Islam merupakan agama yang komprehensif yakni menjelaskan semua aspek
kehidupan manusia, mulai dari hal yang bertalian dengan hubungan antara
manusia dengan Rabbnya (Hablum min Alloh) dan juga yang bertalian dengan
hubungan antara manusia dengan sesamanya (Hablum min an Nas), salah
satu hal yang mendapat perhatian tinggi dari islam ialah masalah
istinja’.
Jika kita perhatikan dan amati dalam semua kitab – kitab fiqh hampir
seluruhnya diawali dengan Bab Thoharoh, ini menendakan bahwa agama islam
sangat menjunjung tinggi mengenai masalah kesucian, salah satu hal yang
urgen dan pokok dalam hal bersuci adalah bersuci dari kotoran
(Istinja’).
Merupakan Fitrah manusia bahwasanya buang hajat merupakan hal yang
urgent dalam kehidupan sehari hari ,hal tersebut merupakan salah satu
dari banyaknya nikmat Allah swt , karena tidak bisa kita dibayangkan
jika Allah swt tidak menyediakan tempat keluarnya kotoran dari dalam
tubuh manusia . Maka Alhamdulillah atas segala nikmatnya kepada Manusia .
Satu hal yang perlu kita catat sebelum masuk ke pembahasan kali ini
bahwa Agama Islam merupakan agama yang sempurna , salah satu contoh
kesempurnaanya ialah bahwa dalam agama Islam dijelaskan berbagai hal
hingga tata cara membersihkan diri setelah buang hajat .
Istinja' dari air kencing dan kotoran (tahi) hukumnya wajib. Dan yang
lebih diutamakan adalah beristinja' dengan batu kemudian mengikutinya
dengan air. Boleh juga hanya (beristinja') dengan air atau dengan tiga
buah batu yang dapat membersihkan tempat najis. Jika ingin (beristinja)
hanya dengan salah satu dari keduanya maka dengan air lebih utama.
والاستنجاء واجب من البول والغائط والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم يتبعها
بالماء ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل فإذا
أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل
Syarah
Istinja' adalah menghilangkan atau menyucikan najis yang keluar dari
kemaluan (qubul dan dubur) dengan menggunakan air atau batu.
Maka barangsiapa yang buang air kecil (misalnya), berarti telah keluar
dari kemaluannya suatu najis. Jika kemudian ia mencuci kemaluaannya
dengan air atau mengusapnya dengan 3 batu, maka ini disebut istinja.
Hukum istinja adalah wajib. Maka, shalat tidak sah jika tidak disertai
istinja'. Jika seseorang buang air kecil kemudian ia tidak beristinja,
lalu berwudhu dan melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Sebab,
shalat tidak akan sah jika pada badan, pakaian atau tempat shalat
terdapat najis.
Teknik Bersuci
Adapun teknik untuk bersuci dari buang hajat di dalam syariat Islam
tidak terbatas hanya pada air saja. Selain air, juga dikenal benda-benda
lain yang sah untuk digunakan untuk bersuci. Di dalam literatur fiqih,
dikenal 2 teknik bersuci dari buang hajat, yaitu isitnja' dan istijmar.
1. Istinja`
Secara bahasa, istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara
istilah bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya
dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau
batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan
dubur (pantat).
2. Istijmar
Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Muslim (237) meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنِ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوْتِرْ
Dan barangsiapa beristijmar, maka ganjilkanlah. Istijmara: beristijmar, yakni mengusapkan al-jimar (batu bata kecil).
PENGERTIAN ISTINJA
Menurut bahasa istinja adalah meminta memotong ganggunan. Sedangkan
menurut istilah menghilangkan/membersihkan najis cair (air seni,
mazdi,wadi, tai dll) yang keluar dari kemaluan atau anus dengan
menggunakan air atau batu ( At Ta’liku ala’ Tanwiiril qulub lil imami
kurdi, hal :130)
HUKUM ISTINJA
Apabila telah selesai membuang kotoran/ hajat baik kencing maupun berak,
maka wajib beristinja dengan air saja atau dengan 3 batu atau lebih
saja atau dengan keduanya pertama-tama dengan 3 batu lalu dengan air.
Hal ini didasarkan atas firman Allah dan sabda Rosulallah SAW :
والرجز فاهجر (المزمل :4)
‘…….Dan akan kotoran, maka hindarilah ( QS : Al Mujammil :4)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ،
فَلْيَذْهَبْ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ، فَاِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ - (رواه
أبو داود)
“ Dari A’isyah RA telah berkata : Bahwa Rosulallah SAW telah bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian ada yang buang air besar (ghoit),
maka hendaklah ia menghilangkannya dengan 3 batu. Sesungguhnya ia sudah
mencukupkan”.HR Abu Daud
Tuntutan beristinja dalam Islam sangat keras.Oleh karena itu setiapa
muslim dan muslimat harus selalu memperhatikan dan sangat memelihara
tatakrama atau adab-adab yang telah ditetapkan oleh syariat agama.
Menurut Nabi Muhammad SAW; kebanyakan azab kubur disebabkan oleh tidak
beristinja ;
عن انس رضي الله عنه قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: تَنَـزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَاِنَّ عَامَةَ عَذَابِ
الْقَبْرِ مِنْهُ- (رواه الدارقطنى )
‘ Dari Anas RA telah berkata: Rosullallah SAW telah bersabda ;
Bersucilah kamu dari air kencing. Karena sesungguhnya kebanyakan siksa
kubur disebabkan darinya”. HR Daruquthni.
Dalam hadist ini ada kata perintah yaitu “tanazzahu “ artinya
bersucilah. Menurut kaidah usul fiqh jika ada suatu kata perintah asal
kata itu menunjukan akan wajibnya suatu perintah. Jadi bersuci/ cebok
itu hukumnya jelas wajib. Tidak cebok setelah buang air itu dosa.
SYARAT-SYARAT BERISTINJA DENGAN SELAIN AIR
Apabila kita akan beristinja dengan selain air, maka harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Dengan 3 batu atau 1 batu persegi 3. Jika belum bersih, maka harus menambah 2, 4, 6 supaya tetap ganjil;
2. Dengan sesuatu yang keras, maka tidak cukup dengan sesuatu yang lunak seperti kopi, teh dll;
3. Tidak menggunakan sesuatu yang muhtarom (yang dihormati) hingga
menjadi konsumsi manusia seperti roti ataupun jin seperti tulang;
4. Najis yang akan dibersihkan tidak kering. Jika sudah kering, maka harus menggunakan air;
5. Najis tidak melewati tempatnya. Jika air seni melewati hasyafah (kemaluan) atau melewati anus, maka mesti menggunakan air;
6. Najis tersebut tidak kedatangan najis yang lain seperti darah. Jika tercampuri najis yang lain, maka harus memakai air;
7. Najis tersebut keluar dari tempat biasanya. Jika keluar bukan dari
tempat biasanya, maka mesti menggunakan air (Mugni muhtaj I/44,
al-muhajjab I/28, Kasysyaful qina’ I/77)
Adapun dalam pembahasan kali ini kita akan membahas perkataan Para Ulama
Madzhab terkait hukum Istinja. Karena para Ulama sendiri berbeda
pendapat terkait hukum Istinja itu sendiri , Berikut penjelasannya :
Mazhab Hanafi
Imam Al Kasaani (587 H) dari kalangan Hanafiah menyebutkan dalam Kitabnya Bada’i As-Shana’i Fi Tartib As-Syarai’ bahwasanya :
فَالِاسْتِنْجَاءُ سُنَّةٌ عِنْدَنَا، وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ فَرْضٌ،
حَتَّى لَوْ تَرَكَ الِاسْتِنْجَاءَ أَصْلًا جَازَتْ صَلَاتُهُ عِنْدَنَا،
وَلَكِنْ مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَعِنْدَهُ لَا يَجُوزُ .
Adapun masalah Istinja’ maka hal itu merupakan Sunah dalam mazhab kami ,
dan merupakan Fardhu dalam mazhab Syafi’i , bahkan jika seseorang
meninggalkan/melupakan Istinja’ maka ia tetap boleh melaksanakan shalat ,
tetapi hal tersebut makruh , adapun dalam mazhab Syafi’i maka hal itu
tidak boleh .
Imam Ibnu Al-Humam (861 H) dari kalangan Hanafiah menyebutkan dalam KitabnyaFath Al-Qadir terkait Istinja bahwasanya :
(فَصْلٌ فِي الِاسْتِنْجَاءِ هُوَ إزَالَةُ مَا عَلَى السَّبِيلِ مِنْ
النَّجَاسَةِ، فَإِنْ كَانَ لِلْمُزَالِ بِهِ حُرْمَةٌ أَوْ قِيمَةٌ كُرِهَ
كَقِرْطَاسٍ وَخِرْقَةٍ وَقُطْنَةٍ وَخَلٍّ قِيلَ يُورِثُ ذَلِكَ
الْفَقْرَ (قَوْلُهُ وَاظَبَ عَلَيْهِ) وَلِذَا كَانَ كَمَا ذَكَرَ فِي
الْأَصْلِ سُنَّةً مُؤَكَّدَةً وَلَوْ تَرَكَهُ صَحَّتْ صَلَاتُهُ.
Bab Istinja : Ialah metode/tata cara membersihkan diri dari
kotoran/najis , jika yang digunakan ialah hal yang berharga seperti
kertas , kain dan sejenisnya maka hal tersebut ialah makruh , dan
merupakan pendapat asal bahwa istinja merupakan sunnah Muakkadah dan
apabila ditinggalkan maka shalatnya tetap sah .
Mazhab Maliki
Ibnu Abdil Barr (463 H) dari kalangan Malikiyah menyebutkan dalam kitabnya Al-KaafiFi Fiqhi Ahli Al-Madinah bahwasanya :
إزالة النجاسة من الأبدان والثياب سنة مؤكدة عند مالك وأصحابه ووعند غيرهم
فرض وهو قول أبى الفرج ولا يجوز تطهيرها بغير الماء إلا من مخرج الغائط
والبول خاصة فإن المخرجين مخصوصان بالأحجار، والاستنجاء بالأحجار رخصة
والماء أطهر وأطيب وأحب
Menghilangkan Najasah dari badan dan pakaian merupaka Sunnah Muakkadah
dalam mazhab Imam Malik danpegikutnya , adapun yang lain berpendapat
bahwa hal tersebut merupakan fardhu , sebagaimana dikatakanb oleh Abi
Al-faraj . Dan tidak boleh membersihkannya selain dengan air kecuali dua
tempat keluarnya kotoran manusia , karena dua tempat tersebut khusus
dan boleh dengan menggunakan batu , dan Istinja dengan batu merupakan
Rukhshoh (Keringanan) tapi tetap menggunakan air merupakan hal yang
lebih suci dan baik .
Al-Mazari (536 H) dari kalangan Malikiyah menyebutkan dalam kitabnya Syarh At-Talqin bahwasanya :
الاستنجاء على قسمين: استنجاء بالماء، واستنجاء بالحجر وما سد مسدهما. فأما
الاستنجاء بالماء فجائز عند الجمهور. وحكي عن بعض السلف كراهته.
وأما الاستنجاء بالأحجار فالدليل على صحته قوله عليه السلام: ولا يكفي
أحدكم أن يستنجي بدون ثلاثة أحجار ) رواه مسلم وأبو داود والترمذي وابن
ماجة وأحمد وغيرهم
Istinja itu terbagi dua : Istinja dengan air dan Istinja dengan batu
atau hal yang bisa menjadi penggantinya , Adapun Istinja dengan air maka
hal tersebut hukumnya boleh menurut Jumhur Ulama , meskipun ada
beberapa ulama salaf yang menyebutkan bahwa hal tersebut makruh . Adapun
dalil tentang keabsahan Istinja dengan batu ialah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam muslim bahwasanya : Tidaklah cukup seseorang
diantara kalian beristinja kecuali dengan tiga batu (Hr Muslim , Abu
Daud , Tirmdzi , Ibnu Majah , Ahmad dan yang lain) .
Mazhab Asy-Syafi’iyah
Imam An-Nawawi (676 H) dari kalangan Syafi’iyah menyebutkan dalam kitabnya Raudhoh At-Tholibin wa Umdah Al-Muftiin bahwasanya :
الِاسْتِنْجَاءُ وَاجِبٌ. وَلِقَضَاءِ الْحَاجَةِ آدَابٌ.
Istinja itu merupakan hal yang Wajib , adapun dalam membuang hajat maka ada beberapa adab .
Ibnu Hajar Al-Haytami (974 H) dari kalangan Syafi’iyah menuliskan dalam kitabnya Al-Minhaj Al-qowim bahwasanya :
"يجب" لا على الفور بل عند خشية تنجس غير محله وعند إرادة نحو الصلاة "
Diwajibkan istinja namun hal tersebut tidak wajib secara langsung
(seketika) tetapi wajib ketika ditakutkan najis tersebut tersebar , dan
juga ketika ingin melaksanakan shalat .
Maka dari kedua Ulama diatas dapat kita simpulkan bahwa hukum Istinja dalam mazhab Syafi’i adalah Wajib .
Mazhab Hanbali
Ibnu Qudamah (620 H) dari kalangan Hanabilah menyebutkan dalam kitabnya Al-Mughni bahwasanya :
مسألة: قال: والاستنجاء لما خرج من السبيلين هذا فيه إضمار، وتقديره: والاستنجاء واجب .
Permasalahan Istinja : dalam pembahasan Istinja (Mensucikan) diri dari
kedua tempat keluarnya kotoran di sini terdapat hal yang tersirat , dan
hasilnya : Istinja itu wajib .
Al-Mardawi (885 H) dari kalangan Hanabilah menyebutkan dalam kitabnya Al-Inshaf Fi Ma’rifati Ar-Rajih Minal Khilaf bahwasanya :
قَوْلُهُ (وَيَجِبُ الِاسْتِنْجَاءُ مِنْ كُلِّ خَارِجٍ إلَّا الرِّيحَ) .
شَمِلَ كَلَامُهُ الْمُلَوَّثَ وَغَيْرَهُ، وَالطَّاهِرَ وَالنَّجِسَ.
أَمَّا النَّجِسُ الْمُلَوَّثُ: فَلَا نِزَاعَ فِي وُجُوبِ الِاسْتِنْجَاءِ
مِنْهُ. وَأَمَّا النَّجِسُ غَيْرُ الْمُلَوَّثِ وَالطَّاهِرِ:
فَالصَّحِيحُ مِنْ الْمَذْهَبِ، وَعَلَيْهِ جَمَاهِيرُ الْأَصْحَابِ:
وُجُوبُ الِاسْتِنْجَاءِ مِنْهُ.
Diwajibkan Istinja dari segala hal yang keluar kecuali kentut . Kalimat
ini bersifat umum baik yang kotor , suci ataupun yang najis , adapun
jika yang keluar adalah yang najis lagi kotor maka tak khilaf akan
wajibnya Istinja (membersihkan diri) dari hal tersebut . Dan jika yang
keluar bukan hal yang kotor dan suci maka pendapat yang shahih dalam
mazhab hanafi ialah : Wajibnya Istinja dari itu juga .
Mazhab Adz-Dzhahiri
Ibnu Hazm Al-Andalusi (456 H) yang merupakan pembaharu mazhab tersebut
menyebutkan dalam kitabnya Al-Muhalla Bi Al-Atsar bahwsanya :
مَسْأَلَةٌ: وَتَطْهِيرُ الْقُبُلِ وَالدُّبُرِ مِنْ الْبَوْلِ
وَالْغَائِطِ وَالدَّمِ مِنْ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ لَا يَكُونُ إلَّا
بِالْمَاءِ حَتَّى يَزُولَ الْأَثَرُ أَوْ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ
مُتَغَايِرَةٍ
Membersihkan qubul dan dubur bagi laki laki dan wanita dari yang keluar
dari kedua tempat harus dengan menggunaka air hingga hilang bekas nya
atau denga tiga batu berbeda .
Dalam penjelasan Ibnu Hazm diatas beliau antara wajib atau sunah ,
tetapi beliau hanya menyebutkan bahwa membersihkan kedua tempat tersebut
dengan menggunakan air atau tiga batu. Seperti itulah penjelasan
beberapa Ulama terkait hukum Istinja apakah wajib atau sunnah.
Wallahu A’lam Bi Sshowab .
TATA CARA MASUK WC
Apabila kita akan buang air besar atau kecil, maka sudah seharusnya kita
menjaga tatakrama/adab-adab menurut ajaran Islam. Adab-adab tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Tidak membawa sesuatu yang tertulis nama Allah atau nama lain yang diagungkan seperti ; nama malaikat, para nabi dan rosul;
عن أنس رضي الله عنه قَالَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلم
كَانَ إِذَا دَخَلَ اْلخَلاَءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ (رواه ابن ماجه وأبو داود)
Dari Anas RA : Adalah baginda Rosulallah SAW; “Apabila beliau masuk ke
WC, suka melatakan cincinnya”. HR Ibnu Majah dan Abu daud.
Menurut perowi hadist, bahwa pada cincin beliau tertulis :
رسول الله dan الله
2. Memakai kedua sandal atau apa saja yang termasuk dalam terumpah agar
tidak menginjak najis. Jadi makruh masuk ke WC tanpa alas kaki [Sunda ;
nyeker]. Hal ini sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan dari Abi
Abbas bin saribii RA oleh Imam Baihaqi :
عن أَبِي عَبَّاسِ بْنِ السَرِبِي أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ. إِذَا دَخَلَ اْلاَخْلاَءَ لَبِسَ خِذَائَهُ (رواه البيهقي)
Dari Abi Abbas bin saribii RA bahwa Rosulallah SAW;jika akan masuk ke
kamar mandi atau WC, beliau selalu memakai terompahnya/sandal HR.
Baihaqii
3. Menutup kepala baik dengan handuk ataupun saputangan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَانَ النَِّبيُّ صَلَى اللهُ عليه
وَسَلَّمَ. إِذَا دَخَلَ اْلخَلاَءَ غَطَى رَأْسَهُ (رواه البيهقى)
Dari Aisah RA: Adalah Baginda Rosulallah SAW, apabila Beliau masuk ke WC, beliau menutup kepalanya . HR Baihaqii.
4. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk WC dan mendahulukan kaki kanan ketika keluar darinya;
5. Berdo’a ketika akan masuk dan keluar darinya;
Do’a ketika masuk :اََللَّهُمَّ اِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
Do’a ketika keluar : غَفْرَانَكَ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى أَذْهَبَ عَنِّي اْلاَذَى وَعَافَانِي
TATA CARA BUANG AIR BESAR
Dalam Agama Islam setiap pemeluknya ketika sedang bauang air besar
ataupun kecil sangat dianjurkan untuk memperhatikan sekali adab atau
tatakrama. Hal ini akan sangat berfaedah sekali bagi pemeluknya. Dalam
hal ini ada beberapa hadist yang menerangkan tetntang adab/tatakrama
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya, kecuali tempat yang
sudah disediakan untuknya atau ada sutroh (penghalang) yang jaraknya
tidak lebih dari 3 hasta (150 CM). Jika hal ini tidak terpenuhi hukumnya
haram, jika dilakukan ditempat terbuka. Hal ini didasarkan akan hadist :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ عَلَى
حَاجَةٍ فَلاَ يَسْتَقْبِلَنَّ الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرَنَّهَا))
رواه مسلم
Dari Abi Hurairoh RA berkata : Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah
bersabda : Apabila salah seorang dari kalian buang hajat (kencing atau
berak), maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya (HR :
Muslim)
2. Tidak buang air di lubang-lubang, kecuali lubang yang disediakan
untuknya, karena lubang itu tempat tinggal semut, bahkan ada sebuah
hadist yang menerangkan bahwa lubang itu tempat tinggal jin :
عن عبد الله بن سرجس اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى اَنْ
يُبَالَ فِي الْحِجْرِ. قَالُوْا لِقَتَادَةَ :مَا يَكْرَهُ مِنَ الْبَوْلِ
فِى الْحِجْرِ ؟ قَالَ : كَانَ يُقَالُ أَنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ (رواه
النساء وأبو داود)
Dari Abdullah bin Sarjas” Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah melarang
buang air kecil di lubang-lubang. Berkatalah mereka kepada Qotadah. Apa
yang menyebabkan Rosul melarang buang air di lubang-lubang ?,”. Ia
menjawab,”: pernah diceritakan bahwa lubang itu tempat tinggal jin, “.(
HR Nasa’i dan Abu Daud)
3. Tidak buang air besar atau kecil di air yang tidak mengalir, pinggir
jalan, tempat berteduh, di bawah pohon berbuah tatkala berbuah, tempat
perhentian, karena hal itu akan merugikan dengan mengganggu orang lain,
sedangkan kita dilarang merugikan dan menggganggu. Hal ini didasarkan
pada hadist Nabi Muhammad SAW
عن معاذ بن جبل رضي الله عنهما : أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ : إِتَُّقُوْا الْمَلا عَنِ الثَّلاثَةِ : البَرَّارِ فِى
الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَالظِلِّ (رواه أبو داود وأبن ماجه)
Dari Muaz bin Jabal RA berkata : Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW
telah bersabda: hati-hatilah datangnya kutukan dari tiga macam, yaitu
buang air di saluran (tempat mandi dll), pinggir jalan dan ditempat
manusia berlindung ( HR : Abu Daud dan Ibnu Majah )
4. Tidak berkata-kata, dengan menyebut nama Allah atau sifat-sifat-Nya
ketika mengeluarkan kotorannya atau tidak sedang mengeluarkannya dan
berkata-kata – selain nama Allah dan Rosul-Nya -ketika sedang
mengeluarkan kotoran kecuali dalam keadaan darurat. Hal ini telah
dijelaskan dalam sebuah hadist :
عن جابر رضى الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :((
إِذَا تَغَوَّطَ الرَّجُلانِ فَلْيَتِوَارِكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ
صَاحِبِهِ وَلا يَتَحَدَّثَا فَأِنَّ اللهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَاِلكَ)) رواه
أحمد
Dari Jabir RA telah berkata : Telah bersabda Rosulallah SAW : Apabila
dua orang laki-laki buang air besar maka hendaklah masing-masing harus
menutup diri dari rekannya dan tidak bercakap-cakap. Karena sesungguhnya
Allah membenci atas itu [HR : Ahmad]
Kesimpulan
1. Mayoritas Ulama’ sepakat bahwa Istinjak hukumnya wajib, berdasarkan beberapa Hadits berikut ini.
- Riwayat Bukhori dan Muslim dari Anas bin Malik ra. Ia berkata :
“كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يدخل الخلاء فأحمل أنا وغلام إداوة من ماء وعنزة يستنجي بالماء”
- Riwayat Bukhori dan lainnya dari Ibnu Mas’ud ra. Ia berkata :
أتى النبي صلى الله عليه وسلم الغائط فأمرني ان آتيه بثلاثة أحجار .
- Riwayat Abu Dawud dan lainnya dari ‘Aisyah rah. Bahwa Rosululloh saw. Bersabda :
إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَذْهَبْ مَعَهُ بِثَلاَثَةِ
أَحْجَارٍ يَسْتَطِيبُ بِهِنَّ فَإِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ
- Riwayat Muslim dari Salman ra. Nabi saw bersabda :
لاَ يَسْتَنْجِى أَحَدُكُمْ بِدُونِ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ
2. Secara harfiyah istinja’ diambil dari kata an naja’ artinya bersih
dari kotoran, sedangkan dalam literature kitab Fiqh arti istinja’
menurut syara’ ialah menghilangkan atau meringankan najis dari qubul
atau dubur. Mayoritas ‘ulama sepakat bahwa istinja’ hukumnya wajib,
3. Ada beberapa tata karma dalam istinja’ yang sudah sepantasnya bagi
muslim untuk menjaganya ketika ia istinja’, seperti menjauhi jalan yang
sering dilewati orang atau tempat-tempat yang sering dipakai duduk
orang, dan menghindari lubang karena ada larangan langsung dari
Rosululloh saw.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar