Islam mengatur berbagai adab kehidupan manusia, termasuk soal
kecantikan. Mengapa Islam melarang atau menganjurkan sesuatu, maka itu
tak lain untuk kebaikan manusia itu sendiri. Jika dilarang artinya
mengandung keburukan, dan jika dianjurkan artinya memiliki nilai
kebaikan bagi manusia. Penggunaan kawat gigi alias behel di dalam Islam
juga punya aturan sendiri. Aturan itu semata-mata ditetapkan demi
kebaikan dari manusia yang menjalaninya. Keahlian di bidang medis dalam
upaya merapikan gigi sering diistilahkan dengan orthodonti. Ini
merupakan bagian nikmati perkembangan ilmu pengetahuan yang harus
disyukuri. Akan tetapi jika digunakan untuk tujuan yang salah maka
hukumnya akan berbeda.
Sahabatku tercinta, saat ini trend memakai kawat gigi alias behel sangat
marak . Sebelumnya saya juga ingin memakai behel dengan niat merapikan
gigi agar terlihat lebih indah. Namun ada baiknya sebelum kita bertindak
mari kita telaah kembali, hukum memakai behel dalam agama islam.
Didalam kitab 100 golongan yang dibenci oleh Allah dan Rasulnya,
tercantum pada nomor keseratus ialah Wanita yang merapikan giginya demi
kecantikan. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang meminta
direnggangkan giginya yang bertumpuk, dengan menggeser dan dipisahkan
antara gigi taring dengan empat gigi mukanya dengan alat perapi gigi
(behel) dengan maksud memperindah diri. Ternyata jika kita teliti lagi,
kegiatan ini merupakan kegiatan merubah kodrat, yaitu kodrat bentuk
tubuh yang sudah diberikan oleh Allah dan itu sangat dibenci oleh Allah.
Dalam hadist dijelaskan mengenai hukum merapikan gigi dengan cara merubah bentuknya, yakni sebagai berikut:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ
وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ
خَلْقَ اللَّهِ
"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta
dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang
minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi
kecantikan yang merubah ciptaan Allah."
(HR. Muslim)
Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut
berkembang dan berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia
adalah merubah gigi mereka agar lebih cantik dan lebih indah, maka
munculah kawat behel yang digunakan untuk merapikan gigi, ada gigi yang
terbuat dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi yang tanggal, ada
juga alat untuk mengikir gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.
Fenomena di atas menarik perhatian sebagian kaum muslimin yang mempunyai
kepedulian terhadap hukum halal dan haram. Banyak dari mereka yang
menanyakan status hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Oleh
karenanya, perlu ada penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk
mempermudah pemahaman, pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa
masalah :
Hukum Menggunakan Kawat Behel
Banyak jama’ah pengajian yang menanyakan hukum menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut pandangan Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dirinci terlebih dahulu :
Pertama : Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke
depan, atau menurut istilah orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi
mrongos“, yang kadang sampai tingkat tidak wajar sehingga mukanya
menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya
boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar
giginya menjadi rata kembali. Ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam :
يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا
وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ قَالَ الْهَرَمُ
“Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak
menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya
kecuali satu penyakit." Mereka bertanya, "Penyakit apakah itu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun). “ (HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi : Hadits ini
Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang
merubah gigi dengan tujuan agar giginya lebih indah dan lebih cantik.
Berkata Imam Nawawi menerangkan hadist di atas :
“Maksud (al-Mutafalijat) dalam hadist di atas adalah mengikir antara
gigi-gigi geraham dan depan. Kata (al-falaj) artinya renggang antara
gigi geraham dengan gigi depan. Ini sering dilakukan oleh orang-orang
yang sudah tua atau yang seumur dengan mereka agar mereka nampak lebih
muda dan agar giginya lebih indah.
Renggang antara gigi ini memang terlihat pada gigi-gigi anak perempuan
yang masih kecil, makanya jika seseorang sudah mulai berumur dan menjadi
tua, dia mengikis giginya agar kelihatan lebih indah dan lebih muda.
Perbuatan seperti ini haram untuk dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya
(dokternya) dan pasiennya berdasarkan hadist-hadist yang ada, dan ini
merupakan bentuk merubah ciptaan Allah serta bentuk manipulasi dan
penipuan. “
Kedua : Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas
yang wajar, tidak menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau sesuatu
yang tidak memalukan, serta pemakaian kawat behel dalam hal ini hanya
sekedar untuk keindahan saja, maka hukum pemakaian kawat behel tersebut
tidak boleh karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah
suhbanahu wata’ala.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ
وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ
خَلْقَ اللَّهِ
"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang minta
dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang
minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi
kecantikan yang merubah ciptaan Allah." (HR. Muslim)
Namun apabila terdapat kotoran pada gigi-giginya yang mengharuskannya
mengubahnya, dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran tersebut, atau
karena terdapat ketidaknyamanan yang mengharuskannya untuk
memperbaikinya dengan tujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan
tersebut, maka perbuatan tersebut tidak mengapa, karena hal itu termasuk
dalam berobat dan membuang kotoran, yang hanya bisa dilakukan oleh
daokter spesialis.
Mengubah gigi untuk tujuan memperindahnya dan untuk menampakkan
ketajamannya merupakan perbuatan haram. Namun apabila untuk tujuan
pengobatan, maka tidak mengapa. Jika tumbuh gigi pada wanita yang
menyusahkannya, maka diperbolehkan untuk mencabutnya karena gigi
tersebut merusak pemandangan dan menyulitkannya dalam makan, sedangkan
membuang aib (kekurangan) diperbolehkan menurut syari’at. Demikian pula
apabila terdapat kelainan yang memerlukan pengobatan, maka
diperbolehkan.
Syariat telah mengharamkan wanita yang merenggangkan giginy a yang
bertumpuk sehingga tampak rata susunannya, karena kerapian ini hasil
perbuatan manusia yaitu menipiskan dan sebagainya. Sesungguhnya kita
sebagai makhluk ciptaan-Nya tidak boleh merubah sesuatu pun dari apa
yang telah diciptakan Allah pada kita. Maksudnya bahwa secara syariat
perbuatan ini haram, yang melakukannya terlaknat dan diusir dari rahmat
Allah SWT. terkecuali untuk tujuan Pengobatan, Kesehatan dsb. Oleh
karena itu, hendaknya mewaspadai agar tidak terjerumus ke dalam dosa
yang disebabkan oleh perbuatan semacam ini yang telah dilarang oleh
islam. Dan sesungguh nya perbuatan ini termasuk kedalam perbuatan yang
sia-sia dan mubazir. Syukurilah apa yang sudah Allah berikan pada kita.
hayooo Sekarang mo pilih yang mana Cantik karena iman atau cantik tapi merubah ciptaan_NYA !!!
Hukum Memakai Gigi Palsu
Jika seseorang giginya lepas, boleh nggak diganti dengan gigi palsu?
Apakah mengganti gigi dengan gigi palsu termasuk merubah ciptaan Allah?
Jawaban : Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas,
karena kecelakaan, atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda
keras, atau karena sebab lain, maka dibolehkan baginya untuk
menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam pengobatan.
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak,
bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan.
Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :
لَا بَأسَ بِعِلَاجِ الأَسنَانِ المُصَابَةِ أَو المعِيبَةِ بِمَا
يُزِيلُ ضَرَرَهَا أَو خَلعهَا ، وَجَعل أَسنَانِ صِنَاعِية فيِ مَكَانِهَا
إذَا احتِيجَ إلى ذلك ؛ لأَنّ هَذَا مِن العلَاج المُبَاحِ لِإِزَالةِ
الضَرَرِ
Tidak masalah mengobati gigi yang rusak atau cacat, dengan gigi lain,
sehingga bisa menghilangkan resiko sakit, atau melepasnya kemudian
diganti gigi palsu, jika dibutuhkan. Karena semacam ini termasuk bentuk
pengobatan yang mubah, untuk menghilangkan madharat. Dan tidak termasuk
mengubah ciptaan Allah, sebagaimana yang dipahami penanya.” (Fatawa
Lajnah, 25/15).
Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang timbul.”
Berkata Syekh Sholeh Munajid :
تَركِيبُ أَسنَانٍ صِنَاعِيةٍ مَكَانَ الأَسنَانِ المَنزُوعَةِ لِمَرَضٍ
أَو تَلَفٍ أَمرٌ مُبَاح لَا حَرَج فِي فِعلِهِ ، وَلَا نَعلَمُ أَحَدًاً
مِن أَهلِ العِلمِ يَمنَعُهُ ، وَلَا فَرقَ بَينَ أَن تثبت الأَسنَان فَي
الفَمِّ أَو لَا تثبت ، وَيَفعَلُ المَرِيضُ الأَصلَحُ لَه بِمَشُورَة
طَبِيبٍ مُختِص .
“Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi yang dicabut karena sakit
atau karena rusak, adalah sesuatu yang dibolehkan tidak apa-apa untuk
dilakukan. Kami tidak mengetahui seorangpun dari ulama yang melarangnya.
Kebolehan ini berlaku secara umum, tidak dibedakan apakah gigi itu
dipasang permananen atau tidak, yang penting bagi pasien memilih yang
sesuai dengan keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter
spesialis. “
Gigi Palsu Dari Emas dan Perak
Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu untuk mengobati
penyakit, atau mengganti giginya yang rusak. Pertanyaannya adalah
bagaimana hukum menggunakan gigi palsu dari emas atau perak ?
Jawabannya harus dirinci terlebih dahulu : Jika yang memasang gigi palsu
adalah perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan dibolehkan
untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu
adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas dari dua keadaan :
Pertama : Dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa
menggunakan gigi palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas dan
perak, maka dalam hal ini memakai gigi palsu dari emas dan perak hukum
haram.
Kedua : Dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak
mendapatkan kecuali gigi palsu yang terbuat dari emas atau perak, atau
tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan dari emas atau perak, maka
hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh
Arfajah bin As'ad :
عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ
فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ
فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada
masa Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari
perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar aku membuat hidung dari
emas." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist ini Hasan)
Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan
emas dan perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa
dijadikan dalil untuk penggantian gigi dengan perak dan emas, jika
memang dibutuhkan, karena kedua-duanya sama-sama anggota tubuh.
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu ?
Jawabannya : Jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci dan
tidak najis, maka tidak perlu dicabut ketika berwudhu, terutama jika
sudah dipasang secara permanen. Karena mencabutnya akan menyebabkan
kesusahan bagi pemiliknya, padahal Islam diturunkan agar umatnya
terhindar dari kesusahan.
Sebaliknya jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan najis, maka harus
dicabut dan tidak boleh dipakai ketika berwudhu dan sholat.
Namun demikian, ini jarang terjadi, karena pada dasarnya bahan-bahan
untuk membuat gigi palsu rata-rata bersih dan suci, seperti gigi tiruan
akrilik yang sekarang dipakai secara umum. Gigi tiruan ini mudah
dipasang dan dilepas oleh pasien. Bahanakrilik merupakan campuran bahan
sejenis plastik harganya murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan
warna gigi. Ada juga gigi tiruan dari porselen yang ketahanannya lebih
kuat dari akrilik. Dan yang lebih kuat lagi, serta bisa bertahan sampai
bertahun-tahun adalah gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja
tampilannya berbeda dengan gigi asli.
“Jika seseorang mempunyai gigi palsu yang sudah dipasang, maka tidak
wajib untuk dilepas. Ini seperti cincin yang tidak wajib dilepas ketika
berwudhu, lebih baik digerak-gerakan saja tetapi inipun tidak wajib. Hal
itu dikarenakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam mengenakan
cincin, dan tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan bahwa beliau
melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas lebih mungkin menghalangi
masuknya air dari gigi palsu. Apalagi sebagian kalangan merasa sangat
berat jika harus melepas gigi palsu yang sudah dipasang tersebut,
kemudian memasangnya kembali. “
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika seseorang meninggal dunia, terutama yang terbuat dari emas dan perak ?
Jawabannya : Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu
dari emas dan perak bagi laki-laki jika dalam keadaan darurat dan
membutuhkan, makanya jika seseorang sudah meninggal dunia, keadaan
darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil dari mayit,
kecuali jika hal itu justru menyakiti atau menodai mayit, maka hukumnya
menjadi tidak boleh dicabut. Kenapa tidak boleh? karena mayit walaupun
sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat dan tidak boleh dinodai
ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup.
Adapun bagi perempuan secara umum dibolehkan menggunakan gigi emas
sebagaimana diterangkan di atas. Ketika perempuan ini meninggal dunia,
maka hal itu diserahkan kepada ahli waris, jika mereka merelakan gigi
dari emas itu ikut dikubur bersama mayit, maka tentunya lebih baik.
Tetapi jika mereka menginginkan gigi dari emas yang bernilai tersebut,
maka dibolehkan bagi mereka mencabut gigi emas dari mayit tersebut ,
selama hal itu tidak menyakiti atau menodai mayit.
Kesimpulan
Dari dalil di atas dapat dipahami bahwa hukum memakai behel dalam Islam
dibolehkan jika tujuannya untuk proses perbaikan atau pengobatan. Adapun
jika tujuannya untuk merubah bentuk ciptaa Allah atau ingin terlihat
menarik sehingga memicu diri untuk tampil sombong maka hal tersebut
tidak dibolehkan. Saat ini kecenderungan orang memakai behel lebih
banyak kepada tujuan fashion semata, mengikuti trend pergaulan yang
berkembang. Sementara jika dikaji lebih dalam, penggunaan dari gigi
kawat tersebut sebenarnya sangat rentan dengan resiko. Diantara yang
paling dikhawatirkan adalah tertular penyakit kelamin saat oral seks,
terjadinya pengumpulan bakteri karena sterilisasi yang kurang baik dari
bahan maupun pihak yang memasang kawat gigi tersebut.
Jika ini terjadi maka tujuan untuk merapikan gigi akan sangat memberikan
dampak yang buruk bagi gigi itu sendiri. Bukan hasil cantik yang
didapat malahan gigi akan berpenyakit. Kualitas behel yang dipakai juga
sangat penting untuk diperhatikan. Logam bagi sebagian orang akan
memberikan dampak alergi. Jika ini terjadi pada seseorang namun orang
tersebut tetap memaksakan karena alasan fashion, artinya ia sudah
menganiaya dirinya sendiri dan itu tidak dibolehkan. Oleh karena itu
sebenarnya memang pemasangan kawat gigi ini memiliki resiko sehingga
yang dianjurkan untuk menggunakannya adalah mereka yang memang
membutuhkannya untuk proses pengobatan. Belum lagi soal biaya. Jika itu
dilakukan sekedar mengikuti trend, maka sama artinya dengan kita
membuang-buang uang alias mubazir.
Islam sebagai agama amat lah mencintai keindahan dan kerapihan. Oleh
karena itu, Islam memberikan ruang kepada mereka yang ingin tampil rapi
dan lebih cantik. Namun perlu diperhatikan bagaimana cara untuk tampil
rapi tersebut. Yakni dengan tidak merubah bentuk dari apa yang sudah
diciptakan Allah pada diri manusia.
Wallohu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar