Telah menjadi tradisi oleh sebagian besar masyarakat Islam untuk
membakar kemenyan pada ritual-ritual tertentu,seperti kala berdoa,saat
berzikir,ziarah kubur,perkawinan,pada acara tahlilan peringatan hari
kematian dan sebagainya. Bahkan ada yang membakar kemenyan secara rutin
pada waktu-waktu tertentu sebagai pengusir roh atau untuk medapatkan
keselamatan. Tradisi bakar kemenyan bukan hanya dilakukan oleh
masyarakat Islam Indonesia tetapi juga oleh masyarakat Islam lainnya
termasuk di negara-negara Arab. lalu bagaimana hukum membakar kemenyan
itu ?.
Dalam sebuah majelis dzikir ataupun majelis maulid terkadang ada tradisi
pembakaran dupa (bukhur). Tradisi semacam itu bukan sesuatu yang tanpa
dasar, berikut penjelasannya :
كان بن عمر إذا استجمر استجمر بالوة غير مطراة أو بكأفور يطرحه مع الألوة ثم قال هكذا كان يستجمررسول الله صلى الله عليه وسلم
Apabila ibnu umar beristijmar (membakar dupa) maka beliau beristijmar
dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kafur yang di
campur dengan uluwah, kemudian beliau berkata; "Seperti inilah
Rosululloh SAW, beristijmar". (HR. Nasa'i No seri hadits: 5152)
Imam nawawi mensyarahi hadits ini sebagai berikut:
الاستجمار هنا استعمال الطيب والتبخر به وهو مأخوذ من المجمر وهو البخور
وأما الألوة فقال الاصمعي وأبو عبيد وسائر أهل اللغة والغريب هي العود
يتبخر به
Yang di maksud dengan istijmar di sini ialah memakai wewangian dan
berbukhur "berdupa" dengannya. Lafadz istijmar itu di ambil dari kalimat
Al majmar yang bermakna al bukhur "dupa" adapun Uluwah itu menurut Al
ashmu'i dan abu ubaid dan seluruh pakar bahasa arab bermakna kayu dupa
yang di buat dupa. (Syarh nawawi ala muslim: 15/10.)
Di tambah komentar imam nawawi pensyarah hadits ulung tentang hadits ini:
ويتاكد استحبابه للرجال يوم الجمعة والعيد وعند حضور مجامع المسلمين ومجالس ألذكر والعلم
Dan sangat kuat kesunahan memakai wewangian (termsuk istijmar) bagi laki
laki pada hari jumat dan hari raya, dan saat menghadiri perkumpulan
kaum muslimin dan majlis dzikir juga majlis ilmu. (Syarah nawawi ala
muslim: 15/10)
Dan membakar dupa saat majlis dzikir, atau majlis pengajian itu sudah di
contohkan oleh imam malik RA, seperti yang di jelaskan dalam biografi
imam malik yang di tulis di belakang kitab tanwirul hawalik syarah
muwattho' malik imam suyuti. Juz 3 no 166
قال مطرف كان مالك إذا أتاه الناسخرجت اليهم الجارية فتقول لهم يقول لكم
الشيخ تريدون الحديث أو المسائل؟ فإن قالوا المسائل خرج اليهم وافتاهم وان
قالوا الحديث قال لهم اجلسوا ودخل مغتسله فاغتسل وتطيب ولبس ثيابا جددا
وتعمم ووضع على رأسه الطويلة وتلقى له المنصة فيخرج اليهم وعليه الخشوع
ويوضع عود فلا يزال يتبخر حتى يفرغ من حديث رسول اللهصلى الله عليه وسلم
"Mutrif berkata: apabila orang orang mendatangi kediaman imam malik,
maka mereka di sambut oleh pelayan wanita beliau yang masih kecil lalu
berkata kepada mereka, "imam malik bertanya apakah anda semua mau
bertanya tentang hadits atau masalah keagamaan?
Jika mereka berkata "masalah keagamaan" maka, imam malik kemudian keluar
kamar dan berfatwa, jika mereka berkata"hadits" maka beliau
mempersilahkan mereka untuk duduk, kemudian beliau masuk kedalam kamar
mandi, lalu mandi, dan memakai minyak wangi, kemudian memakai pakaian
yang bagus, dan memakai sorban. Dan di atas beliau memakai selendang
panjang di atas kepalanya, kemudian di hadapan beliau di letakkan mimbar
(dampar) dan setelah itu beliau keluar menemui mereka dengan khusu'
lalu di bakarlah dupa hingga selesai dari menyampaikan hadits Rosululloh
SAW".
مسئلة ج اخراق البخور عند ذكر الله و نحوه كقراءة القرأن و مجلس العلم له
اصل فى السنةمن حيث ان النبى صلى الله عليه و سلم يحب الريح الطيب الحسن و
يحب الطيب و يستعملها كثيرا بلغة الطلاب ص 54-53
“Membakar dupa atau kemenyan ketika berdzikir pada Allah dan sebagainya
seperti membaca al-Qur’an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar
dalil dari al-Hadits yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya
Nabi Muhammad Saw menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan
beliau pun sering memakainya .” (Bulghat ath-Thullab halaman 53-54).
قال بعض أصحابنا ويستحب أن يبخر عند الميت من حين يموت لانه ربما ظهر منه شئ فيغلبه رائحة البخور
“Sahabat-sahabat kita (dari Imam Syafi’i) berkata: “Sesungguhnya
disunnahkan membakar dupa di dekat mayyit karena terkadang ada sesuatu
yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan/
menghalanginya.”(Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 5, halaman 160).
Kalau niatnya sesuai sunnah maka hukumnya boleh atau sunnah,tetapi kalau
niatnya bertentangan dengan sunnah maka hukumnya tidak boleh atau
mungkin haram.Jadi kita boleh langsung memvonis bahwa orang yang
membakar kemenyan adalah adalah para pelaku bid’ah atau melakukan
kemusyrikan,tetapi tergantung pada niatnya.
Menurut sejarahnya,membakar kemenyan telah ada pada zaman Rasulullah SAW
yang tujuannya adalah untuk mengharumkan ruangan atau melawan bau tak
sedap pada suatu benda atau tempat..Kemenyan yang berasal dari kayu
gaharu atau getah pohon damar merupakan bahan pengharus yang alami.Di
Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan dalam wadah-wadah cantik untuk
mengharumkan ruang-ruang istana dan rumah-rumah. Dan di Asia Selatan dan
Asia Timur, kemenyan dibakar dalam kuil-kuil sebagai sarana
peribadatan.
Membakar kemenyan sering pula dilakukan dalam peribadatan umat agama
lain,atau oleh dukun-dukun/paranormal dalam melakukan praktek
perdukunan. Pembakaran kemenyan oleh umat Islam di tanah air atau di
Arab dengan yang dilakukan oleh umat agama lain atau oleh
dukun-dukun/paranormal tentu tidak dihukumi sama,karena niat atau
tujuannya berbeda.
Banyak orang masih menganggap kemenyan hanya sebagai alat untuk
ritual-ritual mistik pada dukun, pengantar sesajen penyembah berhala
(kebiasaan orang musyrik), dan semacamnya. Mereka mengindentikkan bau
kemenyan dengan pemanggilan arwah dan aroma yang menyeramkan (angker),
yang dikira akan bisa membuat para lelembut dan setan-setan berdatangan.
Kemenyan di Lingkungan Indonesia
Memang, wajar saja jika banyak masyarakat, khususnya di Indonesia, yang
risih dan alergi atau kurang sreg dengan barang antik bernama kemenyan
tersebut. Sebab di Indonesia, umumnya kemenyan yang bentuknya seperti
kristal diletakkan diatas bara api dalam wadah tanah liat memang menjadi
trade mark para dukun dan paranormal. Berulangkali kita menyaksikan
film-film horor Indonesia, dari zaman film Suzanna yang benar-benar
seram sampai di era masa kini seperti film horor saat ini yang
benar-benar tidak mendidik; selalu menggunakan kemenyan dan
kembang-kembang aneka rupa.
Fenomena seperti itu sering nampang di hamparan tikar para dukun,
dipopulerkan di film-film layar lebar, lantas bertemakan horor, semakin
menambah pandangan sinis orang terhadap kemenyan.
Namun kenyataannya, di Indonesia kemenyan banyak digunakan bukan saja
oleh pihak-pihak penggemar mistik sebagaimana disebutkan diatas.
Dibeberapa pondok pesantren, kemenyan di bakar ketika hendak
melaksanakan shalat tarawih dalam sebuah wadah, yang bertujuan untuk
memberikan aroma yang harum (khas kemenyan) didalam ruangan ataupun di
masjid.
Di beberapa daerah, kemenyan dibakar ketika berlangsungnya acara
walimatul 'ursy (acara pernikahan), ada juga yang membakar kemenyan pada
setiap kali pertemuan seperti majelis ta'lim, majelis tahlil, acara
selamatan (tasyakkuran), tempat ziarah (seperti makam para wali) dan
lain sebagainya.
Masjid Nabawi dan Masjidil Haram
Di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram, kemenyan kerap hadir di beberapa
acara seperti acara wisuda Tahfidh, acara penyucian/ pembersihan Ka'bah,
dan lain sebagainya. Hal itu untuk mengharumkan udara dan menyenangkan
jiwa pada peziarah. Karena menurut salah satu hadits Nabi, para malaikat
itu suka bau-bau yang wangi dan membenci bau-bau busuk.
Sekilas Tentang Kemenyan
Berabad-abad lampau, kemenyan yang berasal dari kayu gaharu atau getah
pohon damar merupakan komoditas mahal dan paling bergengsi dalam lingkup
perdagangan di Jalur Sutra (Silk Road). Di jalur perdagangan yang
membentang dari Cina sampai ujung Turki itu, kemenyan bahkan bisa jadi
lebih mahal dari emas dan intan permata.
Para pedagang memburu kemenyan karena permintaan yang tinggi dari para
raja, orang kaya, dan para pemuka agama. Tujuannya memang sangat
beragam. Di Mesir, bangsa Mesir Kuno memanfaatkan kemenyan yang di impor
dari Yaman sebagai salah satu bahan dalam membuat mumi. Di Yerusalem,
orang-orang Israel membakar kemenyan di depan Bait Allah dalam wadah
ukupan untuk wewangian penghantar doa-doa. Di Arabia dan Syam, kemenyan
ditempatkan dalam wadah-wadah cantik untuk mengharumkan ruang-ruang
istana dan rumah-rumah. Dan di Asia Selatan dan Asia Timur, kemenyan
dibakar dalam kuil-kuil sebagai sarana peribadatan.
Oleh karena itu, kemenyan bukan merupakan benda mistik milik agama atau untuk upacara-upacara tertentu.
Saat ini, kemenyan sangat bervariasi, mulai dari yang bentuknya seperti
cengkeh yang lengket buatan Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan
negeri-negeri Teluk lainnya. Dan disebut Al-Bukhuor, sedangkan tempatnya
disebut Al-Mubakhar. Ada juga yang bentuknya seperti serbuk yang
dibakar meng gunakan bara, hingga kemenyan yang berbentuk stik seperti
hio/dupa yang biasanya dibakar di klenteng-klenteng. Kemenyan berbentuk
stik ini sekarang sangat banyak, karena memang praktis dalam
penggunaannya, hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.
Hadits Mengenai Penggunaan Kemenyan
Kemenyan dizaman Nabi dan Salafush Shaleh juga menjadi bagian dari
beberapa ritual umat Islam. Nabi Muhammad SAW dan para Sahabat sendiri
sangat menyukai wangi-wangian, baik yang berasal dari minyak wangi
hingga kemenyan, sebagaimana disebutkan didalam berbagai hadits.
Misalnya hadits shohih riwayat Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari berikut ini :
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ «إِذَا اسْتَجْمَرَ اسْتَجْمَرَ
بِالْأَلُوَّةِ، غَيْرَ مُطَرَّاةٍ وَبِكَافُورٍ، يَطْرَحُهُ مَعَ
الْأَلُوَّةِ» ثُمَّ قَالَ: «هَكَذَا كَانَ يَسْتَجْمِرُ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Nafi’, ia berkata, "Apabila Ibnu Umar mengukup mayat (membakar
kemenyan), maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang tidak
dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampurkan dengan kapur barus.
Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah Shallallahu 'alayhi
wa Sallam ketika mengukup jenazah (membakar kemenyan untuk mayat)”. (HR.
Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ
الجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ، ... الى قوله ...
وَوَقُودُ مَجَامِرِهِمْ الأَلُوَّةُ - قَالَ أَبُو اليَمَانِ: يَعْنِي
العُودَ -، وَرَشْحُهُمُ المِسْكُ
"Dari Abi Hurairah radliyalahu 'anh, bahwa Rosulullah Shallallahu
'alayhi wa Sallam bersabda : "Golongan penghuni surga yang pertama kali
masuk surga adalah berbentuk rupa bulan pada malam bulan purnama, …
(sampai ucapan beliau) …, nyala perdupaan mereka adalah gaharu, Imam
Abul Yaman berkata, maksudnya adalah kayu gaharu” (HR. Imam Bukhari)
Demikian juga hadits shahih riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya,
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا أَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ، فَأَجْمِرُوهُ
ثَلَاثًا
“Dari Abu Sufyan, dari Jabir, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
sallam bersabda : Apabila kalian mengukup mayyit diantara kalian, maka
lakukanlah sebanyak 3 kali” (HR. Ahmad)
Shahih Ibnu Hibban juga meriwayatkan sebuah shahih (atas syarat Imam Muslim):
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فأوتروا
“Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam
bersabda : “Apabila kalian mengukup mayyit, maka ukuplah dengan bilangan
ganti (ganjilkanlah)” (HR. Ibnu Hibban, diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi
Syaibah)
Disebutkan juga bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
berwasiat ketika telah meninggalkan dunia, supaya kain kafannya di ukup.
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِأَهْلِهَا:
«أَجْمِرُوا ثِيَابِي إِذَا مِتُّ، ثُمَّ حَنِّطُونِي، وَلَا تَذُرُّوا
عَلَى كَفَنِي حِنَاطًا وَلَا تَتْبَعُونِي بِنَارٍ
“Dari Asma` binti Abu Bakar bahwa dia berkata kepada keluarganya;
"Berilah uap kayu gaharu (ukuplah) pakaianku jika aku meninggal.
Taburkanlah hanuth (pewangi mayat) pada tubuhku. Janganlah kalian
tebarkan hanuth pada kafanku, dan janganlah mengiringiku dengan membawa
api."
Riwayat shahih ini terdapat dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, As-Sunan
Al-Kubro Imam Al-Baihaqi. Bahkan, ada juga riwayat tentang meng-ukup
masjid:
جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ، وَخُصُومَاتِكُمْ وَحُدُودَكُمْ
وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ وَجَمِّرُوهَا يَوْمَ جَمْعِكُمْ، وَاجْعَلُوا
عَلَى أَبْوَابِهَا مَطَاهِرَكُمْ
“Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kecil kalian, dari
pertikaian diantara kalian, pendarahan kalian dan jual beli kamu.
Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada
pintu-pintunya itu alat-alat bersuci kalian. (HR. Imam Al-Thabrani
didalam Al-Mu’jram al-Kabir. Ibnu Majah, Abdurrazaq dan Al-Baihaqi juga
meriwayatkan dengan redaksi yang hampar sama)
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah pernah menyebutkan dalam kitabnya Siyar
A’lam An-Nubala’ (5 /22 ) tentang biografi Nu’aim Bin Abdillah
Al-Mujammar, sebagai berikut :
نعيم بن عبد الله المجمر المدني الفقيه ، مولى آل عمر بن الخطاب ، كان يبخر مسجد النبي صلى الله عليه وسلم .
“Nu’aim Bin Abdillah Al-Mujammar, ahli Madinah, seorang faqih, Maula
(bekas budak) keluarga Umar Bin Khattab. Ia membakar kemenyan untuk
membuat harum Masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Masih banyak lagi riwayat-riwayat yang serupa. Dan dari sebagian
riwayat-riwayat yang disebutkan diatas, diketahui bahwa penggunaan
kemenyan merupakan hal biasa pada masa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam, demikian juga pada masa para sahabat dan seterusnya. Baik
sebagai wangi-wangian maupun hal-hal yang bersifat keagamaan.
Hingga Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pun pernah berkomentar mengenai kemenyan
ini didalam kitabnya Zadul Ma’ad (4/315) yakni mengenai kemenyan India :
العود الهندي نوعان، أحدهما: يستعمل في الأدوية وهو الكست، ويقال له: القسط
وسيأتي في حرف القاف. الثاني: يستعمل في الطيب، ويقال له: الألوة. وقد روى
مسلم في " صحيحه ": عن ابن عمر رضي الله عنهما، أنه ( «كان يستجمر بالألوة
غير مطراة، وبكافور يطرح معها، ويقول: هكذا كان يستجمر رسول الله صلى الله
عليه وسلم،» ) وثبت عنه في صفة نعيم أهل الجنة ( «مجامرهم الألوة» )
”Kayu gaharu india itu ada dua macam. Pertama adalah kayu gaharu yang
digunakan untuk pengobatan, yang dinamakan kayu al-Kust. Ada juga yang
menyebutnya dengan al-Qusth, menggunakan hurug “Qaf”. Kedua adalah yang
digunakan sebagai pengharum, yang disebut Uluwwah. Dan sungguh Imam
Muslim telah meriwayatkan didalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar
radliyallahu ‘anh, bahwa beliau (Ibnu Umar) mengukup mayyit dengan kayu
gaharu yang tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampur
dengan kayu gaharu. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam mengukup mayyit. Dan terbukti sebuah
hadits lain riwayat Imam Muslim perihal mensifati keni’matan penghuni
surga, yaitu “pengukupan/ kemenyan ahli surga itu menggunakan kayu
gaharu”.
Manfaat Kemenyan
Diantara Manfaat Kemenyan Ternyata kemenyan juga memiliki banyak
manfaat. Selain untuk wangi- wangian, juga sebagai pengobatan, bumbu
rokok, bahkan untuk aroma terapi. Kemenyan mengandung olibanol, materi
resin, dan terpenes.
Kandungan lain, saponin, flavonoida dan polifenol. Dan kini para ilmuwan
telah mengamati bahwa ada kandungan dalam kemenyan yang menghentikan
penyebaran kanker. Namun, belum diketahui secara pasti kemungkinan
kemenyan sebagai anti kanker.
Namun dulu pada abad kesepuluh, Ibnu Sina, ahli pengobatan Arab,
merekomendasikan kemenyan sebagai obat untuk tumor, bisul, muntah,
disentri dan demam. Dalam pengobatan tradisional Cina, kemenyan
digunakan untuk mengobati masalah kulit dan pencernaan. Sedangkan di
India, kemenyan digunakan untuk mengobati arthritis. Khasiat kemenyan
sebagai obat arthritis tersebut mendapat dukungan dari penelitian
laboratorium di Amerika Serikat.
Kemenyan yang biasa digunakan untuk urusan mistis ternyata berdasarkan
hasil penelitian juga mampu menurunkan kadar kolesterol jahat.
Penelitian yang dilakukan oleh King Abd Al-Aziz University di Arab Saudi
menemukan bahwa kemenyan bisa menurunkan kadar kolesterol jahat.
Kemenyan, menurut peneliti Nadia Shaleh Al-Amoudi, bisa dipadukan dengan
materi dari tumbuhan lainnya untuk meningkatkan kesehatan jantung. Akan
tetapi, masih belum ditemukan cara yang jelas agar manusia bisa
mengonsumsinya. Selain itu juga bermanfaat untuk mengatasi sakit
tenggorokan, hidung mampat, bekas luka dan luka bakar.
MENGENAL 10 MACAM BUHUR (MENYAN) DAN HUKUM MEMAKAINYA
1. Buhur Maghribi Buhur ini terbuat dari bahan kayu gaharu dan kayu
cendana yang dihaluskan dengan campuran minyak khusus. Warnanya agak
hitam legam dan agak basah aromanya agak menyengat dan bila dibakar
asapnya berwarna putih kehijauan untuk memilih buhur ini haruslah teliti
dan berhati-hati karena buhur ini telah beredar 100 macam lebih dengan
bahan berbeda tetapi namanya berbeda. Sebagai buhur berkelas, kita harus
tahu mana yang bisa dipakai dan mana yang tidak. Sebagai antisipasinya,
cobalah ambil sedikit buhur tersebut, dan gosokkan pada kedua telapak
tangan Anda. Apabila buhur tersebut berminyak serta mengandung noda
kecoklatan,maka itulah yang harus diplih.
2. Buhur Apel Jin Madat ini tebuat dari ampas madu lebah lanceng yang
dicampur dengan minyak khusus, warnanya hitam bercampur putih kekuning-
kuningan. Apabila dibakar baunya lembut namun cepat menyebar ke seluruh
ruangan dan asapnya berwarna hitam keputihan. Untuk meneliti asli
tidaknya Apel Jin tersebut yaitu dengan cara: apabila dipegang terasa
lengket dan sulit dilepaskan, apabila ditekan akan terasa lembek dan
tidak mudah patah atau putus dan apabila ditempelkan pada sehelai kain
bekasnya tidak akan luntur.
3. Buhur Ja’faron Terbuat dari daun pohon salwa yang dikeringkan. Daun
tersebut nantinya ditumbuk dan mengeluarkan getah berwarna merah seperti
warna darah dan sudah mengandung aroma wangi secara alami. Buhur ini
tidak bisa ditiru dan diracik oleh orang-orang Indonesia karena pohonnya
hanya tumbuh di sekitar gurun pasir dan hanya terdapat di daerah Arab
Saudi, Yaman, Turki dan sekitarnya.
4. Buhur Ambar Buhur ini terbuat dari serutan pohon kurma ambar yang
dicampur denagn minyak zaitun serta sepuluh minyak khusus lainnya.
Warnanya merah muda dan agak kering. Bila dibakar asapnya sedikit, namun
aromanya sangat merebak lebut serta enak dihirup. Buhur ini sangat
disukai oleh para sahabat nabi Saw. karena kelembutannya seta wanginya
yang sangat khas. Untuk mendapatkan Buhur Ambar sangat lah susah ,
dikeranakan harganya sepuluh kali lebih mahal dari buhur lainnya (bisa
samapai jutaan rupiah).
5. Buhur Sulthon Terbuat dari serutan kulit kayu cendana yang dicampur
dengan serbuk menyan arab. Warnanya hitam keputihan, aromanya khas bau
kemenyan dan mudah dikenali.
6. Buhur Malik atau Al-Mulku Bahannya dari kayu setinngi serta daun
sirih yang dihaluskan dengan campuran minyak cendana merah, aromanya
sedikit menyengat dan berwarna hitam kemerahan. Bila dibakar asapnya
berwarna putih hitam atau bisa semu hijau. Ciri yang akurat untuk
memilih buhur ini adalah bila dipegang terasa dingin.
7. Buhur Al-Yamani Buhur ini berasal dari negara Yaman. Daun terbuat
dari 7 getah pohon yang berbeda, warnanya hitam dan mengandung butiran
kristal merah. Baunya sangat lembut dan tidak menyengat hidung. Ciri
dari buhur ini adalah bila kita menghirup baunya seolah ingin batuk,
bersin atau gatal tenggorokan.
8. Buhur Salwa Terbuat dari kayu salwa yang dicampur dengan cendana
merah atau disebut juga minyak Sayidina Ali. Warnanya ada yang merah
juga ada yang hitam. Ciri dari buhur ini adalah bila dipegang akan
meninggalkan warna yang membekas di tangan.
9. Buhur Al-Udud Buhur ini tidak banyak keberadaannya karena bahannya
yang sangat sulit dicari yaitu pohon attakif dan hanya ada di negara
Baghdad (Irak). Warnanya putih cream dan bentuknya seperti pasta. Buhur
ini sangat disukai sekali oleh seluruh bangsa Gaibiyah.
10. Buhur Fathul Jin Buhur ini dikhususkan sebagai sarana penghubung
bangsa jin. Warnanya putih dan berbentuk kristal. Bila dibakar asapnya
sangat banyak dan berwarna putih bersih. Untuk membuktikan keaslian
buhur ini celupkan butiran kristal putih pada segelas air tawar. Bila
butiran tersebut berwarna seperti warna air berarti buhur itulah yang
asli. Karena banyak buhur yang berbentuk butiran kristal namun terbuat
dari bahan kimia yang tidak bisa berubah warna.
Wallohu A'lam Bishshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar