Kita menjumpai perkataan sebagian orang yang mengatakan bahwa berdoa
dengan mengangkat tangan adalah bid’ah, dan bahwa Rasulullah s.a.w tidak
pernah melakukan hal itu. Dan bahwa hadits mengenai berdoa dengan
mengangkat tangan seluruhnya dla’if (lemah). Pendapat ini marak di dunia
maya, disalin dan tersebar luas, sehingga timbul pertanyaan dari
sebagian orang apakah benar berdoa dengan mengangkat tangan adalah
bid’ah?
Fatawa al-Azhar menyatakan riwayat tentang mengangkat tangan dalam
berdoa terdapat dalam lebih dari seratus hadis. Apakah benar tak ada
satu pun hadits shahih mengenai berdoa dengan mengangkat tangan dan
seluruh hadits mengenai hal itu dla’if (lemah)?
Kami menyetujui bahwa perkara berdoa adalah termasuk perkara ibadah.
Maka dalam perkara ibadah tidak dilakukan sesuatu kecuali ada contohnya
dari Rasulullah s.a.w. Karena dalam perkara ibadah hukum asal sesuatu
adalah haram sampai ditemukan contoh dari Rasulullah s.a.w. yang
menunjukkan hal itu berlaku.
Dalam kebanyakan masalah fiqih perbedaan pendapat seringkali terjadi
disebabkan perbedaan dalam mengukur keshahihan hadits. Sekelompok ulama
berpendapat hadits ini dla’if sementara ulama lain berpendapat hadits
tersebut shahih. Perbedaan pendapat juga disebabkan karena berbeda dalam
penilaian perawi hadits, sekelompok ulama menilai perawi-nya tidak
dapat dipercaya (laisa bi sya’i), sedangkan yang lain menganggap
perawi-nya jujur (shaduuq) atau terpercaya (tsiqat).
Terhadap berbagai perbedaan ini yang penting kami menyajikan duduk
masalah apa adanya dan kesimpulan serta pilihan terserah kepada
masing-masing orang untuk memilih pendapat mana yang lebih tenteram
untuk dipilih.
Pada dasarnya mengangkat tangan ketika berdo’a dan dan mengusap wajah
sesudahnya bukanlah sekedar tradisi yang tanpa dasa. Keduanya merupakan
sunnah Rasulullah saw. sebagaimana termaktub dalam salah satu haditsnya
yang diceritakan oleh Ibn Abbas:
إذا دعوت الله فادع بباطن كفيك ولا تدع بظهورهما فاذا فرغت فامسح بهما وجهك (رواه ابن ماجه)
Apabila engkau memohon kepada Allah, maka bermohonlah dengan bagian
dalam kedua telapak tanganmu, dan jangan dengan bagian luarnya. Dan
ketika kamu telah usai, maka usaplah mukamu dengan keduanya.
Demikian pula keterangan para ulama dari beberapa kitab. Bahkan mereka
menganjurkan ketika semakin penting permintaan agar semakin tinggi pula
mengangkat tangan. Adapun ukuran mengangkat tangan adalah setinggi kedua
belah bahu. Dalam I’anatut Thaibin Juz Dua diterangkan:
ورفع يديه الطاهرتين حذو منكبيه ومسح الوجه بهما بعده
Dan diwaktu berdoa disunnahkan mengangkat kedua tangannya yang suci
setinggi kedua bahu, dan disunnahkan pula menyapu muka dengan keduanya
setelah berdo’a.
Keterangan ini ditambahi oleh keterangan Syaikh Muhammad bin Sulaiman
al-Kurdy dalam Al-Hawasyil Madaniyyah dengan sangat singkat.
وغاية الرفع خذو المنكبين الا اذا شتد الأمر
Batas maksimal mengangkat tangan adalah setinggi kedua bahu, kecuali
apabila keadaan sudah amat kritis, maka ketika itu bolehlah melewati
tinggi kedua bahu.
Akan tetapi, di masa sekarang ini banyak kelompok yang meragukan dan
menyangsikan sunnah Rasulullah saw ini. mereka meanyakan kembali tentang
keabsahannya. Sungguh hal ini bukanlah sesuatu yang baru karena dulu
telah disinggung oleh pengarang kitab al-Futuhatur rabbaniyyah:
قال المصنف وردت الاحاديث الكثيرة برفع اليد الى السماء فى كل دعاء من غير حصر ومن ادعى حصرها فقد غلط غلطا فاحشا
Sang pengarang telah berkata bahwa “telah ada hadits-hadits yang tak
terbatas banyaknya mengenai mengangkat tangan ke langit ketika berdo’a,
barang siapa menganggap itu tidak ada, maka ia telah keliru.
Sangat banyak hadis yang menunjukkan tentang sunahnya mengangkat tangan
saat berdoa, bahkan sebagian para ulama ada yang mengatakan bahwa
hadisnya mencapai derajat mutawatir maknawi. Imam As Suyuthi mengatakan,
“Ada sekitar seratus hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan bahwa beliau mengangkat tangan saat berdo’a, saya
telah mengumpulkannya dalam sebuah kitab tersendiri, namun hal itu dalam
keadaan yang berbeda-beda. Setiap keadaannya tidaklah mencapai derajat
mutawatir, namun titik persamaan antara semuanya yaitu mengangkat tangan
saat berdo’a mencapai derajat mutawatir.”
(Tadribur Rowi 2/180)
Mengangkat tangan ketika sedang berdoa adalah hal yang disyariatkan
dalam Islam. Perbuatan ini merupakan salah satu adab dalam berdoa dan
juga nilai tambah yang mendukung terkabulnya doa. Mari kita bahas secara
rinci bagaimana hukum dan tata caranya.
Hukum Asal Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
Tidak kami ketahui adanya perbedaan diantara para ulama bahwa pada
asalnya mengangkat tangan ketika berdoa hukumnya sunnah dan merupakan
adab dalam berdoa. Dalil-dalil mengenai hal ini banyak sekali hingga
mencapai tingkatan mutawatir ma’nawi.
Namun karena hadist-hadist tersebut banyak yang panjang, maka cukup
disini disebutkan letak permasalahan mengenai mengangkat tangannya
Rasulullah saat berdoa’. Hadits-hadits tersebut diantaranya adalah :
Imam Bukhari mencantumkan sebuah bab dalam kitab shahih beliau : “Bab
mengangkat tanga saat berdo’a.” lalu beliau meriwayatkan beberapa hadits
yaitu :
عن أبي موسى الأشعري : دعا النبي صلى الله عليه وسلم ثم رفع يديه ورأيت بياض إبطيه
وقال بن عمر: رفع النبي صلى الله عليه وسلم وقال : اللهم إني أبرأ إليك مما صنع خالد
عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه رفع يديه حتى رأيت بياض إبطيه
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata : “Rasulullah berdoa kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya, dan saya melihat putih kedua ketiak beliau.”
Dari Ibnu Umar berkata : “Rasulullah mengangkat kedua tangan beliau,
lalu beliau berdoa : “Ya Allah, saya berlindung darimu atas apa yang
diperbuat Khalid.” (Shahih Bukhari 7/189 secara mu’alllaq)
Dari Anas dari Rasulullah bahwasannya beliau mengangkat tangan beliau sehingga saya melihat putih kedua ketiaknya.”
(Shahih Bukhari no : 6341)
Al Hafidl Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/142 mengisyaratkan kepada beberapa hadits mengenai hal ini diantaranya :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Thufail bin Amr datang
kepada Rasulullah lalu berkata, “Sesungguhnya Bani Daus telah durhaka,
maka berdoalah kepada Allah untuk kehancuran mereka.” Maka Rasulullah
menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya lalu berkata : “Ya
Allah, berilah hidayah kepada Bani Daus.”(Adab Mufrad no : 611, hadits
ini dalam shahihain tanpa tambahan : “Mengangkat kedua tangannya”)
Dari Jabir bin Abdillah berkata : “Sesungguhnya Thufail bin Amr pergi
hijrah…” lalu beliau menyebutkan kisah hijrah beliau bersama seseorang
yang bersamanya. Dalam hadits ini terdapat lafadz : “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,“Ya Allah, Ampunilah kedua orang
tuanya.” Dan beliau mengangkat kedua tangan beliau.” (Adabul Mufrad :
614 dengan sanad shahih, Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim : 116 tanpa
tambahan : “Mengangkat kedua tangannya.”)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sesungguhnya beliau melihat
Rasulullah berdoa sambil mengangkat tangan dan berkata : “Ya Allah,
sesungguhnya saya hanyalah seorang manusia …” (Adab Mufrad 613, berkata
Al Hafidl : “Sanadnya shahih.”)
Al Hafidl Ibnu Hajar juga berkata, “Diantara hadits-hadits shahih tentang masalah mengangkat tangan dalam berdoa adalah :
Apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab “Raf’ul Yadain.” 157
: “Saya melihat Rosulullah mengangkat kedua tangan beliau mendoakan
Utsman.”
Imam Muslim 913 meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Samurah tentang kisah
shalat gerhana matahari, beliau berkata : “Saya sampai pada Rasulullah ,
dan saat itu beliau sedang mengangkat tangan berdoa.”
Juga dari hadits Aisyah tentang shalat gerhana : “Bahwasannya Rasulullah mengangkat tangan saat berdoa.” (Shahih Muslim 901)
Juga hadits Aisyah tentang doa beliau untuk ahli kubur baqi’, beliau
berkata : “Rasulullah mengangkat tangannya tiga kali.” (Shahih Muslim :
973)
Dalam sebuah hadits panjang tentang pembebasan kota Makkah dari Abu
Hurairah bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat
tangannya dan berdoa. (Shahih Muslim : 1780)
Juga hadits tentang kisah Ibnul Lutbiyyah terdapat kisah, “Kemudian
Rasulullah mengangkat kedua tangan beliau sehingga saya melihat putih
kedua ketiak beliau. Beliau berkata : “Ya Allah, bukankah sudah saya
sampaikan.” (Bukhari : 2597, Muslim : 1832)
Hadits Amr bin Ash : “Bahwasannya Rasulullah menyebutkan kisah Nabi
Ibrahim dan Isa, maka beliau mengangkat tangannya dan berkata : “Ya
Allah, selamatkanlah ummatku.” (Muslim : 202)
Dari Usamah bin Zaid berkata : “Saya membonceng Rasulullah di Arafah,
lalu beliau mengangkat tangannya berdoa, lalu unta beliau itu agak
miring sehingga jatuh tali pelananya, maka beliau mengambilnya dengan
satu tangan sementara beliau masih mengangkat tangan lainnya.” (HR.
Nasa’i 5/254 dengan sanad shohih).” (Lihat Fathul Bari 11/142)
Diantara hadits shahih yang menunjukan masyru’nya mengangkat tangan
adalah apa yang diriwayatkan oleh Salman Al Farisi bahwasannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,“Sesungghnya Allah itu
Maha Pemalu dan Pemurah, Dia malu terhadap hamba Nya apabila mengangkat
tangan berdoa lalu mengembalikan dengan tangan hampa.” (HR. Abu Dawud
1488, Turmudli 3556 dengan sanad shahih, lihat Shahihul Jami’ 1753)
Diantaranya hadist Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا،
وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ،
فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا
صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى
السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ
حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى
يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima
kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang
mukmin itu sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah
Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan
kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala berfirman,
‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang telah
Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan
cerita seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, hingga
sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke
langit dan berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ padahal makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari
yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)
Hadits di atas jelas ke-shahih-an nya. Namun orang-orang yang cenderung
berpendapat berdoa mengangkat tangan adalah bid’ah, beralasan bahwa
hadits ini tidak secara tegas menunjukkan perintah Rasulullah s.a.w.
untuk berdoa dengan mengangkat tangan. Mereka berkata : hadits di atas
justru menceritakan bahwa doa orang tersebut tidak terkabul. Orang yang
jujur dan teliti akan berkata benar, bahwa hadits di atas tidak secara
tegas menunjukkan perintah Rasulullah s.a.w. untuk berdoa. Namun hadits
di atas menceritakan bahwa Rasulullah s.a.w. sedang menggambarkan orang
yang berdoa namun tidak dikabulkan karena memakan yang haram. Adapun
Rasulullah s.a.w. menggambarkan orang berdoa itu dengan mengangkat
tangan dan berseru “Wahai Tuhankku, Wahai Tuhanku!” Tentu Rasulullah
tidak bermaksud memberi keterangan “mengangkat tangan” di situ sebagai
penyebab tidak terkabulnya doa. Karena yang menyebabkan tidak
terkabulnya doa adalah makanan yang haram dan bukannya karena mengangkat
tangan. Adapun penyebutan berdoa dengan mengangkat tangan di situ
jelas-jelas menunjukkan keumuman atau kelaziman aktifitas doa (hadits
tsb tidak menceritakan orang tertentu) bahwa berdoa itu ya umumnya
dengan mengangkat tangan. Walaupun dalam kondisi lain tidak mengangkat
tangan pun tidak mengapa.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika
seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu
Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud 1488,
At Tirmidzi 3556, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’
2070)
As Shan’ani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya
mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Hadits-hadits mengenai hal ini
banyak” (Subulus Salam, 2/708)
Demikianlah hukum asalnya. Jika kita memiliki keinginan atau hajat lalu
kita berdoa kepada Allah Ta’ala, kapan pun dimanapun, tanpa terikat
dengan waktu, tempat atau ibadah tertentu, kita dianjurkan untuk
mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Dalam Suatu Ibadah
Banyak hadits-hadits yang menyebutkan praktek mengangkat tangan dalam berdoa dalam beberapa ritual ibadah, diantaranya:
1. Ketika berdoa istisqa dalam khutbah
Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua
tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031,
Muslim no.895)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “maksudnya, dalam
kondisi khutbah Nabi tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali
(jika dalam khutbah tersebut) beliau berdoa memohon hujan (istisqa)”
(Syarhul Mumthi’, 5/215). Menunjukkan bahwa ini dilakukan ketika istisqa
baik dalam khutbah istisqa, ataupun dalam khutbah yang lainnya.
2. Ketika berdoa qunut dalam shalat
Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:
فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا عَلَيْهِمْ
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setiap shalat shubuh
beliau mengangkat kedua tangannya dan mendoakan keburukan bagi mereka”
(HR. Ahmad 12402, dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu 3/500)
Juga banyak diriwayatkan tentang hal ini dari perbuatan para sahabat
Nabi, diantaranya Umar bin Khattab, diceritakan oleh Abu Raafi’ :
صليت خلف عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقنت بعد الركوع ورفع يديه وجهر بالدعاء
“Aku shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, beliau
membaca doa qunut setelah ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya dan
mengeraskan bacaannya” (HR. Al Baihaqi 2/212, dengan sanad yang shahih)
3. Ketika melempar jumrah
Berdasarkan hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَمَى
الجَمْرَةَ الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ مِنًى يَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ،
يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ تَقَدَّمَ أَمَامَهَا، فَوَقَفَ
مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، وَكَانَ يُطِيلُ
الوُقُوفَ، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الثَّانِيَةَ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ
حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْحَدِرُ ذَاتَ
اليَسَارِ، مِمَّا يَلِي الوَادِيَ، فَيَقِفُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ
رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الَّتِي عِنْدَ
العَقَبَةِ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ عِنْدَ كُلِّ
حَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika melempar jumrah
yang berdekatan dengan masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh batu
kecil. Beliau bertakbir pada setiap lemparan lalu berdiri di depannya
menghadap kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tanganya. Berdiri di
situ lama sekali. Kemudian mendatangi jumrah yang kedua, lalu
melamparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan,
lalu menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau berdiri mengahadap kiblat,
berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau mendatangi
Jumrah Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau
bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak berhenti di situ” (HR
Bukhari 1753)
4. Ketika wukuf di Arafah
Diceritakan oleh Usamah bin Zaid Radhiallahu’anhu:
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ «فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو
“Aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam di
Arafah. Di sana beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa” (HR. An
Nasa’i 3993, Ibnu Khuzaimah 2824, di shahihkan Al Albani dalam Shahih
Sunan An Nasa’i)
Dan masih banyak hadits lainnya, Namun yang disebutkan diatas insya Allah sudah mencukupi.
Semua hadits tersebut yang mencapai derajat mutawatir maknawi menunjukan
bahwa termasuk adab berdoa adalah mengangkat tangan, bahkan juga
termasuk hal-hal yang bisa membuat do’a tersebut dikabulkan oleh Alloh
Ta’ala. (Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Adzkar Oleh Syaikh Abdur Rozzaq Al
Abbad 2/175)
Berkata Imam Syaukani rahimahullah, “Yang menunjukkan atas di
syariatkannya mengangkat tangan saat berdoa adalah apa yang dilakukan
oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sekitar tiga puluh tempat
dalam berbagai macam doa bahwa beliau mengangkat tangan.” (Lihat
Tuhfatudz Dzakirin hal : 36)
Berkata Imam Ibnu Rajab rahimahullah, “Mengangkat tangan adalah termasuk
salah satu adab dalam berdoa, yang itu bisa membuat doa mustajabah.”
(Lihat Jami’ Ulum Wal Hikam 1/253)
Dalam Kitab Ad Durar As Sunniyah fil Ajwibah An Najdiyah 4/158
disebutkan bahwa Syaikh Sa’id bin Haji tatkala ditanya tentang
mengangkat tangan dalam berdoa beliau menjawab, “Banyak hadits yang
menunjukkan disunnahkannya mengangkat tangan saat berdoa, tidak ada yang
mengingkari hal ini kecuali orang yang bodoh.”
Tata Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa
Setelah kita memahami bahwa mengangkat tangan saat berdoa itu sunnah
Rosulullh, maka sekarang bagaimana cara mengangkat tangan tersebut ?
Banyak sekali tata cara mengangkat tangan dalam berdoa yang ada dalam
riwayat-riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat.
Para ulama pun berselisih pendapat dalam sebagian tata cara tersebut
namun khilaf ini merupakan khilaf tanawwu’ (variasi), dibolehkan
mengambil mana saja dari variasi yang ada. Namun mengingkat banyak
sekali praktek mengangkat tangan dalam berdoa yang beredar di
masyarakat, hendaknya kita mencukupkan diri pada praktek-praktek
mengangkat tangan yang dijelaskan oleh para ulama dan tidak mengikuti
cara-cara yang tidak diketahui asalnya.
Jika kita kelompokkan, praktek-praktek mengangkat tangan dalam berdoa
bisa dibagi menjadi tiga. Sebagaimana pembagian dari sahabat Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu’anhuma :
المسألة أن ترفع يديك حذو منكبيك أو نحوهما والاستغفار أن تشير بأصبع واحدة والابتهال أن تمد يديك جميعا
“Al Mas’alah adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak atau
sekitar itu. Al Istighfar adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al
Ibtihal adalah dengan menengadahkan kedua tanganmu bersamaan” (HR. Abu
Daud 1489, dishahihkan oleh Al Albani dalamShahih Al Jami’ 6694)
Jenis pertama: Al Mas’alah. Merupakan jenis yang umumnya dilakukan dalam
berdoa. Bentuk ini juga yang digunakan ketika membaca doa qunut,
istisqa dan pada beberapa rangkaian ibadah haji. Yaitu dengan membuka
kedua telapak tangan dan mengangkatnya sebatas pundak, sebagaimana
digambarkan oleh Ibnu ‘Abbas. Juga berdasarkan hadits:
إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا
“Jika engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu,
jangan dengan punggung tanganmu” (HR. Abu Daud 1486, dishahihkan Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 595)
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai detail bentuknya:
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa kedua telapak tangan dibuka namun kedua
tidak saling menempel, melainkan ada celah diantara keduanya. (Lihat Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
Ulama Syafi’iyyah mengatakan telapak tangan mengarah ke langit dan
punggung tangan ke arah bumi, boleh ditempelkan ataupun tidak. Ini
dilakukan dalam doa untuk mengharapkan terkabulnya sesuatu. Sedangkan
untuk mengharapkan hilangnya bala, punggung tangan yang menghadap ke
langit, telapak tangan mengarah ke bumi (yaitu Al Ibtihal). (Lihat Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
Sedangkan Hanabilah berpendapat kedua tangan ditempelkan berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذا دَعَا ضم كفيه وَجعل بطونهما مِمَّا يَلِي وَجهه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berdoa beliau
menempelkan kedua telapak tangannya dan melihat pada kedua telapak
tangannya” (HR. Ath Thabrani 5226, sanad hadits ini dhaif sebagaimana
dikatakan oleh Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya1/326). (Lihat Al Mausu’ah
Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh menjelaskan lebih detil jenis ini:
“Mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka di depan dada,
tepatnya di pertengahan dada. Umumnya bentuk ini yang digunakan oleh
Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam dalam berdoa. Namun terkadang beliau
beliau berdoa di Arafah dengan cara begini: mengangkat kedua tangannya
tepatnya dipertengahan dada lalu menengadahkannya sebagaimana orang yang
meminta makanan, tidak meletakannya dekat wajah namun juga tidak jauh
dari wajah dan masih dikatakan ada di pertengahan dada. Juga dengan
membuka kedua telapaknya bagaikan orang miskin yang meminta makanan”
(Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112)
Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan cara lain: “Boleh juga seseorang
menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan kedua punggung tangannya
menghadap kiblat” (Tas-hih Ad Du’a, 1/117)
Jenis kedua: Al Istighfar. Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan jari
telunjuk menunjuk ke atas. Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh mengatakan:
“Cara ini khusus bagi khatib yang berdiri. Jika ia berdoa, cukup jari
telunjuknya menunjuk ke atas. Ini simbol dari doa dan tauhidnya. Tidak
disyariatkan bagi khatib mengangkat kedua tangannya (ketika berdoa) jika
ia berkhutbah sambil berdiri di atas mimbar atau di atas benda lainnya,
kecuali jika sedang berdoa istisqa (maka boleh mengangkat kedua
tangan)” (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112). Termasuk dalam jenis ini,
khatib jum’at yang membaca doa, yang sesuai sunnah adalah dengan
mengacungkan telunjuknya ke langit ketika sedang berdoa.
Dalil dari jenis ini diantaranya hadits:
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ، قَالَ: رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى
الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَقَالَ: «قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ
الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ»
“Dari ‘Umarah bin Ru’aybah, ia berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan
mengangkat kedua tangannya (ketika menjadi khatib) di atas mimbar.
‘Umarah lalu berkata kepadanya: ‘Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu
ini, karena aku telah melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika menjadi khatib tidak menambah lebih dari yang seperti ini:
(Umarah lalu mengacungkan jari telunjuknya)‘” (HR. Muslim, 847)
Jenis ketiga: Al Ibtihal. Yaitu dengan bersungguh-sungguh mengangkat
kedua tangan ke atas dengan sangat tinggi hingga terlihat warna ketiak.
Boleh juga hingga punggung tangan menghadap ke langit dan telapaknya
menghadap ke bumi. Jenis ini dilakukan ketika keadaan benar-benar sulit,
mendapat musibah yang sangat berat, sedang sangat-sangat mengharapkan
sesuatu, atau berdoa dalam keadaan sangat berduka, atau ketika istisqa
(memohon hujan). Diantara dalil dari jenis ini adalah hadits Anas bin
Malik Radhiallahu’anhu :
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua
tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031,
Muslim no.895)
Juga dalam hadits lain dari Anas bin Maalik Radhiallahu’anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
“Pernah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-istisqa (meminta hujan),
beliau mengarahkan punggung tangannya ke langit” (HR. Muslim 895)
Faedah yng dipetik dari syariat mengangkat tangan saat berdoa
Semua syariat Allah Ta’ala pasti mengandung hikmah yang sangat tinggi
tak terbatas. Akal pikiran kita terlalu lemah untuk bisa mengungkap
hikmah dibalik semua syariat yang ditetapkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Cukuplah bagi kita merupakan sebuah keutamaan kalau kita bisa
mengungkap sebagiannya.
Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah,
“Jika engkau perhatikan hikmah yang menakjubkan dari syariat agama islam
ini, tidak ada untaian kalimat yang bisa menerangkannya dan tidak ada
satu pun akal yang bisa mengusulkan sebuah syariat yang lebih sempurna
darinya, maka cukuplah sebagai sebuah kesempurnaan akal kalau dia
mengetahui keagungan dan keutamaannya.” (Miftah Darus Sa’adah 2/308)
Diantara makna dan hikmah yang tersembunyi dibalik syariat angkat tangan dalam berdoa ini adalah :
1. Menunjukkan kerendahan, hajat dan kebutuhan dirinya pada Allah
Ta’ala, yang dengan ini seseorang akan bertambah khusu’ dalam doanya dan
itu merupakan sebab diterimanya doa AllohTa’ala berfirman :
“Wahai sekalian manusia, kalian adalah faqir (membutuhkan) Alloh dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Fahir : 15)
Berkata Imam As Safarini,
“Berkata para ulama’ : “Disyariatkannya mengangkat tangan dalam berdoa
adalah supaya lebih merendahkan diri pada Allah, yang dengannya dia akan
bisa benar-benar tadlarru’ dalam beribadah kepada Allah. Juga terkadang
seseorang itu tidak mampu untuk membangkitkan hatinya dari kelalaian,
maka dia bisa lakukan dengan penggabungan tangan dengan lisan, ini semua
adalah salah satu cara untuk menuju khusu’nya hati.” (Lihat Syarah
Tsulatsiyat Musnad 1/655)
2. Dalam mengangkat tangan terdapat makna bahwa Allah adalah Dzat yang
mengatur alam semesta, dan berbuat sekehandak Nya. Oleh karena itulah
Dia berhak di ibadahi dan dimintai serta direndahkan diri pada Nya
dengan serendah-rendahnya, karena memang barang siapa yang meyombong
pada Nya akan memperoleh kehinaan dan yang orang yang merasa cukup
dengan keutamaan Nya akan memperoleh kefaqiran.
3. Dalam mengangkat tangan juga menunjukkan bahwa Allah Dzat yang Maha
Pengasih dan Pemurah, yang akan mengabulkan semua permintaan hamba Nya,
tidak ada dosa yang tidak bisa diampuni oleh Nya, tidak ada kebutuhan
yang tidak bisa dipenuhi Nya, oleh karena itu Allah Malu melihat hamba
Nya yang mengangkat tangan pada Nya kemudian mengembalikannya dalam
keadaan hampa, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah.
4. Mengangkat tangan saat berdoa menunjukkan bahwa Alloh berada di atas ,
tepatnya di Arsy di atas langit ke tujuh. Pembahasan ini insya Allah
kita bahas pada edisi berikutnya
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu :
Doa adalah ibadah.
Syarat diterimanya ibadah ada dua, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (mengikut sunnah Rosulullah ).
Hadits yang menunjukan mengangkat tangan dalam berdoa mutawatir maknawi.
Cara mengangkat tangan dalam berdo’a ada tiga, sebagaimana perincian diatas.
Banyak hikmah yang diambil dari syariat mengangkat tangan saat berdo’a.
Wallohu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar