan dan
panutan. Adapun hal-hal yang keluar dari ini, maka itu bukanlah perayaan
dan kami tidak mengakuinya.
FATWA SAID RAMADAN AL-BUTHI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI
Said Ramadhan Al-Buthi menilai bahwa Maulid Nabi bukan bid'ah walaupun
ia baru eksis setelah era Tabi'in atau Tabi'it Tabi'i. Ia berpendapat
tidak semua yang baru itu bid'ah. Dalam salah satu fatwanya ia
menyatakan:
ليس كل جديد بدعة
البدعة، بمعناها الاصطلاحي الشرعي، ضلالة يجب الابتعاد عنها، وينبغي
التحذير من الوقوع فيها. ما في ذلك ريب ولا خلاف. وأصل ذلك قول رسول الله
صلى الله علية وسلم فيما اتفق علية الشيخان (من احدث في أمرنا هذا ما ليس
منه فهورد) وقوله فيما رواه مسلم : (إن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدى
هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة).
ولكن ما هو المعنى المراد من كلمة (بدعة) هذه ؟
هل المراد بها معناها اللغوي الذي تعارف علية الناس فيكون المقصود بها إذن،
كل جديد طارئ على حياة المسلم، مما لم يفعله رسول الله صلى الله علية وسلم
ولا أحد من أصحابه، ولم يكن معروفا لديهم؟
إن الحياة ما تزال تتحول بأصحابها من حال ألي حال، وتنقلهم من طور إلى آخر..
Artinya: Ditinjau dari pengertian istilah yang syar'i tidak semua yang
baru itu bid'ah dhalalah (sesat) yang wajib dijauhi. Tidak ada keraguan
dan perbedaan dalam soal ini. Asal dari masalah bid'ah ini adalah sabda
Nabi riwayat Bukhari dan Muslim: Barangsiapa yang mengada-ada di dalam
urusan agama ini dengan sesuatu yang tidak berasal darinya, maka
tertolak." Dan sabda Nabi dalam sebuah hadits riwayat Muslim:
"Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sedangkan seburuk-buruk perkara
adalah perkara baru yang dibuat-buat, dan setiap yang bidah itu adalah
kesesatan."
Akan tetapi apa yang dimaksud dengan kata "bid'ah" di sini? Apakah yang
dimaksud dengan bid'ah secara lughawi (literal) yang umum diketahui
manusia sehingga yang dimaksud adalah setiap hal yang baru pada
kehidupan muslim yang tidak dilakukan Rasulullah dan para Sahabat tidak
ada yang tahu? Sesungguhnya kehidupan senantiasa berubah dari waktu ke
waktu dan berpindah dari masa ke masa yang lain ...
Lebih detail baca: الاحتفال بالمولد النبوي
FATWA SAYYID MUHAMMAD ALWI AL-MALIKI TENTANG PERAYAAN MAULID NABI
Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama terkenal Mekkah yang bukan Wahabi
menulis buku khusus tentang bolehnya merayakan Maulid Nabi Muhammad.
Kitabnya berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif.
Berikut salah satu isinya:
أننا نقول بجواز الاحتفال بالمولد النبوي الشريف والاجتماع لسماع سيرته
والصلاة والسلام عليه وسماع المدائح التي تُقال في حقه ، وإطعام الطعام
وإدخال السرور على قلوب الأمة
Artinya: Saya berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi dan
berkumpul untuk mendengar sejarah Nabi, membaca shalawat dan salam untuk
Nabi, mendengarkan puji-pujian yang diucapan untuk beliau, memberi
makan (pada yang hadir) dan menyenangkan hati umat.
Lebih detail baca: حول الاحتفال بذكرى المولد النبوي للسيد محمد علوي المالكي
- Habib Mundzir Al Musawa dalam bukunyaKenalilah Aqidahmu membuat daftar
panjang kalangan ulama dulu dan kontemporer (muta'akhirin) dan kitabnya
yang menghalalkan perayaan Maulid Nabi Muhammad sebagai berikut:
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi)
Syamsuddin Aljazriy dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif
Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy
Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Ibn Abidin rahimahullah dalam syarahnya maulid ibn hajar
Ibnul Jauzi dengan karangan maulidnya yg terkenal al aruus
Al Qasthalaniy dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah
Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya Urfu at ta’rif bi maulid assyarif.
Al ’Iraqy dg maulidnya Maurid al hana fi maulid assana
Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya Itmam anni’mah alal alam bi maulid sayidi waladu adam
Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg Maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
Muhammad Al maghribi dg Maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
HUKUM MAULID NABI MENURUT ULAMA WAHABI SALAFI
Adapun pendapat ulama Wahabi Salafihampir seragam: merayakan maulid Nabi adalah bid'ah dhalalah. Dan haram.
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan:
لا يجوز الاحتفال بمولد الرسول صلى الله عليه وسلم ، ولا غيره ؛ لأن ذلك من
البدع المحدثة في الدين ؛ لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعله ، ولا
خلفاؤه الراشدون ، ولا غيرهم من الصحابة ـ رضوان الله على الجميع ـ ولا
التابعون لهم بإحسان في القرون المفضلة ، وهم أعلم الناس بالسنة ، وأكمل
حباً لرسول الله صلى الله عليه وسلم ومتابعة لشرعه ممن بعدهم .
Artinya: Tidak boleh merayakan maulid (kelahiran) Nabi dan lainnya
karena termasuk bid'ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi, khalifah
yang empat, dan Sahabat lain dan tabi'in. Padahal mereka yang lebih
tahu tentang sunnah dan lebih sempurna kecintaannya pada Rasul dan lebih
mengikuti syariahnya daripada generasi setelahnya.
Muhammad bin Shalih Al-Utsaiminmenyatakan:
فالاحتفال به يعتبر من البدعة وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم : " كل
بدعة ضلالة " قال هذه الكلمة العامة ، وهو صلى الله عليه وسلم أعلم الناس
بما يقول ، وأفصح الناس بما ينطق ، وأنصح الناس فيما يرشد إليه ، وهذا
الأمر لا شك فيه ، لل يستثن النبي صلى الله عليه وسلم من البدع شيئاً لا
يكون ضلالة ، ومعلوم أن الضلالة خلاف الهدى ، ولهذا روى النسائي آخر الحديث
: " وكل ضلالة في النار " ولو كان الاحتفال بمولده صلى الله عليه وسلم من
الأمور المحبوبة إلى الله ورسوله لكانت مشروعة ، ولو كانت مشروعة لكانت
محفوظة ، لأن الله تعالى تكفل بحفظ شريعته ، ولو كانت محفوظة ما تركها
الخلفاء الراشدون والصحابة والتابعون لهم بإحسان وتابعوهم ، فلما لم يفعلوا
شيئاً من ذل علم أنه ليس من دين الله
Arti kesimpulan: Memperingati maulid Nabi itu bid'ah dhalalah (sesat)
DALIL-DALIL MAULID
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya
memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ada banyak alasan
dan argumentasi pula untuk tidak merayakan tradisi ini.Diantara
dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:
1. Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“ Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya,
sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut
dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat
bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107). Dalam sebuah hadist
disebutkan:
وذكر السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو لهب
رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت بعدكم راحة الا أن العذاب
يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد يوم
الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا لهب بمولده فاعتقها .
As-Suhaeli telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat abu
lahab dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,”Bagaimana keadaanmu?
Abu lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku diringankan
karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran
Rasul saw.”(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi al-kubra
hadits no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari al-Masyhur juz 11
hal431)
Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan
dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan
kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman
Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam
Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan
karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya
diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap
siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap
orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah
merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah
kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?
2. Beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada
Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.Rasulullah
SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa
setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk
mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ
ﻓَﻘَﺎﻝَ” :ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“ Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah
ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari
itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku. ” (H.R. Muslim)
3. Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)” Dari ayat
ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk
meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh
untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih
dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya
4. Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat,
dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً)الأحزاب
( “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah
salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh
syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak
manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya
5. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat
sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam.
Rasulullah bersabda:
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ
ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ
ﺷَﻰْﺀٌ (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )
“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik
maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia
juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa
berkurang pahala mereka sedikitpun “. (HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad
untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan
dengan al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.
Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali
tidak menyalahi satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan
demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk
mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid
Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan
kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum
pernah ada pada masa Nabi.
6. Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau,
mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau.
Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk
meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya.
Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
7. Peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan
menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan
sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.Dulu, di masa
Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah
yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan
memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau
ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan
orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang
mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan
manarik kecintaannya dan keridhaannya.
8. Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya
(kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul
sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna
kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.Manusia itu diciptakan
menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu
maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang
lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan
perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal
yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga
merupakan tuntutan agama.
9. Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari
kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan,
berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir,
adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling
nyata.
10. Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan
bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan:”
Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan.
Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan
rasul yang paling mulla?
11. Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para
ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua
tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang
diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang
dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa
yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
12. Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah,
dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh
syara’ dan terpuji.
13. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di
awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk
dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang
belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.
14. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah
pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan
penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya
para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar
ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan
shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”
Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan
bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.
15. Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW,
sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang balk),
karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah
kulliyyah (yang bersifat global).Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika
kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang
terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas),
karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
16. Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi
perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa
yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh
syara’
17. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau
dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah,
ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang
sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan
yang tersebut itu, adalah terpuji
18. Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak
dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu
kemunkaran,itu termasuk ajaran agama.
19. Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan)
tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam.
Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun
menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah
lalu.
20. Semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara
syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan
yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib
ditentang. Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang
disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki
dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan
banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai
Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan.
Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.
KESIMPULAN HUKUM MAULID
Peringatan atau perayaan maulid Nabi adalah bi'dah karena tidak
dilakukan pada zaman Nabi. Akan tetapi termasuk daripada bid'ah hasanah
(hal baru yang baik) selagi apa yang dilakukan dalam peringatan maulid
itu tidak bertentangan dengan spirit Al Quran, Sunnah, atsar Sahabat dan
ijma' ulama.
Pandangan Wahabi bahwa segala sesuatu yang baru yang tidak ada pada
zaman Nabi dianggap bi'dah sesat (dhalalah) adalah pandangan yang
sempit. Karena para Sahabat banyak melakukan bid'ah. Seperti Abu Bakar
dengan pengumpulan catatan Al Quran, Umar bin Khattab dengan tarawih dan
Utsman bin Affan dengan pembukuan Al Quran yang dikenal dengan mushaf
Utsmani.
Semoga bermanfaat untuk semangat ukhuwah Islamiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar