Hukum membaca Qunut saat shalat tergantung kepada jenis qunutnya.
Sebab, Qunut dalam shalat dikenal ada tiga macam:
1. Qunut dalam shalat witir. Qunut ini disyariatkan disetiap sholat
witir secara berkala, berdasarkan hadîts al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu
‘anhu. Beliau rahimahullah berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ
أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ
وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ
لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ
يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ
رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ
وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي
شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ
لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalamShahîh at-Tirmidzî)
Demikian juga, hal ini di amalkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana dijelaskan Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhudalam
penuturan beliau:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِى الْوِتْرِقَبْلَ الرُّكُوعِ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut
dalam witir sebelum rukû’.” (HR.Abû Dâwud dan dishahîhkan al-Albâni
dalam Shahih Abû Dawud)
2. Qunut Nâzilah yang dilaksanakan ketika ada musibah atau bencana.
Qunut ini juga disyari’atkan dengan dasar amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
قَنَتَ النَّبِىُّ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut (Nâzilah) selama
sebulan, berdo’a untuk kehancuran Ra’i dan Dzakwân. (HR al-Bukhâri).
Demikian juga dalam hadits yang lain:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan qunut selama sebulan ketika para penghafal al-Qur’an dibunuh. (HR al-Bukhâri)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahmenyatakan: Qunut disyari’atkan
pada saat adanya bencana dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh
ulama fikih dan ahli hadits. Ini diambil dari Khulafâ’ Râsyidîn. (Majmû’
Fatâwâ23/108)
Syaikh Abdul Azhîm Badawi menjelaskan bahwa Qunut yang disyari’atkan
dalam sholat fardhu hanyalah qunut Nazilah. (lihat Al-Wajîs Fî Fiqhi
as-Sunnah wa al-Kitâb al-‘Azîz .109).
3. Qunut khusus dalam shalat Shubuh yang dilakukan terus menerus
seperti yang nampak dilakukan banyak kaum muslimin, adalah perkara
bid`ah yang tidak ada dasar yang kuat dari Rasulullah n dan para
Sahabatnya. Hal ini, merupakan perbuatan bid’ah yang telah dijelaskan
secara tegas oleh Sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abû Mâlik al-asyja’i Sa’ad bin Tharîq berkata:
قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىٍّ هَا
هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ فَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِى
الْفَجْرِ فَقَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ.
Artinya: “Aku bertanya kepada bapakku: Wahai bapakku, sungguhkah engkau
pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu
Bakar, Umar dan Utsman serta Ali di Kufah ini selama lebih dari lima
tahun. Apakah mereka pernah melakukan qunut dalam shalat shubuh? Beliau
menjawab: Tidak benar Wahai anakku! Itu perkara baru (bid’ah). (HR. Ibnu
Mâjah dan dishahîhkan al-Albâni dalam Irwâ’ al-Ghalîl no. 435)
Dengan demikian jelaslah hukum membaca qunut dalam shalat.
Pada dasarnya persoalan membaca qunut atau tidak dalam shalat subuh
telah menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang
shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca
qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam
Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat
shubuh.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak,
sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat
yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa
Rasulullah SAW tidak membaca qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat
yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa
Rasulullah SAW membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum
Salafi-Wahabi yang mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak ikut
Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar. Nah untuk menjernihkan
persoalan ini, marilah kita kaji dalil tentang qunut ini dari perspektif
ilmu hadits.
Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan
membaca qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli
hadits, karena agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits.
Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan
pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh.
Dalil Pertama:
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ
اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا.
(رواه مسلم في صحيحه).
Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik:
“Apakah Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau
menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).
Dalil Kedua:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي
الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي
وغيرهم بإسناد صحيح).
Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam
shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.”(HR. Ahmad [3/162,
al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang
shahih.
Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab [3/504]. Beliau berkata: “Hadits tersebut
shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya
shahih. Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu
Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam
beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut
juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan
sanad-sanad yang shahih.”
Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di
dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan
al-Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai
lemah oleh para ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam
riwayatnya dari Mughirah saja. Sementara dalam hadits di atas, Abu
Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur Mughirah, akan tetapi melalui
jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau dalam riwayat ini
dinilai shahih.
Dalil Ketiga:
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ
إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ
آَخِرِ رَكْعَةٍ قَنَتَ. (رواه ابن نصر في قيام الليل بإسناد صحيح).
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila bangun dari ruku’ dalam
shalat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.” (HR. Muhammad
bin Nashr al-Marwazi dalam kitab Qiyam al-Lail [137] dengan sanad yang
shahih).
Demikianlah ketiga hadits di atas yang dijadikan dalil oleh al-Imam
al-Syafi’i dan pengikutnya. Sementara sebagian ulama yang tidak
menganjurkan qunut dalam shalat shubuh, berdalil dengan hadits berikut
ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا
يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. (رواه
مسلم في صحيحه)
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan,
di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian
meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
Dalam hadits shahih di atas, ternyata Rasulullah SAW membaca qunut hanya
satu bulan, kemudian sesudah itu meninggalkannya. Menanggapi hadits
tersebut, para ulama ahli hadits berpendapat, bahwa hadits ini tidak
bertentangan dengan hadits-hadits sebelumnya yang menerangkan bahwa
Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh sampai wafat. Karena
yang dimaksud dengan hadits terakhir di atas adalah, Rasulullah SAW
melaknat atau mendoakan keburukan dalam qunut bagi beberapa suku Arab
itu hanya satu bulan, setelah itu beliau tidak melaknat lagi, tetapi
bukan berarti Rasulullah SAW meninggalkan qunut. Beliau membaca qunut
dalam shalat shubuh sampai wafat sebagaimana beberapa riwayat
sebelumnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Baihaqi
dalam al-Sunan al-Kubra.
Oleh karena, pendapat yang menetapkan qunut shubuh, lebih kuat dari segi
dalil, maka pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi
salaf. Dalam konteks ini, al-Imam al-Hafizh al-Hazimi berkata dalam
kitabnya al-I’tibar fi Bayan al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar (hal.
90):
وَقَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ :فَذَهَبَ
أَكْثَرُ النَّاسِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ
مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ إِلَى إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ ، فَمِمَّنْ
رُوِّينَا ذَلِكَ عَنْهُ مِنَ الصَّحَابَةِ : الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ :
أَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، وَعُثْمَانُ ، وَعَلِيٌّ ، وَمِنَ الصَّحَابَةِ
: عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَأَبُو مُوسَى
الْأَشْعَرِيُّ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ،
وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ ، وَالْبَرَاءُ بْنُ
عَازِبٍ ، وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ.
“Para ulama telah berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat shubuh.
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya
dari para ulama berbagai kota berpendapat menetapkan qunut. Di antara
para sahabat yang diriwayatkan kepada kami membaca qunut adalah;
Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Demikian pula
Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdurrahman bin
Abi Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, al-Bara’ bin Azib, Anas bin
Malik ....”.
Setelah memaparkan bahwa membaca qunut diikuti oleh mayoritas ulama,
al-Hazimi kemudian menguraikan bahwa pandangan yang menafikan qunut
dalam shalat shubuh diikuti oleh sekelompok ulama dengan alasan bahwa
hukum membaca qunut dalam shalat shubuh telah dimansukh (dihapus
hukumnya). Selanjutnya al-Hazimi membantah dengan tegas pendapat yang
menafikan qunut tersebut dari aspek ilmu hadits dan ushul fiqih.
Pada dasarnya, pendapat yang mengatakan sunnah maupun tidak sunnah
membaca qunut dalam shalat subuh sama-sama didasarkan pada hadits-hadits
Nabi SAW. Hanya saja pendapat yang mengatakan hukumnya SUNNAH lebih
kuat dari aspek tinjauan ilmu hadits dan ushul fiqih, serta diikuti oleh
mayoritas ulama dari generasi salaf yang shaleh dan ahli hadits.
Hukum doa qunut pada shalat subuh hukumnya sunnah. Pandangan ini dianut
oleh madzhab Syafi'i berdasarkan Hadits sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada Hadith yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sahabat Anas bin Malik sebagai berikut:
- Hadits sahih Bukhari dan Muslim dari Anas
ما زال رسول الله يقنت في صلاة الفجر حتى فارق الحياة
Artinya: RasuluLlah selalu berqunut pada shalat subuh ssampai beliau
wafat (HR Bukhari dan Muslim). - Hadits sahih riwayat Muslim dari Anas.
أن رسول الله قنت شهراً يدعو على أحياء من أحياء العرب ثم ترك
Artinya: bahwa Rasulullah berqunut selama sebulan mendoakan orang-orang
Arab yang masih hidup kemudian tidak melakjukannya lagi.
- Hadits sunnahnya Qunut nazilah apabila tertimpa musibah atau bencana:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقنت في الفجر والظهر والعصر والمغرب والعشاء
Artinya: Bahwasanya Nabi Muhammad melakukan qunut (nazilah) pada saat
shalat subuh, dhuhur (dzuhur), ashar, maghrib, dan isya' (HR Ahmad)
Diriwayatkan juga bahwa Umar bin Khattab membaca doa qunut pada shalat
Subuh di hadapan para sahabat dan lainnya.
Berkenaan dengan Hadith yang diriwayatkan oleh Anas ini, menurut al
Haithami, para perawinya adalah tsiqah (dapat dipercaya). Menurut Imam
Nawawi ia diriwayatkan oleh sekumpulan huffadz (ahli hadith) dan
mengakui kesahihannya.
Kesahihan ini dinyatakan juga oleh al Hafiz al Balkhi, Al Hakim, Al
Baihaqi dan ia juga diriwayatkan oleh Ad Daruqutni melalui beberapa
jalan dengan sanad yang sahih. Dalam mazhab Syafi'i adalah sunnah
hukumnya membaca doa qunut waku melaksanakan shalat subuh, baik saat
turunnya bala' atau tidak.
Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Sahabat Abu Bakar Ash
Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ibnu
Abbas, Barra’ bin Azib. Lihat: Kitab Al Majmu’ Syarah Muhadzab III
halaman 504.
Syekh Nawawi Banten dalam kitab Kasyifatussaja mendefinisikan qunut sbb:
والقنوت هو ذكر مخصوص مشتمل على دعاء وثناء ويحصل بكل لفظ اشتمل عليهما بأي
صيغة شاء كقوله: اللهم اغفر لي يا غفور، فالدعاء يحصل باغفر والثناء
بغفور، وكذلك ارحمني يا رحيم وقوله: الطف بي يا لطيف وهكذا،
Artinya: Qunut adalah dzikir tertentu yang mengandung doa dan pujian
(pada Allah). (Oleh karena itu) setiap kalimat yang mengadung kedua
unsur itu dapat digunakan. Seperti kalimat: Allahumma ighfir li Ya
Ghafur. Kata "ighfir" adalah doa. Sedangkan kata "ghafur" adalah pujian.
Begitu juga kalimat "Irhamni Ya Rahim" dan "Ultuf bi Ya Latif" dan
seterusnya.
- Karena qunut adalah suatu dzikir yang khusus maka boleh diganti dengan doa lain asal diniati untuk qunut:
ومثل الذكر المخصوص آية تتضمن ذلك كآخر سورة البقرة بشرط أن يقصد بها
القنوت، وكقوله تعالى: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا
تجعل في قلوبنا غلاًّ للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم} ((59)الحشر:10)
Artinya: Sama dengan dzikir khusus adalah ayat yang mengandung dzikir
seperti akhir surat Al Baqarah dengan syarat harus diniati qunut.
Seperti firman Allah dalam QS Al-Hasyr 59:10
- Qunut Umar menurut Syekh Nawawi Banten (ibid) adalah sbb:
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونستهديك ونؤمن بك ونتوكل عليك ونثني عليك،
الخير كله نشكرك ولا نكفرك ونخلع ونترك من يفجرك بضم الجيم أي يعصيك، اللهم
إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد بكسر الفاء أي نسرع إلى الطاعة
نرجو رحمتك ونخشى عذابك إن عذابك الجد بكسر الجيم أي الحق بالكفار ملحق
بكسر الحاء أي لاحق بهم ويجوز فتحها لأن الله ألحقه بهم فإن جمع بينهما
فالأفضل تقديم قنوت النبي صلى الله عليه وسلّم وإن اقتصر فليقتصر عليه.
Lebih detail lihat di sini.
BACAAN DOA QUNUT (TEKS ARAB DAN LATIN)
اللّهم اهدِنا فيمَن هَديْت و عافِنا فيمَن عافيْت و تَوَلَّنا فيمَن
تَوَلَّيْت و بارِك لَنا فيما أَعْطَيْت و قِنا واصْرِف عَنَّا شَرَّ ما
قَضَيت فإنك تَقضي ولا يُقضى عَليك فإنَّهُ لا يَذِّلُّ مَن والَيت وَلا
يَعِزُّ من عادَيت تَبارَكْتَ رَبَّنا وَتَعا ليتْ َفلكَ الحَمدُ عَلى ما
قَضَيْت نَستَغفِرُكَ ونَتوبُ اليك وصلي الله علي سيدنا محمد النبي الأمي
وعلي أله وصحبه وسلم
Teks doa qunut tulisan latin:
Allahummahdina fiman hadayt. Wa afina fiman afayt. watawallana fiman
tawallayt. wabarik lana fima a'tayt. waqina wasrif anna syarro ma
qadayt. fa innaka taqdi wala yuqdo alayk. fainnahu la yadzillu man wa
layt wala yaizzu man adayt. tabarakta robbana wata'alayt. falakal hamdu
ala ma qadayt. nastaghfiruka wanatubu ilaika. wasallallahu ala sayyidina
Muhammadin Nabiyyil Ummiyyi wa ala alihi wasahbihi wasallam.
Artinya: Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah
Engkau beri petunjuk. BErilah aku kesehatan seperti orang yang telah
Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah
Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin.
Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan
peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena,
sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum
(menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang
yang telah Engaku beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang
Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurl`h Engkau. Segala
puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Aku mohon ampun dan
kembalilah (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah
dan salam atas nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan
sahabatnya.
BACAAN DOA QUNUT UMAR BIN KHATTAB
Umar bin Khattab, khalifah kedua Islam, memiliki bacaan qunut berbeda sebagai berikut:
اللهم اغفر لنا وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات وألّف بين قلوبهم
وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك وعدوهم. اللهم عذب الكفرة الذين يصدون عن
سبيلك ويكذبون رسلك ويقاتلون أولياءك، اللهم خالف بين كلمتهم وزلزل
أقدامهم وأنزل بهم بأسك الذي لا ترده عن القوم المجرمين. بسم الله الرحمن
الرحيم اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثني عليك ولا نكفرك ونخلع ونترك من
يفجرك. بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى
ونحفد ونخشى عذابك ونرجو رحمتك إن عذابك الجد بالكفار ملحق
KAPAN QUNUT SUNNAH DIBACA
Doa qunut sunnah dibaca dalam beberapa situasi sebagai berikut:
1. Pada raka'at kedua (raka'at akhir) shalat subuh dibaca setelah ruku' (i'tidal).
2. Pada raka'at akhir (rakaat ketiga) shalat sunnah witir pada paruh kedua bulan Ramadhan.
3. Pada raka'at terakhir shalat fardhu apabila ada bencana. Disebut qunut nazilah.
HUKUM MENAMBAH BACAAN QUNUT DENGAN QUNUT UMAR DAN DOA LAIN
Membaca doa qunut yang biasa itu sunnah. Dan menambahnya dengan doa
qunut Umar juga sunnah menurut Imam Nawawi asal dalam keadaan sendirian
atau bersama makmum yang diketahui rela dengan doa yang panjang. Imam
Nawawi dalam kitab Al-Adzkar lin Nawawi hlm. 88 menyatakan:
قال أصحابنا: يستحب الجمع بين قنوت عمر رضي الله عنه وبين ما سبق، فإن جمع
بينهما فالأصح تأخير قنوت عمر، وفي وجه يستحب تقديمه. وإن اقتصر فليقتصر
على الأول، وإنما يستحب الجمع بينهما إذا كان منفرداً أو إمامَ محصورين
يرضون بالتطويل
Artinya: Ulama madzhab Syafi'i menyatakan bahwa sunnah mengumpulkan
antara qunut yang biasa dengan qunut Umar. Kalau dikumpulkan, maka
sebaiknya qunut Umar diakhirkan. Ada pendapat sunnah mendahulukannya.
Apabila memilih salah satu, maka hendaknya memilih qunut yang biasa.
Sunnahnya mengumpulkan keduanya apabila shalat sendiri atau berjemaah
dengan makmum yang rela doa panjang.
Imam Nawawi juga berpendapat bahwa doa qunut tidak harus berupa bacaan
yang berasal dari Nabi atau dari Umar. Bacaan qunut bisa saja berupa doa
apa apa saja, termasuk berupa satu ayat atau dua ayat Quran apabila
mengandung doa.
Lihat: Membaca Doa Tambahan Saat Qunut.
QUNUT NAZILAH
Qunut nazilah adalah qunut yang dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang
besar, seperti musibah epidemik, bencana alam, kekeringan, kelaparan,
peperangan baik perang saudara antar sesama muslim atau perang antara
muslim-nonmuslim.
DALIL SUNNAHNYA QUNUT NAZILAH
- Hadits riwayat Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas Nabi bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا
فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ
الْصُّبْحِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ اْلأَخِرَةِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ
بَنِيْ سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ
خَلْفَهُ
Artinya: Rasulullah pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus
pada shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap
shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami’Allahu liman hamidah di raka’at
yang akhir, beliau mendo’akan kebinasaan atas kabilah Ri’lin,Dzakwan
dan ‘Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim, dan para makmum
mengucapkan amin.
- Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas
عَنْ أنَسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللَّهِ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
Artinya: Rasulullah pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari
ruku’, yakni mendo’a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah
Arab, kemudian beliau meninggalkannya (tidak melakukannya lagi)
QUNUT NAZILAH SUNNAH DI SETIAP SHALAT FARDHU 5 WAKTU
Dari dua hadits di atas maka jelaslah bahwa qunut nazilah boleh dan
sunnah dilakukan di setiap shalat fardhu kalau memang pada saat itu
dianggap perlu melakukan qunut nazilah karena adanya musibah atau
bencana yang menimpa umat Islam.
Adapun waktu pelaksanaannya adalah sama dengan qunut rawatib yakni dilaksanakan pada rakaat terakhir setelah bangun dari rukuk.
QUNUT NAZILAH PADA HARI JUMAT
Berdasarkan pada hadits di atas, maka menurut para ulama mazhab Syafi'i
qunut nazilah juga sunnah dilaksanakan pada shalat Jum'at. Karena, kalau
Nabi pernah melakukan qunut nazilah setiap shalat fardhu sebulan penuh
maka itu artinya shalat Jum'at termasuk di dalamnya.
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm, bab "Qunut Al-Jumah", hlm. 1/236 menyatakan :
حكى عدد صلاة النبي صلى الله عليه وسلم الجمعة فما علمت أحدا منهم حكى أنه
قنت فيها إلا أن تكون دخلت في جملة قنوته في الصلوات كلهن حين قنت على قتلة
أهل بئر معونة، ولا قنوت في شيء من الصلوات إلا الصبح إلا أن تنزل نازلة
فيقنت في الصلوات كلهن إن شاء الإمام
Artinya: Sejumlah perawi hadits meriwayatkan shalat Jumat-nya Nabi.
Tidak ada satupun dari mereka yang meriwayatkan bahwa Nabi melakukan
qunut pada shalat Jum'at kecuali apabila Nabi melakukan qunut nazilah
pada semua shalat fardhu ketika beliau qunut atas terbunuhnya penduduk
Bir Maunah. Dan tidak disunnahkan qunut (rawatib) pada shalat fardhu
selain Subuh kecuali saat turunnya bencana (nazilah) maka boleh
melakukan qunut pada seluruh shalat wajib apabila imam berkehendak.
Imam Romli dalam Nihayatul Muhtaj, hlm. 1/508 menyatakan:
( ويشرع ) أي يستحب ( القنوت ) مع ما مر أيضا ( في سائر المكتوبات ) أي
باقيها من الخمس في اعتدال الركعة الأخيرة ( للنازلة ) إذا نزلت بأن نزلت
بالمسلمين ولو واحدا على ما بحثه جمع ، لكن اشترط فيه الإسنوي تعدي نفعه
كأسر العالم والشجاع وهو ظاهر
Artinya: Disunnahkan qunut pada lima shalat fardhu yang lain pada saat
i'tidal (bangun) dari rakaat akhir untuk qunut nazilah apabila terjadi
musibah / bencaa pada umat Islam, walaupun satu orang, berdasarkan
pendapat segolongan ulama. Namun Imam Asnawi mensyaratkan manfaatnya
melebihi satu orang seperti ditahannya orang alim atau pemberani.
QUNUT NAZILAH HARI JUMAT MENURUT MAZHAB EMPAT
Walaupun ulama mazhab empat sepakat bahwa qunut nazilah hukumnya sunnah
apabila dalam keadaan bencana atau musibah, namun mereka berbeda
pendapat tentang apakah qunut nazilah sunnah dilakukan pada seluruh
shalat fardhu dan hari Jum'at dengan rincian sbb:
1. Madzhab Syafi'i menganggap qunut nazilah adalah sunnah dilakukan di
seluruh shalat fardhu termasuk shalat Jum'at sebagaimana pernyataan Imam
Syafi'i dalam kitab Al-Umm 1/236 di atas.
2. Mazhab Maliki berpendapat bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan pada shalat Subuh saja.
3. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa qunut nazilah sunnah dilakukan di seluruh shalat fardhu kecuali shalat Jum'at.
4. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan
pada saat shalat subuh saja, tidak pada shalat yang lain.
CATATAN:
Kalau ada pendapat dari ustadz Indonesia yang menyatakan bahwa qunut
nazilah hari Jum'at adalah bid'ah atau tidak sunnah, maka bisa
dipastikan dia mengikuti pendapat mazhab Hanbali. Mazhab yang biasa
diikuti oleh kalangan Salafi Wahabi.
Begitu juga pendapat yang menyatakan bahwa qunut subuh terus menerus
(ratib) tidak dibolehkan adalah pendapat mazhab Hanbali yang juga
diikuti oleh pengikut Wahabi Salafi.
Wallohu a’lam bis-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar