Diriwayatkan dari ibnu Laila, ia berkata, "Hudzaifah pernah ditugaskan
di al-Mada'in. Pada suatu ketika ia meminta minum Dihqaan datang dengan
membawa air dalam gelas yang terbuat dari perak. Hudzaifah melempar
Dihqaan dengan gelas perak tersebut lalu berkata, "Sesungguhnya aku
melemparnya karena ia sudah pernah aku larang namun masih saja ia
lakukan. Sesungguhnya Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
'Emas, perak, sutra, dan sutra dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia
dan untuk kalian nanti di akhirat'," (HR Bukhari [5632] dan Muslim
[2067]).
Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azib radhiyallohu'anhu ia berkata, "Nabi
sholallohu 'alaihi wasallam memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan
melarang kami dengan tujuh perkara. Beliau menyuruh kami untuk
mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong
orang yang teraniaya, membenarkan sumpah, menjawab salam dan mengucapkan
tasymit atas orang-orang bersin. Beliau melarang kami memakai bejana
perak, cincin emas, kain sutra, sutra dibaaj, kain qasy dan kain
istibraq," (HR Bukhari [1239] dan Muslim [2066]).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallohu'anhu dari Nabi sholallohu
'alaihi wasallam, "Bahwasanya beliau melarang memakai cincin dari emas,"
(HR BUkhari [5864] dan Muslim [2089]).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallohu'anhu bahwasanya Rasulullah
sholallohu 'alaihi wasallam pernah melihat seorang laki-laki memakai
cincin emas, lalu beliau menanggalkannya dan membuangnya seraya
bersabda, "Apakah salah seorang dari kalian ada yang berani dengan
sengaja mengambil bara neraka lalu ia letakkan di tangannya?"
Setelah Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam pergi, kemudian dikatakan
kepada laki-laki itu, "Ambil kembali dan manfaatkan cincinmu itu."
Laki-laki itu berkata, "Demi Allah, selamanya aku tidak akan mengambil
kembali apa yang tleah dibuang Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam,"
(HR Muslim [2090]).
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallohu'anhubahwasanya Nabi
sholallohu 'alaihi wasallam melarang memakai pakaian yang bergaris sutra
dan yang dicelup dengan warna kuning, memakai cincing emas dan membaca
al-Qur'an ketika ruku'," (HR Muslim [2078]).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallohu'anhu bahwasanya
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam pernah membuat cincin dari emas
dan ketika memakainya beliau meletakkan bagian mata cincinnya di bagian
telapak tangan. Maka orang-orang pun ikut membuat cincin seperti itu.
Kemudian di saat duduk di atas mimbar, beliau menanggalkan dan bersabda,
"Sesungguhnya aku dulu memakai cincin ini dan aku letakkan mata
cincinnya di bagian telapak tangan." Lalu beliau membuang cincin itu dan
kembai bersabda, "Demi Allah aku tidak akan memakai cincin ini
selamanya." Maka orang-orangpun ikut membuang cincin mereka, (HR Bukhari
[5868] dan Muslim [2091]).
Diriwayatkan dari Abu Tsa'labah al-Khusyani radhiyallohu'anhubahwasanya
Nabi sholallohu 'alaihi wasallam melihat di tangan Abu Tsa'labah ada
sebentuk cincin. Lalu beliau memukul-memukul cincin itu dengan sebatang
tongkat yang ada di tangannya. Tatkala Nabi sholallohu 'alaihi wasallam
lengah ia segera membuang cincin itu. Kemudian Nabi sholallohu 'alaihi
wasallam kemblai melihat ke tangan Tsa'labah dan ternyata cincin itu
sudah tidak ada lagi. Lantas Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Ternyata kami telah menyakitimu dan membuatmu rugi," (Shahih, HR Ahmad
[IV/195]).
Diriwayatkan dari Salim bin Abi al-Ja'd dari seorang laki-laki kalangan
kami dari suku asyja', ia berkata, "Rasululah sholallohu 'alaihi
wasallam melihatku memakai cincin dari emas. Lalu beliau menyuruhku
untuk membuangnya. Maka akupun membuangnya sampai sekarang ini,"
(Shahih, HR Ahmad [IV/260]).
Ada beberapa hadits lain dalam bab ini dari Umar, Imran, Abdullah bin Amr, Buraidah dan Jabir bin Abdillah radhiyallohu'anhu.
Kandungan Bab:
Hadits-hadits yang tercantum di bawah bab ini merupakan nash yang mengharamkan emas, khususnya cincin emas bagi kaum laki-laki.
Adapun hadits yang mencantumkan bahwa Nabi sholallohu 'alaihi wasallam memakai cincin emas adalah hadits yang mansukh.
Al-Baghawi berkata dalam kitabnya Syarhus Sunnah (57-58) sebagai
komentar terhadap hadits Ibnu Umar radhiyallohu'anhu "Hadits mencakup
dua perkara yang kemudian hukumnya berubah.
Memakai cincin emas, kemudian hukumnya berubah menjadi haram untuk kaum laki-laki.
Memakai cincin di sebalah kanan, kemudian pada akhirnya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam memakainya di sebelah kiri.
Al-Hafid Ibnu Hajar berakta dalam kitabnya Fathul Baari (X/318), "Hadits
Ibnu Umar merupakan bukti dimansukhkannya pembolehan memakai cincin
apabila cincin tersebu terbuat dari emas."
3. Dibolehkan menjual cincin emas dan memanfaatkan hasis penjualannya.
Oleh karena itu para sahabat berkata kepada laki-laki tersebut, "Ambil
kembali cincinmu dan manfaatkanlah."
Apa Hikmah Pengharaman Memakai Emas bagi Laki-Laki?
Ketahuilah illat (sifat (alasan) yang tampak dan tetap yang dibangun
diatasnya sebuah hukum) dalam hukum syariat bagi setiap orang mukmin
adalah firman Allah dan sabda Rasul-Nya, karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman, "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang
nyata".(Al-Ahzab:36).
Maka siapapun yang bertanya kepada kami (Syaikh Salim bin 'Ied
al-Hilali) tentang kewajiban sesuatu atau pengharamannya, maka hukumnya
ditetapkan berdasarkan Al-Kitab dan Sunnah. Kami katakan, "Alasan,
illat, dalam hal ini adalah firman Allah atau sabda Rasul-Nya Shallallhu
Alaihi wa Sallam, dan illat itu cukup bagi setiap mukmin. Maka dari itu
ketika Aisyah radhiyallahu anha ditanya mengapa orang haidh itu harus
mengqadha puasa dan tidak mengqadha sholat? Aisyah menjawab, "Itulah
yang diperintahkan kepada kita, kita diperintahkan untuk mengqadha puasa
dan tidak diperintahkan untuk mengqadha sholat." Karena nash dari
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, menjadi illat yang wajib bagi setiap
mukmin. Tetapi tidak apa-apa jika manusia mencari illat lain dan mencari
hikmah dari hukum-hukum Allah, karena hal itu akan menambah ketenangan
dan akan menampakkan ketinggian syariat Islam, yang mana setiap hukum
selalu disertai dengan illat-illat-nya. Di samping itu juga memungkinkan
terjadinya kiyas jika illat hukum yang dinashkan itu bisa diterapkan
pada masalah lain yang tidak dinashkan. Maka mengetahui hikmah
syar'iyyah memiliki tiga faedah.
Alasan logisnya karena emas adalah perhiasan yang paling mahal bagi
manusia dan tujuan pemakaiannya adalah untuk berhias dan berdandan,
sedangkan laki-laki tidak diciptakan untuk kepentingan itu. Atau
laki-laki bukanlah makhluk yang menjadi sempurna karena sesuatu yang
lain, tetapi laki-laki sempurna dengan dirinya sendiri karena dia punya
kejantanan dan karena laki-laki tidak perlu berhias untuk menarik orang
lain.
Berbeda dengan wanita, karena wanita memiliki sifat kurang maka dia
perlu sesuatu yang lain untuk menyempurnakan keindahannya dan karena
wanita perlu berhias dengan berbagai macam perhiasan yang mahal,
sehingga hal itu mendorong mereka mau bergaul dengan sesama wanita dan
istri-istri yang lain. Maka dari itu diperbolehkan bagi wanita untuk
berhias dengan emas dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki. Mengenai
wanita ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan Apakah patut
(menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan
sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam
pertengkaran."(Az-Zukhruf:18).
Dengan demikian jelaslah hukum syariat tentang haramnya memakai emas bagi laki-laki.
Larangan Mengukir Cincin dengan Ukiran Cincin Rasulullah Sholallohu 'alaihi wasallam
Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallohu'anhuia berkata, "Rasulullah
sholallohu 'alaihi wasallam menempa cincin dari emas kemudian beliau
membuangnya. Setelah itu beliau menempa cincin dari perak dan
mengukirnya dengan tulisan 'Muhammad Rasulullah', beliau bersabda,
'Jangan ada seorang pun mengukir cincinnya seperti ukiran cincinku
ini'," (HR Muslim [2091]).
Dari Anas bin Malik r.a. bahwasanya Rasulullah sholallohu 'alaihi
wasallam menempa cicin dari perak dan mengukirnya dengan tulisan,
'Muhammad Rasulullah' kemudian beliau berkata, "Sesungguhnya aku telah
menempa cincin dari perak dan aku mengukirnya dengan tulisan Muhammad
Rasulullah. Maka janganlah seorang pun mengukir cincinnya dengan tulisan
tersebut," (HR Bukhari [5977] dan Muslim [2092]).
Kandungan Bab:
Haram hukumnya mengukir cincin dengan ukiran atau tulisan yang terdapat pada cincin Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam
Sebagian ahli ilmu membolehkannya bagi para khalifah, sultan dan para
qadhi untuk mengukir cincin mereka dengan tulisan nama mereka.
Sebagian ahli ilmu memakruhkan ukiran cincin yang bertuliskan Asma'
Allah karena khawatirkan akan dibawa ke tempat-tempat yang najis,
seperti saat beristinja' dan lainnya. Hanya saja mereka mengatakan,
"Jika tidak ada kekhawatiran demikian, maka tidaklah makruh, wallaahu
a'lam."
Apa hukumnya seorang laki-laki memakai gelang dan kalung ? Mengingat
aturan syar’i tidak diperbolehkan bagi laki-laki menyerupai perempuan.
Dengan demikian, sesuatu dikatakan tasyabbuh bin-nisa` atau bir-rijal
(menyerupai laki-laki) apabila memang sesuatu dikhususkan untuk
perempuan atau laki-laki. Sehingga jika laki-laki memakai sesuatu yang
memang dikhususkan untuk perempuan maka termasuk tasyabbuh bin-nisa`,
begitu juga sebaliknya apabila perempuan memakai sesuatu yang dikhusukan
untuk laki-laki maka termasuk tasyabbuh bir-rijal. Kedua tasyabbuh ini
jelas dilarang dalam ajaran Islam.
وَقَدْ ضَبَطَ ابْنُ دَقِيقِ الْعِيدِ مَا يَحْرُمُ التَّشَبُّهُ بِهِنَّ
فِيهِ بِأَنَّهُ مَا كَانَ مَخْصُوصًا بِهِنَّ فِي جِنْسِهِ وَهَيْئَتِهِ
أَوْ غَالِبًا فِي زِيِّهِنَّ وَكَذَا يُقَالُ فِي عَكْسِهِ
“Ibnu Daqiq al-Id telah memberikan batasan tentang hal yang haram
menyerupai wanita, yaitu sesuatu yang dikhususkan untuk wanita baik
jenis maupun potongannya, atau umumnya merupakan perhiasaan mereka.
begitu juga sebaliknya” (Syamsuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila
Syarh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, 1404 H/1984 M, juz, 2, h. 374)
Dalam kitab al-Majmu` Syarh al-Muhadzdzab. dikatakan, mayoritas ulama
dari kalangan madzhab syafii mengatakan bahwa laki-laki boleh memakai
cincin yang terbuat dari perak sesuai dengan ijma`. Adapun selain cincin
perak yaitu perhiasan yang terbuat dari perak seperti gelang tangan,
gelang yang dipakai di antara siku dan bahu, dan kalung maka hukumnya
adalah haram dipakai oleh laki-laki sebagaimana ditetapkan oleh
mayoritas ulama.
قَالَ أَصْحَابُنَا يَجُوزُ لِلرَّجُلِ خَاتَمُ الْفِضَّةِ بِالْاِجْمَاعِ
وَأَمَّا مَا سِوَاهُ مِنْ حُلِيِّ الْفِضَّةِ كَالسِّوَارِ
وَالْمُدَمْلَجِ وَالطَّوْقِ وَنَحْوِهَا فَقَطَعَ الْجُمْهُورُ
بِتَحْرِيمِهَا
“Para ulama dari kalangan madzhab kami (madzhab syafii) berkata, boleh
bagi laki-laki memakai cincin yang terbuat dari perak sesuai dengan
ijma` para ulama. Adapun selainnya yaitu perhiasan yang dibuat dari
perak seperti gelang tangan, gelang yang dipakai di antara siku dan
bahu, kalung, dan sejenisnya maka mayoritas ulama menentapkan
keharamannya”. (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab, tahqiq: Muhammad Bakhith Muthi’i, Jeddah-Maktabah
al-Irsyad, juz, 4, h. 331)
Namun menurut al-Mutawalli dan al-Ghazali boleh bagi laki memakai
perhiasaan yang terbuat dari perak. Sebab, yang dilarang adalah
menggunakan perkakas dari perak dan tasyabbuh dengan perempuan.
Sedang menurut pandangan kedua perhiasan seperti gelang tangan, gelang
yang dipakai di antara siku dan bahu, dan kalung yang terbuat dari perak
tidak dipandangan tasyabbuh dengan perempuan. Disamping itu juga bukan
termasuk perkakas (al-awani). Artinya, perhiasan tersebut bukan monopoli
kaum hawa. Sebab, yang diharamkan adalah memakai perkakas yang terbuat
dari perak dan adanya unsur tasyabbuh dengan perempuan.
وَقَالَ الْمُتَوَلِيُّ وَالْغَزَالِيُّ فِي الْفَتَاوِى يَجُوزُ لِاَنَّهُ
لَمْ يَثْبُتْ فِي الْفِضَّةِ اِلَّا تَحْرِيمُ الْاَوَانِي وَتَحْرِيمُ
التَّشَبُّهِ بِالنِّسَاءِ
“Al-Mutawalli dan al-Ghazali berkata dalam al-Fatawi-nya, boleh (bagi
laki-laki memakai gelang tangan, gelang yang dipakai di antara siku dan
bahu, dan kalung yang terbuat dari perak) sebab keharaman yang terdapat
dalam benda-benda yang terbuat dari perak itu sebatas perkakas dan
adanya unsur penyerupaan dengan perempuan” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi,
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, tahqiq: Muhammad Bakhith Muthi’i,
Jeddah-Maktabah al-Irsyad, juz, 4, h. 331)
Kedua pandangan ini kemudian diteliti lebih lanjut oleh Imam Muhyiddin
Syaraf an-Nawawi. Dan hasil kesimpulannya, beliau lebih cenderung
menganggap bahwa pendapat pertama yang dipegangi mayoritas ulama adalah
pendapat yang sahih. Alasannya yang dikemukakan oleh beliau adalah
adanya tasyabbuh dengan perempuan yang jelas diharamkan.
وَالصَّحِيحُ الْاَوَّلُ لِاَنَّ فِي هَذَا تَشَبُّهًا بِالنِّسَاءِ وَهُوَ حَرَامٌ
“Pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama karena dalam hal ini
terdapat tasyabbuh dengan perempuan dan itu adalah haram”. (Muhyiddin
Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, tahqiq: Muhammad Bakhith
Muthi’i, Jeddah-Maktabah al-Irsyad, juz, 4, h. 331)
Dengan kata lain alasan yang digunakan pendapat pertama untuk
mengharamkanya lebih menekankan adanya unsur tasyabbuh dengan perempuan.
Artinya, dalam pandangan mereka perhiasan-perhiasan tersebut (gelang
tangan, gelang yang dipakai di antara siku dan bahu, dan kalung)
dikhususkan untuk kalangan perempuan sehingga laki-laki tidak
diperkenankan memakainya.
Imam Asy Syafi’i Rahimahullah mengatakan :
ولا اكره للرجل لبس اللؤلؤ إلا للادب وأنه من زى النساء لا للتحريم ولا أكره لبس ياقوت ولا زبرجد إلا من جهة السرف أو الخيلاء
“Saya tidak memakruhkan bagi laki-laki yang memakai mutiara, kecuali
karena adab saja sebab itu merupakan hiasan wanita, tidak menunjukkan
haram. Dan saya tidak memakruhkan memakai yaqut (ruby) dan permata,
kecuali jika berlebihan dan sombong.” (Al Umm, 1/254. Darul Fikr).
Imam Asy Syaukani juga menyatakan kebolehannya, menurutnya tidak ada
satu pun hadits shahih tentang pengharaman cincin perak, dan beliau
(saw) juga menyebutkan “Tetapi hendaknya kalian memakai perak maka
bermainlah dengannya sesuai selera,” sebagai penguat kebolehannya.
(Nailul Authar, 1/67.
قال أصحابنا يجوز للرجل خاتم الفضة بالاجماع وأما ما سواه من حلي الفضة
كالسوار والمدملج والطوق ونحوها فقطع الجمهور بتحريمها وقال المتولي
والغزالي في الفتاوى يجوز لانه لم يثبت في الفضة الا تحريم الاواني وتحريم
التشبه بالنساء والصحيح الاول لان في هذا تشبها بالنساء وهو حرام
Berkata Para Pengikut Madzhab Syafi’i “Boleh bagi laki-laki memakai
cincin perak dengan kesepakatan ulama sedang untuk perhiasan lainnya
semacam gelang tangan, gelang lengan, kalung dsb menurut mayoritas ulama
mengharamkannya.
Berkata al-Mutawally dan al-Ghozali “Boleh memakai perhiasan-perhiasan
diatas yang terbuat dari perak karena yang diharamkan dalam barang yang
terbuat dari perak sebatas barang-barang perkakas dan adanya unsure
penyerupaan dengan wanita”
Namun yang shahih adalah pendapat pertama karena dalam masalah ini terjadi penyerupaan dengan wanita yang diharamkan.
Al-Majmu’ alaa Syarh al-Muhadzdzab IV/444
يجوز للرجل التختم بالفضة لما روى أنه (اتخذ خاتما من فضة) وهل له لبس ما
سوى الخاتم من حلي الفضة كالسوار والدملج والطوق لفظ الكتاب يقتضي المنع
حيث قال ولا يحل للرجال إلا التختم به وبه قال الجمهور وقال ابو سعيد
المتولي إذا جاز التختم بالفضة فلا فرق بين الاصابع وسائر الاعضاء كحلي
الذهب في حق النساء فيجوز له لبس الدملج في العضد والطوق في العنق والسوار
في اليد وغيرها وبهذا أجاب المصنف في الفتاوى وقال لم يثبت في الفضة إلا
تحريم الاواني وتحريم التحلي علي وجه يتضمن التشبه بالنساء –إلى أن قال-
ويحرم علي النساء تحلية آلات الحرب بالذهب والفضة جميعا لان في استعمالهن
لها تشبها بالرجال وليس لهن التشبه بالرجال هكذا ذكره الجمهور واعترض عليه
صاحب المعتمد بأن آلات الحرب من غير ان تكون محلاة إما ان يجوز للنساء
لبسها واستعمالها أو لا يجوز (والثانى) باطل لان كونه من ملابس الرجال لا
يقتضى التحريم إنما يقتضي الكراهة ألا ترى انه قال في الام ولا اكره للرجل
لبس اللؤلؤ إلا للادب وانه من زى النساء لا للتحريم فلم يحرم زى النساء علي
الرجال وإنما كرهه فكذلك حكم العكس
Boleh bagi laki-laki memakai cincin perak karena diriwayatkan bahwa
baginda nabi memakai cincin dari perak, bolehkah baginya memakai
perhiasan selain cincin semacam gelang tangan, gelang lengan, kalung dsb
yang terbuat dari perak ? Redaksi Kitab mengarah pada tidak bolehnya
seperti ungkapan Pengarang “Dan tidak boleh bagi laki-laki kecuali
perhiasan cincin dari perak” Dan yang demikian juga pendapat mayoritas
Ulama namun Abu Sa’id al-Mutawally menyatakan “Bila memakai cincin perak
dihalalkan maka tidak dibedakan kehalalan memakainya baik terpakai
dijemari atau anggauta tubuh lainnya sebagaimana kelegalan perhiasan
emas bagi wanita, maka boleh bagi laki-laki memakai gelang lengan,
kalung dileher, gelang ditangan dsb” dst……..
Syarh al-Wajiiz VI/28
(مسألة: ي): ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في
الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا
أحدهما بما يختص بالآخر، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه.
Batasan penyerupaan yang di haramkan pada kasus penyerupaan orang
laki-laki pada perempuan dan sebaliknya adalah apa yang diterangkan oleh
Ulama Fiqh dalam kitab Fath aljawaad, Tuhfah, Imdaad dan kitab syun
alghooroh. Imam Romli juga mengikutinya dalam kitab Annihaayah,
Batasannya adalah
"Bila salah satu dari lelaki atau wanita tersebut berhias memakai barang
yang dikhususkan untuk lainnya atau pakaian yang jamak di gunakan pada
tempat tinggal lelaki dan wanita tersebut".
Bughyah Almustarsyidiin 604
Tidak ada komentar:
Posting Komentar