Sebagian orang merasa tak tega menyantap daging kelinci, mamalia berbulu
yang sering dijadikan peliharaan. Padahal, daging kelinci halal. Namun,
ada pula yang menganggap daging kelinci haram dikonsumsi. Mana yang
benar?
Meski tak sepopuler daging sapi atau ayam, daging kelinci juga
dikonsumsi di Eropa, Tiongkok, Amerika, dan sebagian Timur Tengah.
Rasanya disebut-sebut mirip daging ayam yang cocok dipadukan dengan
bumbu apa saja.
Daging kelincipun lebih rendah lemak dibanding daging sapi, babi, dan
ayam. Dagingnya juga disebut-sebut rendah kolesterol dan tinggi protein.
Namun, kandungan asam lemak esensialnya tak begitu banyak.
Sebagian muslim menilai daging kelinci haram dikonsumsi. Alasannya,
kelinci termasuk hewan yang telah mengalami maskh (perubahan dari satu
bentuk menjadi bentuk lain). Hewan lainnya adalah monyet, babi, anjing,
gajah, serigala, tikus, cicak, dan sebagainya.
Kelinci juga dianggap haram karena memiliki cakar seperti kucing dan
hewan-hewan buas. Selain itu, kelinci diyakini memiliki darah mirip
darah wanita (yang dikeluarkan saat menstruasi). Maka, dagingnya haram.
Kelinci adalah binatang dengan gigi serinya yang sudah amat kita kenal.
Apakah karena giginya tersebut kelinci haram dimakan, atau bahkan halal?
Tulisan sederhana berikut membuktikan akan halalnya kelinci. Semoga
manfaat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أَنْفَجْنَا أَرْنَبًا وَنَحْنُ بِمَرِّ الظَّهْرَانِ ، فَسَعَى الْقَوْمُ
فَلَغَبُوا ، فَأَخَذْتُهَا فَجِئْتُ بِهَا إِلَى أَبِى طَلْحَةَ
فَذَبَحَهَا ، فَبَعَثَ بِوَرِكَيْهَا – أَوْ قَالَ بِفَخِذَيْهَا – إِلَى
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَبِلَهَا
“Kami pernah berusaha menangkap kelinci di lembah Marru Zhohran.
Orang-orang berusaha menangkapnya hingga mereka kelelahan. Kemudian aku
berhasil menangkapnya lalu aku berikan kepada Abu Tholhah. Diapun
menyembelihnya kemudian daging paha diberikan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Dan beliau menerimanya.” (HR. Bukhari 5535, Muslim
1953).
Hadits Tirmidzi 1711
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ أَخْبَرَنَا
شُعْبَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَنَسٍ قَال سَمِعْتُ أَنَسًا
يَقُولُ أَنْفَجْنَا أَرْنَبًا بِمَرِّ الظَّهْرَانِ فَسَعَى أَصْحَابُ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلْفَهَا فَأَدْرَكْتُهَا
فَأَخَذْتُهَا فَأَتَيْتُ بِهَا أَبَا طَلْحَةَ فَذَبَحَهَا بِمَرْوَةٍ
فَبَعَثَ مَعِي بِفَخِذِهَا أَوْ بِوَرِكِهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكَلَهُ قَالَ قُلْتُ أَكَلَهُ قَالَ
قَبِلَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَعَمَّارٍ
وَمُحَمَّدِ بْنِ صَفْوَانَ وَيُقَالُ مُحَمَّدُ بْنُ صَيْفِيٍّ وَهَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ
الْعِلْمِ لَا يَرَوْنَ بِأَكْلِ الْأَرْنَبِ بَأْسًا وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ
أَهْلِ الْعِلْمِ أَكْلَ الْأَرْنَبِ وَقَالُوا إِنَّهَا تَدْمَى
Kami menemukan kelinci di Marru Azh Zhahran, maka para sahabat Nabi
berjalan di belakangnya. Kemudian aku pun melihatnya & menangkapnya
lalu membawanya ke hadapan Abu Thalhah, maka Abu Thalhah menyembelihnya
di Marwa. Kemudian ia mengutusku untuk mengirimkan pahanya atau pangkal
pahanya kepada Nabi , maka beliau pun memakannya. Abu Isa berkata; Di
dalam bab ini tercantum; Dari Jabir & Muhammad bin Shafwan &
biasanya ia dipanggil Muhammad bin Shaifi, & ini adl hadits Hasan
Shahih. Dan menurut kebanyakan Ahlul Ilmi, memakan daging kelinci
tidaklah mengapa, namun sebagian dari mereka membencinya & mereka
berkata, Sesungguhnya kelinci itu mengeluarkan darah. [HR. Tirmidzi
No.1711].
Kemudian dalam hadis lain dari Muhammad bin Shafwan radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَصَبْتُ أَرْنَبَيْنِ فَلَمْ أَجِدْ مَا أُذَكِّيهِمَا بِهِ
فَذَكَّيْتُهُمَا بِمَرْوَةٍ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَأَمَرَنِي بِأَكْلِهِمَا
Saya menangkap 2 kelinci, namun saya tidak mendapatkan alat untuk
menyembelihnya, hingga saya bisa menyembelihnya di Marwah. Kemudian aku
tanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau
menyuruhku untuk memakannya. (HR. Nasai 4313, Abu Daud 2822, Ibnu Majah
3175, dan dishahihkan al-Albani).
Tiga hadis di atas memberikan kesimpulan bahwa kelinci hukumnya halal.
Dan ini merupakan pendapat Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Said, Atha, Ibnul
Musayyab, Al-Laits, Malik, Asy-Syafi’i, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.
Bahkan Ibnu Qudamah mengatakan,
ولا نعلم أحدا قائلا بتحريمها، إلا شيئا روي عن عمرو بن العاص
“Kami tidak mengetahui ada seorangpun ulama yang berpendapat haramnya
kelinci kecuali satu riwayat dari Amr bin Al-Ash.” (Al-Mughni, 9/412).
Diantara ulama melarang kelinci, alasannya bukan masalah halal-haram,
tapi terkait masalah kesehatan. Setelah menyebutkan hadis Anas bin Malik
tentang kelinci, Turmudzi mengatakan,
وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ: لَا يَرَوْنَ
بِأَكْلِ الأَرْنَبِ بَأْسًا، وَقَدْ كَرِهَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ أَكْلَ
الأَرْنَبِ، وَقَالُوا: إِنَّهَا تُدْمِي
Mayoritas ulama mengamalkan hadis ini. Mereka berpendapat bahwa makan
kelinci tidak masalah. Namun ada sebagian ulama yang memakruhkan makan
kelinci, mereka beralasan, Kelinci membuat mudah mimisan. (Jami’
at-Turmudzi, 4/251).
Hal ini yang menunjukkan akan halalnya kelinci. Bahkan hal ini
disepakati oleh para ulama jika seseorang memperhatikan
perkataan-perkataan mereka. Jadi bisa dikatakan halalnya kelinci adalah
ijma’ (kata sepakat ulama).
Sebagian kalangan ada yang meragukan akan halalnya kelinci dan mereka
tidak punya landasan dalil sama sekali. Namun sebagian besar ulama
menyatakan makan kelinci itu mubah (boleh). Sebagian golongan yang
terkenal bid’ahnya sebenarnya amat serupa dengan Yahudi karena Yahudi
juga mengharamkan memakan kelinci. Dari sisi ini, golongan tersebut
memiliki sisi keserupaan dengan Yahudi.
Ada juga yang beralasan bahwa kelinci itu terlarang (makruh) dimakan
karena kelinci itu memiliki siklus haidh. Namun dalil bisa terbantahkan
dengan kita katakan bahwa seandainya memang benar, maka itu tidak
menunjukkan akan terlarangnya mengkonsumsi kelinci. Dalil shahih dan
tegas di atas sudah jelas menunjukkan halalnya.
Perlu diketahui bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Sa’id Al Khudri, ‘Atho,
Ibnul Musayib, Al Laits, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir, mereka-mereka
yang sudah terkenal keilmuannya (di antara mereka adalah sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam) memberi keringanan akan bolehnya memakan
kelinci.
Perlu diketahui bahwa kelinci itu tidak memiliki taring yang digunakan
untuk menerkam mangsanya sehingga membuatnya haram sebagaimana harimau
yang punya taring dan memburu mangsa dengan taring tersebut.
Dari sini tidak perlu khawatir lagi akan halalnya kelinci selama penyembilahannya benar dan memenuhi syarat syarat.
Wallohu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar