Bagaimana hukum membunuh semut dan kecoak jika mengganggu? Padahal dalam
hadits disebutkan bahwa semut tidaklah boleh dibunuh. Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ
الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh empat hewan:
semut, lebah, burung Hudhud dan burung Shurad.” (HR. Abu Daud no. 5267,
Ibnu Majah no. 3224 dan Ahmad 1: 332. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Sedangkan dalam hadits lain ada keterangan mengenai hewan fasik yang
boleh untuk dibunuh karena sifatnya mengganggu. Dari ‘Aisyah,
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima jenis hewan fasik yang boleh dibunuh ketika sedang ihram,
yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur
(anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)
Apa yang dimaksud hewan yang fasik? Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh
Muslim (8: 114) menjelaskan bahwa makna fasik dalam bahasa Arab adalah
al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari
perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut
fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat
kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula
ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka
keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram
dan ketika ihram.
Kita lihat yang dimaksud dengan hewan fasik adalah hewan yang mengganggu
sebagaimana keterangan dari ulama besar Syafi’iyah yaitu Imam Nawawi
rahimahullah di atas.
Hukum membunuh binatang “secara sengaja” terbagi menjadi empat macam:
Pertama: Binatang yang boleh dibunuh dan tidak boleh dimakan, yaitu
setiap hewan yang memiliki tabiat yang membahayakan atau menyakiti
manusia maka boleh dibunuh, baik di tanah suci maupun di tempat lain.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ مِنَ الدَّوَابِّ كُلُّهَا فَوَاسِقُ تُقْتَلُ فِى الْحَرَمِ
الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْعَقْرَبُ
وَالْفَارَةُ
“Lima hewan yang semuanya jahat, boleh dibunuh walau di tanah suci;
burung gagak, burung rajawali, anjing yang suka melukai, kalajengking
dan tikus.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah
radhiyallahu’anha]
Dalam riwayat yang lain: “juga ular.” Dan dikiaskan semua binatang yang
berbahaya seperti harimau, singa dan lain-lain, termasuk yang ditanyakan
yaitu nyamuk, hukumnya boleh dibunuh.
Dan dibolehkan membunuh hewan-hewan tersebut dengan cara apa saja selama
tidak mengandung penyiksaan seperti dibakar, sehingga dibolehkan insya
Allah denganmenyemprotkan insektisida.
Kedua: Binatang yang boleh dibunuh dan boleh dimakan, seperti unta,
sapi, kambing, ayam dan lain-lain, hukumnya boleh dibunuh untuk dimakan
dengan disembelih atau dibunuh dengan cara yang sesuai syari’at.
Ketiga: Binatang yang tidak boleh dibunuh, yaitu hewan yang tidak
memiliki tabiat yang jelek dan tidak pula dibolehkan memakannya.
Diantaranya yang disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,
إِنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ
الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang dari membunuh
empat jenis hewan; semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurod.” [HR.
Abu Daud, Al-Irwa’: 2490]
Juga dalam hadits Abdur Rahman bin Utsman radhiyallahu’anhu, beliau berkata
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ ضِفْدَعٍ
يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ
قَتْلِهَا
“Bahwasannya seorang dokter bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam tentang katak untuk dijadikan obat, maka Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam melarang dari membunuh katak.” [HR. Abu Daud, Shahihut
Targhib: 2991]
Keempat: Hewan yang tidak boleh dibunuh namun menyakiti, seperti semut
atau lebah yang menyakiti, hendaklah diusir, ditakut-takuti, dijauhkan
dan semisalnya. Kalau terpaksa harus membunuh maka boleh dibunuh tanpa
menyiksa.
Islam melarang kita untuk membunuh sesuatu dengan membakar, karena yang
berhak membakar adalah Allah Ta'alaa saja sebagaimana sabda Rasulullah
shallawahu 'alaihi wasallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ :بَعَثَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْثٍ فَقَالَ
إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا وَفُلَانًا فَأَحْرِقُوهُمَا بِالنَّارِ ثُمَّ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ أَرَدْنَا
الْخُرُوجَ إِنِّي أَمَرْتُكُمْ أَنْ تُحْرِقُوا فُلَانًا وَفُلَانًا
وَإِنَّ النَّارَ لَا يُعَذِّبُ بِهَا إِلَّا اللَّهُ فَإِنْ
وَجَدْتُمُوهُمَا فَاقْتُلُوهُمَا
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata : Rasulullah
shallawahu 'alaihi wasallam mengutus kami dalam satu sariyah lalu
Beliau berkata : " jika kalian menemukan fulan dan fulan maka bakarlah
keduanya dengan api, kemudian ketika kami hendak berangkat Rasulullah
shallawahu 'alaihi wasallam berkat : "sesungguhnya aku telah
memerintahkan kalian untuk membakar fulan dan fulan, sesungguhnya api
tidak pantas untuk menyiksa dengannya kecuali Allah, maka jika kalian
menemukan mereka bunuhlah mereka berdua" HR Bukhari.
Demikian pula hadis dari Hamzah bin Amr Al-Aslami, beliau bercerita:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّرَهُ عَلَى
سَرِيَّةٍ قَالَ: فَخَرَجْتُ فِيهَا، وَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا
فَأَحْرِقُوهُ بِالنَّارِ». فَوَلَّيْتُ فَنَادَانِي فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ
فَقَالَ: «إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا فَاقْتُلُوهُ وَلَا تُحْرِقُوهُ،
فَإِنَّهُ لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ ».
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah mengutusnya bersama
pasukan perang, ketika hendak berangkat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berpesan, “Jika kalian menjumpai si A, bakarlah dia dengan api.”
Kemudian aku berangkat. Lalu beliau memanggilku dan aku kembali dan
beliau berpesan, “Jika kalian menangkap si A, bunuhlah dan jangan kalian
bakar. Karena tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Tuhannya api
(yaitu Allah).” (HR. Abu Daud 2673 dan dishahihkan Al-Albani)
- عَنْ عِكْرِمَةَ قَالَ أُتِيَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
بِزَنَادِقَةٍ فَأَحْرَقَهُمْ فَبَلَغَ ذَلِكَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ لَوْ
كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحْرِقْهُمْ لِنَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ وَلَقَتَلْتُهُمْ
لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَدَّلَ
دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Dari Ikrimah berkata : telah dihadapkan kepada Ali radhallahu anhu
orang-orang zindiq lalu beliau membakar mereka, namun berita tersebut
sampai kepada Ibnu Abbas radhiallahu anhu lalu beliau berkata : "
seandainya aku, tentu aku tidak akan membakar mereka karena Rasulullah
shallawahu 'alaihi wasallam melarangnya dalam sabda beliau : "janganlah
kalian menyiksa dengan siksaan Allah" tapi tentulah aku akan membunuh
mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu 'alaihi wasallam : "
barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah".
ما أخرج البزّار في مسنده عن عثمان بن حبّان قال : " كنت عند أمّ الدّرداء
رضي الله عنها ، فأخذت برغوثاً فألقيته في النّار ، فقالت : سمعت أبا
الدّرداء يقول : قال رسول اللّه صلى الله عليه وسلم : لا يعذّب بالنّار
إلاّ ربّ النّار ".
Dikeluarkan oleh Al-Bazzar dalam musnadnya dari Utsman bin Hibban
berkata: ketika itu aku ditempat Ummu Darda' radhiallahu anha, lalu aku
mengambil seekor kutu lalu aku melemparkannya kedalam api, maka beliau
berkata : aku mendengar Abu Darda' berkata: Rasulullah shallawahu
'alaihi wasallam bersabda : " tidak boleh menyiksa dengan api kecuali
Robbnya api".
Riwayat- riwayat diatas menunjukkan dilarangnya membunuh atau menyiksa dengan api, dalam hal ini para sahabat berbeda pendapat:
1- Sebagian ada yang melarangnya termasuk Ibnu Abbas dan Umar bin Khatthab radhiallahu anhum berdasarkan riwayat-riwayat diatas.
2- Sebagian lain ada yang membolehkannya termasuk Ali bin Abi Thalib dan
Khalid bin Walid radhallahu anhum berdasarkan beberapa riwayat :
- Diantaranya ketika ada golongan Saba'iyyah yang menganggap Ali sebagai Robb beliau membakar mereka.
عن عَبْد اللَّه بْن شَرِيك الْعَامِرِيّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قِيلَ
لِعَلِيٍّ إِنَّ هُنَا قَوْمًا عَلَى بَاب الْمَسْجِد يَدَّعُونَ أَنَّك
رَبّهمْ ، فَدَعَاهُمْ فَقَالَ لَهُمْ وَيْلكُمْ مَا تَقُولُونَ ؟ قَالُوا :
أَنْتَ رَبُّنَا وَخَالِقنَا وَرَازِقنَا . فَقَالَ : وَيْلكُمْ إِنَّمَا
أَنَا عَبْدٌ مِثْلُكُمْ آكُلُ الطَّعَام كَمَا تَأْكُلُونَ وَأَشْرَبُ
كَمَا تَشْرَبُونَ .... ، وَجَاءَ بِالْحَطَبِ فَطَرَحَهُ بِالنَّارِ فِي
الْأُخْدُود وَقَالَ : إِنِّي طَارِحكُمْ فِيهَا أَوْ تَرْجِعُوا ،
فَأَبَوْا أَنْ يَرْجِعُوا فَقَذَفَ بِهِمْ فِيهَا حَتَّى إِذَا
اِحْتَرَقُوا قَالَ : إِنِّي إِذَا رَأَيْت أَمْرًا مُنْكَرًا أَوْقَدْت
نَارِي وَدَعَوْت قَنْبَرَا
وَهَذَا سَنَد حَسَن
Dari Abdullah bin Syarik Al-'amiriy dari ayahnya berkata : diberitakan
kepada Ali bahwa ada satu kaum di depan pintu masjid mendakwa dirimu
sebagai Robb mereka, lalu beliau memanggil mereka dan berkata : celaka
kalian apa yang kalian katakan ? mereka berkata : Engkau adalah Robb
kami dan Pencipta kami dan Pemberi kami, lalu beliau berkata : celaka
kalian, aku hanyalah hamba seperti kalian makan sebagaimana kalian makan
dan minum sebagaimana kalian minum,.....lalu beliau memerintah
seseorang untuk membawa kayu bakar dan dilemparkan kedalam parit dalam
keadaan menyala, lalu beliau berkata: sesungguhnya aku akan melempar
kalian kedalamnya atau kalian bertaubat, namun mereka enggan bertaubat
dan Alipun melempar mereka kedalam api sampai terbakar.
2- Begitu pula riwayat yang menceritakan ketika Rasulullah shallawahu
alaihi wasallam menusuk mata orang-orang 'Urainiyyin dengan besi yang
dibakar.
3- Begitu pula ketika Abu Bakar membakar golongan murtaddin.
4- Begitu juga Khalid bin Walid yang membakar golongan murtaddin, ini semuanya menunjukkan bolehnya membunuh dengan api.
Berkata Muhallab : larangan dalam hadits tidak menunjukkan
pengharamannya tetapi sebagai bentuk sikap tawadhu', yang menunjukkan
bolehnya membakar adalah perbuatan para sahabat. Dan sebagian ulama
Madinah membolehkan membakar benteng-benteng dan kapal-kapal seperti
yang dikatakan Imam nawawi dan 'Auzai.
Adapun membunuh nyamuk dengan raket nyamuk, maka sepengetahuan kami,
nyamuk tidak mati karena terbakar, tapi karena kesetrum, lalu terbakar
dalam keadaan sudah mati, jadi tidak termasuk dalam hal menganiaya
nyamuk
Namun pendapat yang kuat adalah dilarang membunuh dengan membakar
berdasarkan hadits Nabi diatas, adapun riwayat dari sebagian sahabat
mansukh dengan larangan Nabi shallawahu 'alaihi wasallam, dan riwayat
membakar benteng dan kapal itu karena darurat,demikian juga sebagian
sahabat mengingkarinya, seperti Ibnu Abbas ketika mengingkari perbuatan
Ali radhiallahu anhu.
Adapun membunuh nyamuk dengan raket nyamuk, maka sepengetahuan kami,
nyamuk tidak mati karena terbakar, tapi karena kesetrum, lalu terbakar
dalam keadaan sudah mati, jadi tidak termasuk dalam hal menganiaya
nyamuk, oleh karenanya hukumnya diperbolehkan, apalagi nyamuk termasuk
serangga yang mengganggu dan juga menyebabkan beberapa penyakit yang
berbahaya, jadi syariat mengizinkan kita untuk membunuhnya dengan cara
apapun yang memudahkan, apalagi kalau jumlahnya banyak.
Syeikh Hamid bin Abdullah Al-'Ali ketika ditanya apakah boleh membunuh
nyamuk dengan alat yang ada arus listriknya? Lalu beliau menjawab: tidak
mengapa karena nyamuk mati sebelum terbakar.
Pendapat ini juga kami rujuk kepada fatwa yang dikeluarkan oleh website
Thariqul Islam dari Syeikh Hamid bin Abdullah Al-'Ali ketika ditanya
apakah boleh membunuh nyamuk dengan alat yang ada arus listriknya? Lalu
beliau menjawab: tidak mengapa karena nyamuk mati sebelum terbakar.
Akan tetapi ada perbedaan antara penyiksaan dengan setruman yang
menyebabkan kematian yang dilakukan alat ini dengan sebab masuknya
serangga ke dalamnya sebagaimana ia masuk ke dalam api saat ia menyala.
Sebagaimana masuknya serangga-serangga itu ke dalam api tidak
mengharamkan penyalaan api dan mengambil manfaat darinya, maka begitu
juga masuknya serangga-serangga itu ke dalam alat setrum dengan
sendirinya membolehkan penggunaannya untuk melepaskan diri dari gangguan
nyamuk dan lalat yang bila banyak maka sangat susah melepaskan diri
dari gangguannya dengan selain cara ini.
Bahkan dalil telah menunjukan akan kebolehan membakar hewan yang
menyakiti untuk menolak gangguannya bila ia tidak tertolak kecuali
dengan cara itu, sebagaimana dalam kisah seorang nabi yang digigit
seekor semut, maka ia memerintahkan agar membakar kampung semut itu
semuanya, maka Allah mewahyukan kepadanya:
هلا نملة واحدة
“Kenapa tidak seekor semut saja”.
Maksudnya kenapa engkau tidak membakar seekor semut saja yang
menggigitmu… ini adalah dalil yang menunjukan bahwa bial tidak mungkin
melepaskan diri dair gangguan sebagian hewan kecuali dengan api, maka
sesungguhnya hal itu adalah tidak apa-apa namun tanpa melampaui batas,
sedangkan alat ini tidak menyetrum kecuali lalat atau nyamuk yang
menerobosnya, persis seperti api yang dinyalakan untuk penerangan dan
penghangatan badan atau untuk memasak dan yang lainnya…
Dan juga penyiksaan itu adalah dengan melakukan hal itu secara langsung
oleh orang, sedangkan alat ini hanyalah dimasuki oleh nyamuk yang
mengganggu manusia dan bukan manusia yang sengaja melemparkan nyamuk ke
dalamnya untuk mereka siksa…
Dan dalam bab ini sangat berfaedah mengingat bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah membakar pohon-pohon kurma Bani An Nadlir,
sedangkan pohon kurma itu biasanya tidak kosong dari burung atau
serangga atau hal serupa itu, dan sangat sulit menghindari dari
keterbakarannya dalam kondisi ini. Dan ini masuk dalam apa yang
dikatakan olehh fuqoha “sah atau terbukti secara keterikutan apa yang
tidak terbukti (sah) secara menyendiri”…. Di mana dalam pembakaran
pohon-pohon kurma itu tidak aada maksud dan penyengajaan membakar
hewan-hewan yang ada di pohon-pohon itu, akan tetapi tatkala sulit
menghindari hal itu maka ada rukhsahah di dalamnya, sebagaii bagian dari
kaidah (Bila kondisi menyempit maka urusan jadi lapang). Dan An Nawawi
menghikayatkan ijma prihal kebolehan membunuh hal-hal yang menyakiti…
Adapun sikap mempersulit dan fatwa pengharaman dari sebagian mufti resmi
(pemerintah) dalam hal ini dengan klaim bahwa itu adalah penyiksaan,
maka ia adalah tergolong hal aneh yang paliing mengherankan terutama
bahwa mayoritas mereka itu berpura-pura buta dari penyiksaan kaum
muslimin, para duat dan mujahidin di sel-sel penjara ulil amri mereka
dan pembakaran mereka dengan rokok-rokok mereka yang mereka padamkan di
badan-badan bahkan di aurat-aurat kaum mu’minin yang disiksa. Sikap
tasyaddud (terlalu mempersulit) dalam membakar dan menyiksa nyamuk ini
beserta sikap tasahul (terlalu memperenteng) dan berpura-pura buta dari
pembakaran muwahhidin dan mujahidin ini mengingatkan saya dan sangat pas
dengannya apa yang dikatakan ibnu Umar radliyallahu ‘anhu di tengah
mereka, maka ia berkata kepada mereka:
تسألون عن دم البعوضة وقد قتلتم الحسين بن علي ؟! وقد سمعت رسول الله صلى
الله عليه وسلم يقول عن الحسن والحسين: هما ريحانتاي في الدنيا
“Kalian bertanya tentang darah seekor nyamuk sedangkan kalian telah
membunuh Al Husen ibnu Ali?! Sungguh saya telah mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang Al Hasan dan Al Husen:
(Keduanya adalah buah hatiku di dunia).” Dikeluarkan oleh Al Bukhari.
Dan saya katakan: Mereka itu mengharamkan penyiksaan dan pembakaran
nyamuk dan mereka tasyaddud di dalamnya; namun mereka tidak menoleh
kepda penyiksaan dan pembakaran Ansharuddien yang dilakukan siang malam
oleh wali-wali mereka, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah berkata:
لا يبغض الأنصار رجل يؤمن بالله واليوم الآخر
“Tidak membenci anshar (pembela agama Allah) seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (HR Muslim)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ، اشْتَرَكُوا فِي دَمِ مُؤْمِنٍ، لأَكَبَّهُمُ اللَّهُ فِي النَّارِ
“Seandainya penduduk langit dan penduduk bumi semua mengambil bagian
dalam menumpahkan darah seorang mukmin, maka Allah akan menelungkupkan
mereka (semua) dalam neraka.” (HR At Tirmidzi)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا، أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
(Sungguh lenyapnya dunia adalah lebih ringan di sisi Allah dari pembunuhan seorang muslim). (HR Muslim)
Dari Abdullah ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma berkata: (Saya melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf di Ka’bah dan berkata:
مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ،
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ
عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالِهِ وَدَمِهِ، وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ
إِلاَّ خَيْراً
Alangkah wanginya engkau dan alangkah wanginya aromamu, alangkah
agungnya engkau dan alangkah agungnya kehormatanmu. Demi Dzat Yang jiwa
Muhammad ada di Tangan-Nya sungguh kehormatan orang mu’min itu lebih
agung di sisi Allah dari kehormatanmu, hartanya dan darahnya, dan kami
tidak mengira padanya kecuali kebaikan). (HR Ibnu Majah).
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
سباب المسلم فسوق وقتاله كفر
(Mencerca orang muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran). (Muttafaq ‘alaih)
Wallohu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar