Sebuah pembahasan yang berkaitan dengan masalah fiqih yang satu ini
sangatlah hangat dan selalu menjadi pertanyaan yang berulang-ulang di
majelis-majelis ta'lim dan semisalnya.
Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari dalam Kitab Khabarul Ahad, Bab Khobarul Mar’ah Waahidah,
قَالَ (ابن عمر رضي الله عنه): كَانَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صلىالله عليه وسلم، فِيهمْ سَعْدٌ، فَذَهَبُوا يَأْكُلُونَ مِنْ
لَحْمٍ،فَنَادَتْهُمُ امْرَأَةٌ مِنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم،إِنَّهُ لَحْمُ ضَبٍّ، فَأَمْسَكُوا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم:كُلُوا أَوِ اطْعَمُوا، فَإِنَّهُ حَلاَلٌ أَوْ قَالَ: لاَ
بَأْسَ بِهِ وَلكِنَّهُلَيْسَ مِنْ طَعَامِي.
Abdullah Bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Orang-orang dari
kalangan sahabat Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam yang di antara mereka
terdapat Sa’ad makan daging. Kemudian salah seorang isteri Nabi
Shallallahu ’alaihi wasallam memanggil mereka seraya berkata, ‘Itu
daging dhab’. Mereka pun berhenti makan. Maka Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Makanlah, karena karena daging
itu halal atau beliau bersabda: “tidak mengapa dimakan, akan tetapi
daging hewan itu bukanlah makananku“.
Hadits diatas merupakan salah satu hadits yang menerangkan tentang
kehalalan hewan dhab sehingga tidak ada keraguan lagi pada diri kita
akan kehalalannya. Namun, yang menjadi masalah adalah banyak sebagian
dari kita yang menterjemahkan dhab dengan biawak sehingga konsekwensinya
mereka menghalalkan pula memakan biawak.
Karena kami merasa hal ini belum banyak diketahui oleh kaum muslimin,
maka ingin rasanya untuk ikut berpartisipasi dalam menjelaskan perkara
ini walau dengan ringkas.
Biawak dalam bahasa Arab disebut waral. Binatang ini adalah jenis
binatang melata, termasuk golongan kadal besar dan sangat dikenal di
negeri ini. Hidupnya di tepi sungai dan berdiam dalam lubang di tanah,
bisa berenang di air serta memanjat pohon. Binatang ini tergolong hewan
pemangsa dengan gigi taringnya yang memangsa ular, ayam, dan lainnya.
Ada biawak yang lebih besar dan lebih buas, disebut komodo.
Dengan demikian, biawak haram dimakan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Seluruh binatang pemangsa dengan gigi taringnya maka haram memakannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
Terdapat hadits-hadits lainnya yang semakna dengan ini dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim serta lainnya.
Jangan disangka bahwa biawak (waral) adalah dhab (hewan mirip biawak)
yang halal. Dhab dihalalkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana dalam hadits Khalid bin al-Walid Radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللهِ n بَيْتَ مَيْمُونَةَ، فَأُتِيَ بِضَبٍّ
مَحْنُوذٍ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ n بِيَدِهِ فَقَالَ بَعْضُ
النِّسْوَةِ: أَخْبِرُوا رَسُولَ اللهِ n بِمَا يُرِيدُ أَنْ يَأْكُلَ.
فَقَالُوا: هُوَ ضَبٌّ، يَا رَسُولَ اللهِ. فَرَفَعَ يَدَهُ، فَقُلْتُ:
أَحَرَامٌ هُوَ، يَا رَسُولَ الله؟ِ فَقَالَ: لاَ، وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ
بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ
فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللهِ n يَنْظُرُ.
“Ia masuk bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah
Maimunah, lalu disajikan daging dhab panggang. Nabi Shalallahu ‘alaihi
wa sallam menjulurkan tangannya (untuk mengambilnya). Berkatalah
sebagian wanita (yang ada di dalam rumah), ‘Beritahu Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam apa yang akan dimakannya.’ Mereka lantas
berkata, ‘Wahai Rasulullah, itu adalah daging dhab.’ Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam pun menarik kembali tangannya. Aku berkata, ‘Wahai
Rasulullah, apakah binatang ini haram?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, tetapi
binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik
padanya’.” Khalid berkata, “Aku pun mencuilnya dan memakannya sementara
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memerhatikanku.” (HR. al-Bukhari
dan Muslim serta lainnya).
Dhab adalah golongan kadal besar yang serupa dengan biawak dan sama-sama
berdiam di dalam lubang di tanah. Berikut ini keterangan ahli bahasa
Arab tentang dhab sekaligus perbandingannya dengan biawak.
Binatang ini adalah jenis melata yang tergolong kadal besar seperti halnya biawak.
Bentuknya mirip biawak.
Banyak ditemukan di gurun pasir (sahara) Arab. Lain halnya dengan biawak yang hidupnya di tepi-tepi sungai.
Panjang tubuhnya lebih pendek dari biawak.
Ekornya bersisik kasar seperti ekor buaya dengan bentuk yang lebar dan
maksimal panjangnya hanya sejengkal. Berbeda halnya dengan ekor biawak
yang tidak bersisik kasar dan berukuran panjang seperti ekor ular.
Makanannya adalah rumput, belalang kecil (dabah), dan jenis belalang
lainnya yang disebut jundub (jamaknya janaadib). Adapun biawak adalah
predator (hewan pemangsa hewan lain) yang memangsa ular dan lainnya.
Binatang biawak (seliro atau mencawak) itu bukan binatang dhabb, oleh karenanya maka haram dimakan.
Keterangan dari kitab Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaaj 4/259, cetakan al Haramain sebagai berikut:
قَوْلُهُ وَضَبٌّ: هُوَ حَيَوَانٌ يُشْبِهُ الْوَرَلَ يَعِيشُ نَحْوِ
سَبْعَمِائَةِ سَنَةٍ وَمِنْ شَأْنِهِ أَنَّهُ لَا يَشْرَبُ الْمَاءَ
وَأَنَّهُ يَبُولُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا مَرَّةً وَلَا يَسْقُطُ
لَهُ سِنٌّ وَلِلْأُنْثَى مِنْهُ فَرْجَانِ وَلِلذَّكَرِ ذَكَرَانِ
"Keterangan binatang dhab: binatang dhab adalah binatang yang
menyerupaibiawakyang mampu hidup sekitar tujuh ratus tahun, binatang ini
tidak minum air dan ia kencing sekali dalam 40 hari, betinanya memiliki
dua alat kelamin betina dan yang jantan pun juga memiliki dua alat
kelamin jantan."
Jadi, jangan disangka bahwa hukum memakan daging biawak (waral) yang
termasuk binatang buas itu sama dengan makan daging dhabb (hewan mirip
biawak). Daging biawak hukumnya haram dimakan, sedangkan daging dhabb
sendiri dihalalkan oleh Nabi saw, sebagaimana dalam hadits Khalid bin
Walid ra:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ
الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ
مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ
النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ
ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ،
فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ
يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ:
فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Saya dan Khalid bin Walid
bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia
hidangkan kepada kami daging dhabb yang telah dibakar, Rasulullah SAW
lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba
sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata,
“Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau
makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya
bertanya, “Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?”. Beliau
menjawab, “Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya
merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, “Lalu saya ambil daging
tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim
juz 3, hal. 1543]
Hukum makan Dhobb
Alhamdulillah, sebagian dari kita dan kebanyakan dari mereka sudah
mengetahui hukum memakan daging DHOBB (bisa ditulis dengan DHAB), yang
hal itu sudah kita ketahui haditsnya ketika membahas permasalahan
aqidah, hadits, ataupun lainnya.
Di dalam sebuah hadits berikut yang insya Alloh kebanyakan dari ikhwah kita pernah mendengarnya;
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
(( لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ ))
Dari Abu Sa'id Al-Khudri dari Nabi shallallohu 'alai wa sallam bersabda:
“Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti cara/jalan orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.
Sampai-sampai bila mereka masuk ke liang dhobb (binatang sejenis biawak
yang hidup di padang pasir, pen.), niscaya kalian pun akan mengikuti
mereka.” Kami berkata: “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang
Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”
(HR. Al-Bukhari no. 7320, Muslim di dalam Al'Imu bab Ittiba' Sunan
Al-Yahud wa An-Nashoro no. 2669, Ahmad no. 9819, dll. Dari jalur riwayat
sahabat Abu Sa’id Al-Khudri)
Ketahuilah saudaraku, di dalam hadits di atas telah disebutkan lafazh
Dhobb, akan tetapi belumlah disebutkan tentang hukum memakan dagingnya.
Berikut ini insya Alloh saya akan bawakan langsung beberapa hadits yang
menyebutkan atau yang difatwakan langsung oleh Nabi shallallohu'alaihi
wa sallam tentang hukum memakan daging dhobb.
HUKUM MAKAN DAGING DHOBB ADALAH HALAL
Hukum halal tersebut telah disebutkan di dalam nash-nash hadits, diantaranya :
HADITS PERTAMA
عن ابْن عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم:
الضَبُّ لَسْتُ آكِلَهُ وَلاَ أُحَرِّمُهُ.
Dari Ibnu ‘Umar –Radhiyallohu 'anhuma-, Dia berkata: telah bersabda Rasululloh -shallallohu ‘alaihi wa sallam-:
“Aku tidak memakan dhobb dan aku tidak mengharamkannya.” [HR. Bukhori no. 5536]
HADITS KEDUA
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما، عَنْ خَالِدٍ بْنِ الْوَلِيْدِ:
أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَيْتَ
مَيْمُوْنَةَ، فَأُتِيَ بِضَبٍّ مَحْنُوْذٍ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النِّسْوَةِ:
أَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَا يُرِيْدُ أَنْ
يَأْكُلَ، فَقَالُوْا: هُوَ ضَبٌّ يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَرَفَعَ يَدَهُ،
فَقُلْتُ: أَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ: (لاَ، وَلَكِنْ
لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِيْ، فَأَجِدُنِيْ أَعَافُهُ). قَالَ خَالِدٌ:
فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ، وَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَنْظُرُ.
Dari ‘Abdulloh bin ‘Abbas -Radhiyallohu 'anhuma -, dari Khalid bin Walid
-semoga Allah meridhainya-: bahwasanya ia bersama Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- masuk ke rumah Maimunah -semoga Allah
meridhainya-, lalu didatangkan kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- daging dhobb panggang, kemudian Beliau -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- melayangkan tangannya kearah daging tersebut, lalu sebagian kaum
wanita berkata:
“Beritahu Rasulullah atas apa yang akan dimakannya”,
maka para sahabat berkata:
“Wahai Rasulullah! Itu adalah daging dhobb”,
kemudian Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengangkat tangannya,
lalu aku -Khalid- bertanya: “Apakah daging ini haram wahai Rasulullah?”,
kemudian Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Tidak, akan tetapi hewan ini tidak ada di tanah kaumku dan aku memperbolehkannya”,
Khalid berkata:
“Aku pun mengambilnya lalu memakannya dan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melihatnya”. [HR. Bukhori no. 3836]
HADITS KETIGA
عَنِ ابْنِ عُمَرَ. قَالَ:
سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، عَنْ أَكْلِ الضَّبِّ؟ فَقَالَ:
لاَ آكِلُهُ وَلاَ أُحَرِّمُهُ.
Dari Ibnu ‘Umar - Radhiyallohu 'anhuma-, ia berkata:
“Rasulullah -shallallohu ‘alaihi wa sallam- pernah ditanya ketika sedang
berada di atas mimbar tentang memakan dhobb, lalu Beliau menjawab:
“Aku tidak memakannya dan tidak mengharamkannya”. [HR. Muslim no. 5141]
HADITS KEEMPAT
عن ابْن عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ مَعَهُ نَاسٌ
مِنْ أَصْحَابِهِ فِيْهِمْ سَعْدٌ. وَأُتُوْا بِلَحْمِ ضَبٍّ. فَنَادَتِ
امْرَأَةٌ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: إِنَّهُ لَحْمُ
ضَبٍّ.
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: كُلُوْا، فَإِنَّهُ حَلاَلٌ. وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِيْ.
“Dari Ibnu ‘Umar - Radhiyallohu'anhuma-: bahwasanya Rasululloh
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersama beberapa orang dari sahabatnya
-semoga Alloh meridhai mereka-, diantaranya adalah Sa’d. Didatangkan
kepada mereka daging dhobb, lalu ada seorang wanita berteriak:
“Itu adalah daging dhobb”,
kemudian Rasulullah -shallallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Makanlah oleh kalian, karena sesungguhnya daging ini halal. Akan tetapi bukan dari makananku”. [HR. Muslim no. 5144]
PENGERTIAN DHOBB
APA ITU DHOBB?
Untuk mengetahui apa itu dhobb, pembaca -semoga diberkahi Alloh- bisa
membuka Kitab Al Hayawan karya Abu ‘Utsman ‘Amr bin Bahr Al Jahizh yang
terdiri dari delapan jilid atau Tajul ‘Arus karya Murtadha Az Zabidi
ataupun kamus arab lainnya . Di dalam dua kitab itu disebutkan tentang
apa itu dhobb terlebih lagi pada kitab yang pertama, disana kita bisa
mengetahui banyak tentang dhobb.
Dan disini penulis hanya mencukupkan beberapa keterangan saja , diantaranya:
- Dhobb adalah hewan reptil yang hidup di gurun pasir,
- Dapat hidup selama 700 tahun.
- termasuk dari hewan darat bukan laut atau air,
- termasuk dari jenis hewan darat yang kepalanya seperti ular,
- umurnya panjang,
- sekali bertelur bisa mencapai 60 sampai 70 butir dan telurnya menyerupai telur burung merpati,
- warna kulitnya bisa berubah dikarenakan perubahan cuaca panas,
- tidak meminum air bahkan mencukupkan dirinya dengan keringat,
- ekor adalah senjatanya,
- gigi-giginya tumbuh berbarengan,
- mempunyai 4 kaki yang mana semua telapaknya seperti telapak tangan manusia,
- sebagiannya ada yang mempunyai dua lidah,
- hewan yang dimakan hanya belalang,
- terkadang memakan anaknya sendiri,
- makan tetumbuhan sejenis rumput,
- menyukai kurma,
- sebagian orang arab merasa jijik dengannya.
Pernah pada suatu kesempatan (Syuhada Abu Syakir AlIskandar AlJawaghy
AsSalafy) bertanya kepada Syaikh Shalih Abdul Aziz Al Ghusn
(hafizhahulloh),
Seperti apa dhobb itu?,
beliau menjawab: “dhobb adalah hewan barr (padang pasir) yang berjalan diatas perutnya”.
Apakah dhobb bertaring?,
beliau menjawab: “dhobb tidak bertaring, hewan ini memakan rerumputan
dan tidak meminum air, dan sebagian orang memakan dagingnya”.
Dhab (Uromastyx aegyptia) adalah sejenis biawak yang terdapat di padang
pasir dan sebagai salah satu anggota terbesar dari genus Uromastyx.
Dhab dapat di temui di Mesir, Libya dan seluruh daerah Timur Tengah
tetapi sangat jarang ditemui saat kini karena penurunan habitatnya.
Kulitnya yang sangat keras sering digunakan oleh Arab Badui, sementara
dagingnya dimakan sebagai salah satu alternatif sumber protein dan
mereka bisa menunjukkan cara untuk menyembelihnya. Nama Inggrisnya
Egyptian Mastigure atau Egyptian dab lizard atau Egyptian spiny-tailed
lizard.
Menurut keyakinan umat Islam, dhab ini halal dimakan dan dikatakan merupakan sejenis obat perangsang pria.
Kehidupan seekor dhab
Dhab tergolong dalam keluarga kadal dan termasuk hewan herbivora. Ia
menghabiskan banyak waktunya dalam lubang yang digalinya untuk
menyembunyikan dirinya atau dicelah batuan yang aman untuk berlindung.
Panjang seekor dhab lebih kurang 14 inci sampai dengan 36 inci.
Sebagai sejenis biawak, dhab merupakan hewan reptilia yang berdarah
dingin, dan berkembang biak dengan cara bertelur, dan mempunyai kulit
bersisik tebal. Mereka hidup di daerah kering dan berbatu.
Usia dhab bisa menjangkau sampai 700 tahun. Ia dikatakan hanya akan
kencing 4 tahun sekali dan berubah kelamin pada setiap 2 tahun. Ia mampu
bertahan dengan lingkungan habitatnya yang panas dan kering tanpa
meminum air.
APA ITU BIAWAK?
Berbeda dengan dhobb, diantara keterangan tentang biawak adalah sebagai berikut:
- biawak adalah hewan reptil persis seperti komodo akan tetapi ukurannya lebih kecil,
- hidup di gua-gua kecil pinggiran sungai,
- bisa berenang di air dan berjalan di darat seperti halnya buaya,
- makanannya adalah daging karena hewan ini termasuk dari jenis karnivora,
- dia memangsa santapannya (hewan-hewan yang dimakannya seperti katak, tikus, ayam atau burung sekalipun) dengan gigi taring,
- ciri fisiknya mirip dengan komodo dari mulai bentuk perut, leher, kepala, ekor, sampai gaya berjalannya.
Biawak adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar,
suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut
sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai
(Madura), dan monitor lizard atau goanna (Inggris).
Biawak adalah binatang melata serupa dng bengkarung besar, panjang seluruh tubuhnya kira-kira dua setengah meter.
HUKUM DAGING BIAWAK
(MASIH ADA KHILAF TENTANG BOLEH DAN TIDAKNYA)
Memang benar ada hadits yang mengatakan bahwa setiap hewan bertaring dan
buas itu haram dimakan berdasarkan hadits-hadits di bawah ini akan
tetapi dalam menyikapi masalah Al-Waral (Biawak) masih diperselisihkan.
HADITS PERTAMA
عَنِ الزُّهْرِيْ:
نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ.
Dari Az Zuhri:
“Nabi -shallallohu ‘alaihi wa sallam- telah melarang setiap yang
bertaring dari hewan buas (untuk dimakan.pent)”. [HR. Bukhori no. 5527]
HADITS KEDUA
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ.
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyni:
“Bahwasanya Rasulullah -shallallohu ‘alaihi wa sallam- melarang untuk
memakan setiap yang bertaring dari hewan buas”. [HR. Bukhori no. 5530]
HADITS KETIGA
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ :
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، فَأَكْلُهُ حَرَامٌ.
Dari Abu Hurairah - Radhiyallohu'anhu-, dari Nabi -shallallohu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya bersabda:
“Setiap yang bertaring dari hewan buas, maka memakannya adalah haram”.[HR. Muslim no. 5101]
HADITS KEEMPAT
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ كُلِّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ. وَعَنْ كُلِّ ذِيْ مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ.
Dari Ibnu ‘Abbas - Radhiyallohu'anhuma-:
“Bahwasanya Rasulullah -shallallohu ‘alaihi wa sallam- melarang dari
setiap hewan buas yang bertaring dan dari setiap burung yang bercakar
(yakni untuk dimakan.pent)”. [HR. Muslim no. 5103]
PENDAPAT PARA ULAMA' TENTANG HUKUM MEMAKAN AL-WARAL (BIAWAK)
· قال سألت ابي عن الورل
فقال ما ادري وكل شيء يشتبه عليك فدعه
Abdulloh Bin Ahmad bin Hanbal pernah berkata; Aku pernah bertanya kepada
Ayahku tentang Al-Waral(biawak)' , maka beliau menjawab; "Aku tidak
tahu. Segala sesuatu yang meragukanmu maka tinggalkanlah".
[dinukil pada Masa-il Ahmad bin Hanbal oleh Abdulloh bin Ahmad bin Hanbal, Tahqiq Zuhair Asy-Syawish juz 1 hal. 269-270]
· عبدالرزاق قال أخبرني رجل من ولد سعيد بن المسيب قال أخبرني يحيى
بن سعيد قال كنت عند سعيد بن المسيب فجاءه رجل من غطفا فسأله عن الورل فقال
لا بأس به وان كان معكم منه شيء فطعمونا منه قال عبدالزاق والورل شبه الضب
Abdur Rozzaq berkata, 'telah mengabarkan kepadaku seorang dari anak
Sa'id bin Al-Musayyib; berkata; 'telah mengabarkanku Yahya bin Sa'id
berkata; 'aku pernah di sisi Sa'id bin Al-Musayyib kemudian datanglah
kepadanya seseorang dari Ghathafa kemudian menanyakannya tentang
Al-Waral (biawak) beliau mengatakan:
"Tidak mengapa, jika kalian kalian memilikinya maka berikanlah kepada kami sebagai makanan".
Abdur Rozzaq berkata: "Al-Waral(biawak) serupa dengan Dhobb".
[dinukil dari At-Tamhid Lima fi Muwaththo' Minal Ma'ani wal Asanid oleh Ibnu 'Abdil Barr An-Numari]
· ( الضب ) حيوان بري يشبه الورل ( لست آكله ) لكوني أعافه وليس كل
حلال تطيب النفس به ( ولا أحرمه ) فيحل أكله إجماعاً ولا يكره عند الثلاثة
وكرهه الحنفية
·
Adh-Dhobb adalah hewan darat yang serupa dengan Al-Waral (biawak), -'aku
tidak memakannya'- karena aku merasa jijik darinya, dan tidak semua
yang halal itu disukai oleh jiwa, -'tidak pula aku mengharamkannya'-,
maka hukum memakannya adalah halal secara ijma' dan tidak pula dibenci
oleh yang tiga (mazhab yang tiga) kecuali pengikut Abu Hanifah
membencinya".
[dinukil dari At-Taisir Bi Syarhil Jami' Ash-Shoghir oleh Imam Al-Munawi juz 2 hal. 219]
pernah ditanyakan tentang hukum memakan daging Al-Waral (biawak) halal
atau haram? Maka dijawab (kami ambil kesimpulan akhirnya-pent) dengan
teks sebagai berikut:
وقد عده صاحب منار السبيل من الحشرات المحرمة الأكل فالحاصل أنه أباحه كثير
من أهل العلم وأن الإمام أحمد توقف فيه وصرح بعض متأخرى الحنابلة
والشافعية بتحريمه . والله أعلم
"Sungguh telah dimasukkan oleh pengarang Manar as-Sabil bahwa dia
(al-waral/biawak) termasuk hewan serangga yang diharamkan.
Kesimpulannya bahwa al-waral telah dihalalkan oleh banyak para Ulama'
dan adapun Imam Ahmad tidak menanggapi. Adapun para pengikut belakangan
dari Mazhab Hanbali dan Syafi'i menyatakan tentang keharamannya. Wallohu
A'lam."
Kesimpulan & Faedah:
1. Halal hukumnya memakan daging Dhobb berdasarkan dalil-dalil di atas.
2. Bahwa kata dhobb dalam bahasa arab tidak bisa kita artikan
biawak dalam bahasa Indonesia, karena keduanya adalah hewan yang saling
berbeda. Adapun dalam menerjemahkan kata Dhobb adalah binatang yang
menyerupai biawak.
3. Bahwasanya hal ini pernah saya tanyakan kepada Syaikh Fahd bin
Abdur Rahman Asy-Syuwayyib ketiga beliau datang ke Lombok Timur yang
saya tanyakan pada hari selasa tanggal 20 desember 2011 – 25 muharram
1433 H.
Ketika saya (Abu Abdillah Riza Firmansyah) tanyakan tentang apakah
kebolehan makan daging dhobb itu umum, dan apakah dhobb yang ada di
dunia sekarang ini juga sama?
Beliau menjawab (ringkas-pent) ya sama.
Akan tetapi ketika syaikh dijelaskan lagi perbedaan dhobb dengan
biawakIndonesia beliau mengecualikan hukumnya apabila dia itu memakan
hewan seperti ayam (seolah-olah beliau merasa jijik darinya).
4. Kesimpulannya bahwa al-waral telahdihalalkan oleh banyak para Ulama'
dan adapun Imam Ahmad mengatakan, ' Aku tidak tahu, Segala sesuatu yang
meragukanmu maka tinggalkanlah'. Adapun para pengikut belakangan dari
Mazhab Hanbali dan Syafi'i menyatakan tentang keharamannya. Wallohu
A'lam.
5. Ada satu spesies jenis dhobb yang saya buka di situs berbahasa
arab cecara zahir ditampilkan bermacam-macam dhobb; mulai dari dhobb
Arab, Sudan, Maroko, Mali, Brazil, Indonesia, dll.
- Dhabb berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus,
kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa Arab disebut waral
(الوَرَلُ), bukan dhabb (الضَّبّ)/ hewan mirip biawak.
- Dhabb merupakan hewan yang halal untuk dimakan meskipun ada sebagian
ulama yang mengharamkannya, akan tetapi lebih kuat hujjah yang
menghalalkan.
- Sedangkan biawak adalah hewan yang haram untuk dimakan dikarenakan:
biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits), biawak merupakan
hewan buas, para ulama mutaqaddimin pun telah mengharamkan biawak, para
ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah
menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.
Wallohu A'lam bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar